Perseteruan Trump dan Elon Musk memanas. Trump ancam potong subsidi Tesla dan SpaceX, sebut Musk pulang ke Afrika Selatan. Saham Tesla anjlok 6%. (interhaber.com)

Perseteruan sengit antara Presiden Amerika Serikat Donald Trump dan Elon Musk kembali memanas pada 1 Juli 2025, ketika Trump melontarkan kritik pedas dengan menyebut Musk harus "pulang kampung" ke Afrika Selatan jika tanpa subsidi pemerintah. 

Konflik ini, yang memicu penurunan saham Tesla hingga 6%, berpusat pada subsidi besar yang diterima Musk untuk Tesla dan SpaceX, serta perbedaan pandangan soal RUU "Big Beautiful Bill" yang kontroversial. 

Perseteruan ini tak hanya mengguncang pasar, tetapi juga menyoroti keretakan di dalam kubu Partai Republik menjelang pemilihan pendahuluan 2026.

Semuanya berawal dari pernyataan Trump yang menyinggung subsidi pemerintah yang dinikmati Musk. 

"Elon mungkin mendapat subsidi lebih banyak dari manusia manapun dalam sejarah. Tanpa subsidi, Elon mungkin harus menutup usahanya dan pulang kampung ke Afrika Selatan," ujar Trump, dikutip dari Anadolu Agency pada 1 Juli 2025. 

Trump bahkan menyinggung kontrak SpaceX senilai US$22 miliar (sekitar Rp 360 triliun) dengan pemerintah AS, seraya mengusulkan agar Departemen Efisiensi Pemerintah (DOGE), yang sebelumnya dipimpin Musk, meninjau kembali "uang besar" tersebut.

Cekcok ini bukan tanpa sebab. Musk, yang mundur dari jabatannya di DOGE pada Mei 2025, secara terbuka mengkritik RUU "Big Beautiful Bill" yang didukung Trump. 

RUU ini, yang resmi bernama "One Big Beautiful Bill Act," telah lolos di DPR AS dengan selisih satu suara dan kini menunggu persetujuan Senat. 

Menurut Kantor Anggaran Kongres (CBO), RUU tersebut diperkirakan bakal menambah defisit federal sebesar US$3,8 triliun (sekitar Rp 62.000 triliun) hingga 2034, termasuk kenaikan defisit sebesar US$600 miliar pada tahun fiskal berikutnya. 

Yang menjadi sorotan utama adalah pemotongan kredit pajak kendaraan listrik (EV), yang menurut JP Morgan bisa merugikan pendapatan Tesla hingga US$1,2 miliar (sekitar Rp 19,6 triliun) per tahun.

Musk tak tinggal diam. Melalui platform X, ia menyebut pernyataan Trump "hanya salah" dan "sangat mengecewakan." 

Dengan nada menantang, Musk berkata, "Saya secara harfiah mengatakan POTONG SEMUANYA. Sekarang." 

Ia juga menyebut RUU "Big Beautiful Bill" sebagai "abominasi menjijikkan" yang bakal menghancurkan industri kendaraan listrik dan energi bersih, sekaligus membebani warga AS dengan utang yang tak berkelanjutan. 

"RUU ini adalah bunuh diri politik bagi Partai Republik," tegas Musk, seraya memperingatkan para pendukung RUU itu bakal kalah di pemilihan pendahuluan tahun depan.

Dampaknya langsung terasa di pasar. Saham Tesla anjlok 6% dalam perdagangan pra-pasar setelah komentar Trump, dan secara keseluruhan telah turun 13% dalam lima hari terakhir, menurut laporan Forbes. 

"Ketidakpastian soal subsidi dan kebijakan energi bersih jelas membuat investor gelisah," kata Sarah Johnson, analis pasar dari Goldman Sachs, kepada Reuters. "Tesla sangat bergantung pada kredit pajak EV untuk menjaga daya saing harga, dan ancaman pemotongan ini bisa berdampak besar pada valuasi perusahaan."

Perseteruan ini juga mencerminkan perpecahan di dalam Partai Republik. Musk, yang memiliki pengaruh besar di kalangan anggota partai yang peduli pada defisit, mendorong penolakan terhadap RUU tersebut. 

Sementara itu, Trump tetap kukuh mendukung RUU ini, dengan Gedung Putih menyatakan bahwa kritik Musk tidak menggoyahkan posisinya. 

"Ini bukan hanya soal Trump versus Musk, tetapi juga soal arah kebijakan fiskal AS ke depan," ujar Michael Reynolds, pakar kebijakan publik dari Universitas Georgetown, kepada CBS News. "Musk ingin melindungi bisnisnya, sementara Trump ingin menunjukkan otoritasnya."

Konflik ini bukan yang pertama. Sejak Musk mundur dari pemerintahan Trump, hubungan mereka terus merenggang, ditandai dengan saling sindir di media sosial. 

Trump bahkan sempat mengancam deportasi Musk pada awal Juni, meskipun ancaman itu tampak lebih sebagai retorika. 

Musk, di sisi lain, mengaku menyesali beberapa postingannya yang dianggap "terlalu jauh," tetapi tetap tak ragu mengkritik kebijakan yang menurutnya merugikan.

Menjelang voting Senat untuk RUU "Big Beautiful Bill" yang dijadwalkan selesai sebelum 4 Juli 2025, ketegangan ini kemungkinan akan terus berlanjut. 

Bagi investor, pelaku industri kendaraan listrik, dan pengamat politik, perseteruan Trump-Musk bukan sekadar drama pribadi, tetapi cerminan dari tarik-menarik kebijakan yang bisa mengubah lanskap ekonomi dan politik AS.

Dengan saham Tesla yang terus tertekan dan defisit negara yang berpotensi membengkak, akankah Musk berhasil menghentikan RUU ini, atau Trump yang akan memenangkan pertarungan ini?