![]() |
Pelapor Khusus PBB untuk wilayah Palestina yang diduduki Francesca Albanese mengadakan konferensi pers di Kota PBB di Kopenhagen, Denmark pada tanggal 5 Februari 2025. (AFP/IDA MARIE ODGAARD) |
Konflik Israel-Gaza yang terus memanas sejak Oktober 2023 telah memicu sorotan global, tak hanya pada aspek kemanusiaan, tetapi juga ekonomi di baliknya.
Laporan terbaru Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) pada Juni 2025 mengungkap daftar perusahaan multinasional yang diduga berperan dalam apa yang disebut "ekonomi genosida" Israel. Dengan belanja militer Israel melonjak 65% menjadi $46,5 miliar pada 2023-2024.
Laporan PBB yang dirilis pada 16 Juni 2025 oleh Francesca Albanese, Pelapor Khusus PBB untuk situasi hak asasi manusia di Palestina, menyoroti keterlibatan 48 perusahaan dalam mendukung operasi militer Israel di Gaza.
Istilah "ekonomi genosida" yang digunakan dalam laporan ini merujuk pada aktivitas ekonomi yang memfasilitasi pendudukan Israel, yang kini dikaitkan dengan dugaan pelanggaran hukum internasional.
Laporan ini mengacu pada putusan Mahkamah Internasional (ICJ) pada Juli 2024, yang menyatakan kehadiran Israel di Tepi Barat dan Yerusalem Timur sebagai ilegal, serta resolusi Majelis Umum PBB pada September 2025 yang menuntut penghentian pendudukan.
Dari 48 perusahaan yang disebutkan, sebagian besar bergerak di sektor senjata, teknologi, keuangan, dan komoditas.
Database PBB bahkan mencatat lebih dari 1.000 entitas yang terkait, namun laporan ini menyoroti nama-nama besar yang berkontribusi signifikan.
“Perusahaan-perusahaan ini, secara sadar atau tidak, telah menjadi bagian dari mesin ekonomi yang mendukung pelanggaran hak asasi manusia,” kata Albanese dalam laporan yang dikutip Al Jazeera pada 2 Juli 2025.
Kapan Ini Mulai Mencuat?
Isu ini mulai mencuat sejak perang Gaza berkobar pada Oktober 2023, yang menyebabkan korban jiwa lebih dari 41.000 orang hingga akhir 2024, menurut laporan Amnesty International.
Belanja militer Israel yang melonjak 65% dalam dua tahun terakhir, ditambah kenaikan nilai pasar Bursa Efek Tel Aviv sebesar 179% atau $157,9 miliar, menunjukkan betapa menguntungkannya konflik ini bagi sejumlah perusahaan.
Laporan PBB menjadi puncak sorotan internasional, terutama setelah ICJ dan PBB mengeluarkan putusan yang memperkuat tuduhan pelanggaran hukum.
Seberapa Besar Dampaknya?
Dampak ekonomi dari keterlibatan perusahaan-perusahaan ini sangat besar. Laporan PBB menyebutkan bahwa perusahaan senjata seperti Lockheed Martin dan Leonardo S.p.A memasok komponen jet tempur, sementara raksasa teknologi seperti Microsoft, Amazon, dan Alphabet menyediakan layanan cloud dan teknologi AI yang digunakan dalam operasi militer.
Sektor keuangan juga tak luput, dengan BlackRock dan Vanguard disebut sebagai investor utama di perusahaan-perusahaan yang terkait pendudukan.
“Ekonomi pendudukan ini telah bertransformasi menjadi ekonomi genosida, dengan perusahaan multinasional memainkan peran kunci dalam mempertahankan operasi militer Israel,” ungkap Albanese, seraya menyerukan pertanggungjawaban eksekutif perusahaan.
Sementara itu, laporan American Friends Service Committee pada Februari 2025 juga mencatat bahwa perusahaan seperti AeroVironment dan Elbit Systems memasok drone dan bom, dengan kontrak senilai ratusan juta dolar sejak 2023.
Dampaknya tak hanya terasa di Gaza, tetapi juga di pasar global. Bursa saham Israel yang melonjak 179% menunjukkan betapa konflik ini mendorong pertumbuhan ekonomi tertentu, sementara di sisi lain memicu boikot dan protes global.
Gerakan divestasi dari perusahaan-perusahaan ini telah mengguncang pasar, dengan beberapa investor ritel di Eropa dan AS mulai menarik dana dari BlackRock dan Vanguard.
Siapa Saja Perusahaan yang Terlibat?
Berikut adalah daftar perusahaan utama yang disebut dalam laporan PBB, berdasarkan sektor:
• Senjata dan Teknologi:
- Lockheed Martin dan Leonardo S.p.A memasok komponen jet tempur F-35 dan F-16 yang digunakan di Gaza.
- Microsoft, Amazon, Alphabet Inc., IBM, dan Palantir Technologies menyediakan teknologi AI, cloud, dan analisis data untuk operasi militer.
• Teknologi Sipil dan Dual-Use
- Caterpillar menyediakan buldoser untuk penghancuran infrastruktur di wilayah pendudukan.
- Rada Electronic Industries memproduksi radar militer.
- Booking dan Airbnb memfasilitasi penyewaan properti di wilayah pendudukan.
- HD Hyundai, Volvo Group, Bright Dairy & Food, Netafim, Drummond Company, dan Glencore terlibat dalam pasokan komoditas dan mesin berat.
• Keuangan dan Investasi:
- BlackRock dan Vanguard memiliki saham besar di perusahaan senjata dan teknologi seperti Palantir dan Caterpillar.
- BNP Paribas, Barclays, Allianz, dan AXA mendanai obligasi perang dan berinvestasi di sektor terkait pendudukan.
“Perusahaan-perusahaan ini bukan sekadar pelaku pasif. Mereka secara aktif mendukung operasi yang melanggar hukum internasional,” kata Sarah Leah Whitson, Direktur Eksekutif Democracy for the Arab World Now, kepada Middle East Eye pada 1 Juli 2025.
Siapa yang terdampak?
Dampak terbesar dirasakan oleh warga Palestina di Gaza, dengan laporan Amnesty International pada Desember 2024 menyebutkan lebih dari 41.000 kematian dan kerusakan infrastruktur senilai miliaran dolar.
Namun, efeknya juga meluas ke ranah global. Investor ritel dan kelompok hak asasi manusia di AS dan Eropa kini mendorong divestasi dari perusahaan-perusahaan ini, memicu tekanan finansial pada BlackRock dan Vanguard.
Di sisi lain, perusahaan teknologi seperti Microsoft dan Amazon menghadapi kritik karena menyediakan infrastruktur digital untuk operasi militer.
Di Indonesia, isu ini memicu diskusi di media sosial, dengan tagar #BDS (Boycott, Divestment, Sanctions) trending di platform X sejak Juli 2025.
“Keterlibatan perusahaan-perusahaan ini menunjukkan bagaimana ekonomi global terhubung dengan konflik kemanusiaan. Kita perlu lebih kritis dalam memilih investasi,” ujar Dr. Anis Hidayah, pakar hak asasi manusia dari Universitas Indonesia.
Laporan PBB menyerukan agar perusahaan-perusahaan ini bertanggung jawab, termasuk dengan menghentikan operasi yang mendukung pendudukan.
Gerakan boikot global, yang didukung oleh organisasi seperti BDS, terus mendorong divestasi dari perusahaan-perusahaan yang terlibat.
Di sisi lain, negara-negara seperti AS tetap mempertahankan hubungan ekonomi dengan Israel, dengan kontrak senjata bernilai miliaran dolar setiap tahun.
0Komentar