Presiden Trump yakin negosiasi TikTok dengan China akan berhasil pada 7-8 Juli 2025. Dengan 170 juta pengguna AS menanti, kesepakatan ini bisa menentukan masa depan aplikasi viral di tengah isu keamanan dan perdagangan.  (Chip Somodevilla/Getty Images)

Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump dengan penuh percaya diri menyatakan bahwa negosiasi untuk menguasai TikTok, aplikasi video pendek yang digandrungi dunia, akan membuahkan hasil pada pekan ini, tepatnya mulai 7 atau 8 Juli 2025. 

Pernyataan ini disampaikan Trump kepada awak media di Air Force One pada Jumat (4/7), seperti dikutip Reuters. 

Dengan 170 juta pengguna aktif bulanan di AS, nasib TikTok menjadi sorotan karena dampaknya yang besar terhadap pengguna, pelaku bisnis, hingga hubungan diplomatik AS-China.  

Trump menyebut bahwa AS sudah "hampir" mencapai kesepakatan sebelumnya untuk memisahkan operasional TikTok di AS menjadi perusahaan baru berbasis Negeri Paman Sam, dengan mayoritas saham dimiliki investor Amerika. 

"Saya kira kita akan memulainya Senin atau Selasa, berbicara dengan China, mungkin Presiden Xi atau perwakilannya. Kami nyaris mendapatkan sebuah kesepakatan," ujar Trump. 

Ia bahkan menyinggung hubungan baiknya dengan Presiden China Xi Jinping, yang menurutnya bisa memuluskan negosiasi. 

"Saya pikir kesepakatan ini baik untuk China, dan baik untuk kita," tambahnya optimistis.  

Namun, di balik keyakinan Trump, tantangan besar masih menghadang. China, melalui ByteDance sebagai pemilik TikTok, menggunakan aplikasi ini sebagai alat tawar dalam negosiasi perdagangan yang lebih luas. 

Menurut New York Post, China sengaja menunda penjualan TikTok hingga mendapatkan kepastian soal kebijakan perdagangan, terutama setelah Trump memberlakukan tarif hingga 145% pada barang impor China, meskipun tarif ini sempat diturunkan. 

China bahkan meminta saham minoritas dan kepemilikan algoritma TikTok, yang menjadi pusat kontroversi karena dianggap berisiko oleh AS.  

Kekhawatiran keamanan nasional menjadi isu utama. Legislator AS menuding algoritma TikTok bisa dimanfaatkan untuk pengawasan dan pengumpulan data pengguna, tuduhan yang dibantah keras oleh China. 

"Isu keamanan ini bukan hal baru, tapi sangat krusial. AS ingin memastikan data 170 juta penggunanya aman," kata Dr. Amanda Lee, analis teknologi dari Stanford University, kepada Fox Business. 

Sementara itu, China bersikukuh bahwa TikTok hanyalah platform hiburan, bukan alat politik.  

Negosiasi ini juga terikat tenggat waktu ketat. Berdasarkan undang-undang "Protecting Americans from Foreign Adversary Controlled Applications Act" yang disahkan April 2024, ByteDance diberi waktu hingga 17 September 2025 untuk mendivestasi aset TikTok di AS atau menghadapi larangan total di toko aplikasi. 

Tenggat ini sudah diperpanjang tiga kali, termasuk oleh Trump sendiri pada Juni 2025. "Tenggat ini seperti pedang bermata dua. Jika gagal, TikTok bisa lenyap dari AS, tapi jika berhasil, ini jadi kemenangan besar bagi Trump," ujar Prof. James Carter, pakar hubungan internasional dari Georgetown University.  

Pembeli potensial seperti Oracle, yang didirikan oleh Larry Ellison, disebut-sebut sebagai kandidat kuat untuk mengambil alih operasional TikTok di AS. 

Namun, tanpa restu China, kesepakatan ini sulit terwujud. "China punya posisi tawar yang kuat. Mereka tahu TikTok bukan cuma soal bisnis, tapi juga simbol pengaruh global," kata Carter.  

Dengan negosiasi dijadwalkan mulai pekan depan, dunia menanti apakah Trump benar-benar bisa "menyelesaikan" saga TikTok ini. 

Keberhasilan kesepakatan akan menyelamatkan aplikasi yang digunakan oleh 170 juta warga AS dan menjaga hubungan perdagangan dengan China tetap stabil. 

Namun, jika gagal, dampaknya bisa meluas, dari kehilangan platform populer hingga ketegangan diplomatik yang kian memanas. 

"Semua mata tertuju pada 7-8 Juli. Ini bukan cuma soal TikTok, tapi juga soal siapa yang pegang kendali di era digital," pungkas Lee.