Penelitian terbaru menemukan air galon isi ulang rentan tercemar bakteri dan mikroplastik akibat proses pencucian yang tidak higienis. (Shutterstock/Vadim Zakharishchev)

Air galon isi ulang yang selama ini menjadi pilihan hemat bagi jutaan keluarga Indonesia ternyata menyimpan potensi bahaya tersembunyi. Penelitian terbaru mengungkapkan bahwa air galon isi ulang rentan tercemar mikroplastik dan bakteri, terutama akibat proses pencucian galon yang tidak higienis dan kondisi tangki penyimpanan air yang luput dari standar sanitasi.

Hasil penelitian yang dirilis pada pertengahan 2025 ini menyebutkan bahwa lebih dari 70% sampel air galon isi ulang yang diuji di sejumlah kota besar di Indonesia mengandung bakteri berbahaya seperti Escherichia coli (E. coli) dan Pseudomonas aeruginosa, serta fragmen mikroplastik berukuran mikron yang sulit disaring oleh tubuh manusia.

“Kandungan mikroplastik ditemukan hampir di setiap sampel, bahkan pada air yang tampak jernih sekalipun. Ini mengindikasikan proses pengemasan ulang yang tidak steril dan potensi kontaminasi dari galon yang digunakan berulang tanpa standar kebersihan yang jelas,” ujar Dr. Irwan Prasetya, pakar mikrobiologi lingkungan dari Universitas Indonesia.

Tak hanya itu, air yang tercemar juga berisiko menimbulkan gangguan kesehatan, mulai dari gangguan pencernaan ringan hingga infeksi serius, terutama pada anak-anak dan lansia. 

Kasus diare, menurut Kementerian Kesehatan, masih menjadi penyebab utama kunjungan pasien ke Puskesmas, dan salah satu pemicunya adalah konsumsi air minum yang tidak layak.

Tangki Penyimpanan dan Pencucian

Dalam investigasi lapangan yang dilakukan oleh tim peneliti independen dari lembaga Air Bersih Untuk Negeri (ABUN), ditemukan bahwa 80% depot isi ulang air minum tidak memiliki sistem filtrasi ganda atau alat sterilisasi UV. 

Lebih parah lagi, sebagian besar tangki penyimpanan air dibiarkan terbuka, sehingga rawan terkontaminasi debu, serangga, bahkan residu deterjen dari proses pencucian galon.

“Kami menemukan tangki air yang sudah berlumut, serta galon yang hanya dicuci menggunakan sabun biasa tanpa proses sterilisasi. Dalam jangka panjang, ini bukan cuma merugikan konsumen, tapi juga bisa menciptakan krisis kepercayaan terhadap air minum isi ulang,” ungkap Farida Anwar, direktur ABUN.

Masalah lain yang tak kalah penting adalah penggunaan galon plastik berulang kali hingga lapisan dalamnya mulai aus dan retak mikro. Mikroretakan ini menjadi tempat ideal bagi bakteri berkembang biak dan sulit dibersihkan meski telah dicuci berulang.

Tak Terlihat Tapi Masuk ke Tubuh

Kehadiran mikroplastik dalam air galon isi ulang menjadi perhatian tersendiri. Partikel mikroplastik dengan ukuran di bawah 5 mikron tak hanya berasal dari degradasi plastik galon itu sendiri, tetapi juga dari lingkungan sekitar selama proses pengisian dan distribusi.

Penelitian global yang dikutip dalam Journal of Water and Health menyebutkan bahwa mikroplastik dalam air minum dapat mengganggu sistem endokrin, memicu peradangan kronis, dan bahkan berpotensi meningkatkan risiko kanker dalam jangka panjang.

Indonesia sendiri belum memiliki regulasi ketat terkait kadar mikroplastik dalam air minum, termasuk pada air galon isi ulang. Padahal, negara-negara seperti Jerman dan Jepang telah lebih dahulu menerapkan ambang batas aman serta mewajibkan pengujian mikroplastik secara berkala.

Kesadaran Konsumen dan Ketegasan Regulasi

Di tengah temuan yang mengkhawatirkan ini, masyarakat dituntut untuk lebih waspada. Memastikan depot air isi ulang yang dipilih memiliki izin resmi, menyimpan galon dalam suhu ruangan, dan tidak menggunakan galon yang sudah terlihat kusam atau berubah bentuk bisa menjadi langkah awal yang penting.

Namun, para ahli menekankan bahwa tanggung jawab utama tetap berada di tangan regulator dan pelaku usaha.

“Regulasi harus ditingkatkan, pengawasan perlu diperluas. Jangan sampai kita baru bertindak setelah ada ledakan kasus penyakit akibat air minum,” tegas Dr. Irwan.

Sementara itu, pemerintah melalui BPOM dan Kementerian Kesehatan tengah menyusun revisi standar air minum dalam kemasan, termasuk kemungkinan mewajibkan sertifikasi ulang bagi semua depot isi ulang setiap dua tahun sekali.

Dengan konsumsi air galon isi ulang yang mencapai lebih dari 6 juta galon per hari di seluruh Indonesia, temuan ini menjadi alarm keras bagi semua pihak. Apa yang tampak hemat di permukaan, bisa jadi menyimpan risiko kesehatan yang mahal dalam jangka panjang.