Taiwan tengah bersiaga penuh menghadapi ancaman invasi dari China dengan menggelar latihan perang terbesar dan terpanjang dalam sejarahnya.
Latihan militer tahunan bertajuk Han Kuang 2025 ini akan berlangsung mulai 9 hingga 18 Juli 2025, menandai simulasi skala besar yang dirancang untuk menghadapi skenario blokade, invasi militer, hingga taktik “zona abu-abu” yang kian gencar dilakukan Beijing.
Dengan durasi 10 hari 9 malam dan melibatkan lebih dari 22.000 reservis, latihan ini menjadi bukti nyata tekad Taiwan untuk memperkuat pertahanan di tengah tekanan militer yang melonjak dari China.
Latihan Han Kuang kali ini bukan sekadar rutinitas tahunan. Presiden Taiwan, Lai Ching-te, menegaskan bahwa latihan ini adalah respons atas ancaman nyata, termasuk perang tanpa asap senjata seperti serangan siber, disinformasi, dan infiltrasi yang diduga dilakukan China.
“Taiwan yang demokratis, bebas, dan makmur hari ini adalah hasil keberanian dan keteguhan rakyatnya. Kita telah menghadapi berbagai tantangan dan tetap bersatu,” ujar Lai, seperti dikutip Reuters pada Rabu (2/7).
Pernyataan ini mencerminkan semangat Taiwan untuk tidak hanya bertahan, tetapi juga menunjukkan kepada dunia bahwa mereka siap menghadapi segala kemungkinan.
Apa yang membuat latihan ini begitu signifikan? Skalanya yang melonjak dibandingkan tahun-tahun sebelumnya menjadi sorotan utama.
Jika pada 2024 Taiwan hanya memobilisasi 14.647 reservis selama 5 hari 4 malam, kini jumlahnya melonjak lebih dari 50% menjadi 22.000 reservis dengan durasi hampir dua kali lipat.
Fokus latihan juga semakin realistis, mencakup simulasi blokade laut, operasi anti-pendaratan, dan pertempuran pantai.
Bahkan, skenario invasi potensial pada 2027 menjadi acuan, seiring kekhawatiran bahwa tahun tersebut—yang bertepatan dengan ulang tahun ke-100 pendirian Tentara Pembebasan Rakyat (PLA) China dan awal masa jabatan keempat Xi Jinping—bisa menjadi titik kritis eskalasi konflik.
Kepala Departemen Perencanaan Tempur Gabungan Kementerian Pertahanan Taiwan, Tung Chih-hsing, menegaskan bahwa latihan ini dirancang untuk menunjukkan kemampuan dan tekad Taiwan dalam mempertahankan diri.
“Kami akan menunjukkan tekad dan kemampuan kami untuk membela diri dan negara melalui tindakan yang nyata,” katanya.
Salah satu skenario utama adalah respons terhadap taktik “zona abu-abu” China, yaitu manuver provokatif seperti patroli militer intensif yang tidak langsung memicu konflik terbuka.
Taiwan juga mensimulasikan serangan misil besar-besaran, dengan potensi 500 misil jelajah darat diluncurkan dalam waktu 3 menit, sebagaimana dilaporkan Focus Taiwan.
Tak hanya militer, warga sipil juga akan merasakan dampak latihan ini. Simulasi pertahanan sipil, termasuk alarm rudal dan evakuasi massal, akan digelar dari 15 hingga 18 Juli 2025.
Kota-kota besar seperti Taipei akan menghentikan aktivitas ekonomi dan lalu lintas untuk mensimulasikan situasi darurat.
Langkah ini menunjukkan betapa seriusnya Taiwan mempersiapkan seluruh lapisan masyarakat menghadapi kemungkinan konflik.
Koordinasi sipil-militer menjadi kunci, dengan pemerintah daerah dilibatkan untuk memastikan ketahanan nasional di tengah ancaman.
Latar belakang latihan ini tidak lepas dari ketegangan politik yang kian memanas. Pidato-pidato Presiden Lai yang menyerukan persatuan bangsa memicu reaksi keras dari Beijing, yang menilai pernyataan tersebut sebagai provokasi.
China, yang menganggap Taiwan sebagai bagian wilayahnya, terus meningkatkan tekanan militer melalui patroli udara dan laut yang semakin agresif.
Latihan Han Kuang 2025 menjadi jawaban Taiwan atas ancaman ini, sekaligus sinyal kepada komunitas internasional bahwa mereka tidak akan menyerah begitu saja.
Namun, latihan ini juga memiliki rencana cadangan. Jika terjadi bencana alam seperti topan atau gempa bumi yang memengaruhi dua zona tempur atau lebih, latihan bisa ditunda, menurut laporan Focus Taiwan.
Fleksibilitas ini menunjukkan bahwa Taiwan tidak hanya fokus pada ancaman eksternal, tetapi juga siap menghadapi tantangan domestik yang tak terduga.
Dengan latihan Han Kuang 2025, Taiwan tidak hanya berlatih untuk bertahan, tetapi juga mengirim pesan kuat: mereka siap menghadapi ancaman invasi China, kapan pun itu terjadi.
0Komentar