![]() |
Presiden AS Donald Trump umumkan Israel setuju gencatan senjata 60 hari di Gaza pada 1 Juli 2025. Hamas didesak terima kesepakatan, atau situasi bisa memburuk. (REUTERS/Amir Cohen) |
Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump menggebrak dunia dengan pengumuman besar: Israel telah menyetujui gencatan senjata selama 60 hari di Jalur Gaza.
Pernyataan ini disampaikan pada Selasa, 1 Juli 2025, melalui platform Truth Social, di tengah eskalasi konflik yang telah merenggut 56.647 nyawa di Gaza sejak Oktober 2023, menurut data kementerian kesehatan yang dikelola Hamas.
Kesepakatan ini, yang melibatkan pembebasan sandera, diharapkan menjadi langkah awal menuju solusi damai, namun tekanan kini tertuju pada Hamas untuk menerima tawaran ini.
Jika gagal, Trump memperingatkan situasi bisa "jauh lebih buruk," memengaruhi jutaan warga di Timur Tengah.
Pengumuman Trump datang menjelang pertemuan krusial dengan Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu di Gedung Putih pada 7 Juli 2025.
Dalam unggahannya, Trump menegaskan, "Perwakilan saya telah melakukan pertemuan panjang dan produktif dengan pihak Israel hari ini mengenai Gaza. Israel telah menyetujui syarat-syarat yang diperlukan untuk memfinalisasi GENCATAN SENJATA selama 60 hari, dan selama periode ini, kami akan bekerja dengan semua pihak untuk mengakhiri Perang."
Qatar dan Mesir ditunjuk sebagai mediator untuk menyampaikan proposal akhir kepada Hamas, dengan harapan kesepakatan ini bisa meredakan ketegangan yang telah berlangsung selama hampir dua tahun.
Konflik di Gaza, yang dipicu serangan Hamas pada 7 Oktober 2023 yang menewaskan sekitar 1.200 orang di Israel, telah menyebabkan krisis kemanusiaan yang mengerikan.
Lebih dari 56.000 jiwa telah melayang, dengan jutaan warga Gaza terdampak kelaparan, pengungsian, dan kehancuran infrastruktur.
Gencatan senjata ini diharapkan membuka jalan bagi negosiasi damai jangka panjang, termasuk pembahasan tata kelola Gaza pasca-konflik.
Israel menuntut agar Hamas dilucuti dari kekuasaan, sayap militernya dibubarkan, dan komandan seniornya diasingkan.
Sebaliknya, Hamas bersikeras pada jaminan AS untuk gencatan senjata permanen, sebuah syarat yang masih jadi ganjalan.
Menurut laporan Axios, Israel telah menyetujui proposal terbaru dari Qatar, dan pembicaraan tidak langsung dengan Hamas sedang berlangsung di Kairo.
Namun, tantangan besar masih menanti. "Hamas belum memberikan sinyal jelas apakah mereka akan menerima kesepakatan ini," kata Dr. Aaron David Miller, pakar Timur Tengah dari Carnegie Endowment for International Peace, kepada Axios.
"Jika Hamas menolak, Israel bisa memperluas operasi militernya, seperti yang terjadi di Rafah, dan ini akan memperburuk krisis kemanusiaan," tambahnya.
Trump sendiri tak main-main, memperingatkan Hamas dengan nada tegas: "Saya berharap, demi kebaikan Timur Tengah, bahwa Hamas menerima Kesepakatan ini, karena tidak akan menjadi lebih baik - KEADAAN HANYA AKAN MENJADI LEBIH BURUK."
Di Israel, Netanyahu menghadapi tekanan domestik yang kian memanas. Koalisi sayap kanannya menolak gencatan senjata, sementara keluarga sandera terus mendesak pembebasan.
"Netanyahu berada di posisi sulit. Ia harus menyeimbangkan tekanan domestik dengan dorongan internasional untuk damai," ujar Yossi Mekelberg, analis politik dari Chatham House, kepada BBC News.
Pertemuan dengan Trump pekan depan diperkirakan akan fokus pada implementasi gencatan senjata, langkah keamanan selama jeda konflik, dan peta jalan menuju solusi jangka panjang.
Salah satu usulan adalah melibatkan negara-negara Arab seperti Mesir, Yordania, UEA, dan Arab Saudi dalam tata kelola Gaza, tanpa kehadiran Hamas atau Otoritas Palestina.
Dampak dari pengumuman ini langsung terasa di pasar global. Harga minyak Brent turun 1,2% ke level US$72 per barel pada Selasa malam, mencerminkan harapan meredanya ketegangan geopolitik di Timur Tengah, menurut data Bloomberg.
Namun, investor tetap waspada, mengingat ketidakpastian respons Hamas. "Pasar benci ketidakpastian. Jika Hamas menolak, kita bisa melihat lonjakan harga minyak kembali," kata Sarah Emerson, analis energi dari ESAI Energy, kepada Reuters.
Gencatan senjata ini, jika terealisasi, bisa menjadi titik balik bagi kawasan yang telah dilanda konflik berkepanjangan.
0Komentar