![]() |
Otoritas Singapura menjatuhkan denda Rp340 miliar kepada 9 bank besar terkait skandal pencucian uang senilai Rp34 triliun. Reputasi keuangan ikut dipertaruhkan. (ST.PHOTO/LIM YAOHUI) |
Skandal pencucian uang terbesar dalam sejarah Singapura kembali mengguncang dunia keuangan. Pada 4 Juli 2025, Otoritas Moneter Singapura (MAS) menjatuhkan sanksi kepada sembilan lembaga keuangan, termasuk bank-bank ternama, dengan total denda mencapai S$27,45 juta atau setara Rp 340 miliar (kurs Rp 12.386 per S$).
Hukuman ini terkait kasus pencucian uang senilai lebih dari US$2,2 miliar (sekitar Rp 34 triliun) yang terungkap pada Agustus 2023.
Dari bank raksasa seperti Credit Suisse hingga perusahaan manajemen aset lokal, sederet nama besar kini berada di bawah sorotan karena kelalaian dalam mencegah aliran dana haram.
Kasus ini berawal dari penggerebekan besar-besaran pada Agustus 2023, yang mengakibatkan penahanan 10 warga asing.
Mereka terbukti menyimpan dana hasil penipuan dan perjudian online dari luar negeri di rekening bank Singapura. Dana tersebut kemudian diubah menjadi aset mewah seperti properti, mobil, tas tangan, hingga perhiasan.
Total aset ilegal yang disita mencapai lebih dari S$3 miliar, menjadikan kasus ini sebagai yang terbesar di Singapura.
Para pelaku telah dijatuhi hukuman penjara 13 hingga 17 bulan, dideportasi, dan dilarang kembali ke Singapura.
MAS mengungkapkan, sembilan lembaga keuangan yang disanksi gagal menjalankan pengawasan ketat terhadap risiko pencucian uang.
Mereka dinilai lemah dalam menilai risiko pelanggan, memverifikasi sumber kekayaan, dan memantau transaksi mencurigakan.
"Lembaga keuangan ini telah memulai perbaikan, dan kami akan memantau kemajuan mereka dengan ketat," ujar juru bicara MAS, seperti dikutip dari pernyataan resmi pada 4 Juli 2025.
Berikut daftar sembilan lembaga keuangan yang terkena sanksi:
• Credit Suisse Singapore Branch (CSSB) didenda S$5,8 juta, United Overseas Bank (UOB) S$5,6 juta,
• UBS Singapore Branch S$3 juta,
• Citibank Singapore Limited S$2,6 juta, dan
• Julius Baer International Limited S$2,4 juta.
Selain bank, perusahaan pialang yang juga terkena Sanksi:
• UOB Kay Hian Private Limited dikenakan denda S$2,85 juta,
• perusahaan manajemen aset Blue Ocean Invest Pte Ltd S$2,4 juta,
• LGT Bank (Singapore) Limited S$1 juta, serta
• Trident Trust Company (Singapore) Pte Ltd S$1,8 juta.
Denda terbesar diterima Credit Suisse dan UOB, masing-masing setara Rp 71,8 miliar dan Rp 69,3 miliar, mencerminkan tingkat pelanggaran yang dianggap serius oleh MAS.
"Kegagalan dalam pengendalian anti-pencucian uang menunjukkan celah besar dalam sistem perbankan. Ini bukan sekadar masalah teknis, tetapi ancaman terhadap integritas Singapura sebagai pusat keuangan global," kata Dr. Tan Wei Ming, pakar keuangan dari Nanyang Technological University.
Menurut laporan Reuters, investigasi MAS yang berlangsung dari awal 2023 hingga awal 2025 mengungkap bahwa kelalaian utama terletak pada lemahnya verifikasi sumber dana pelanggan.
Misalnya, Credit Suisse diketahui melanggar aturan anti-pencucian uang untuk rekening pelanggan AS dari November 2017 hingga Oktober 2023.
Sementara itu, Citibank dan Julius Baer juga menghadapi masalah tambahan, dengan dua mantan pegawai Citibank dan satu dari Julius Baer didakwa karena memalsukan dokumen dan memfasilitasi aliran dana haram.
Selain denda, MAS juga mengeluarkan larangan beroperasi kepada empat individu dari Blue Ocean Invest, dengan masa larangan antara tiga hingga enam tahun.
Tiga individu dari Trident Trust dan dua dari UOB juga menerima teguran resmi karena gagal menjalankan tugas pengawasan.
"Tindakan ini menunjukkan bahwa MAS tidak hanya menargetkan institusi, tetapi juga individu yang lalai," kata Angela Koh, analis keuangan senior dari firma konsultan Risk Advisory Group.
Kasus ini menjadi pukulan keras bagi reputasi Singapura sebagai pusat keuangan yang bersih. Data dari Financial Action Task Force (FATF) menunjukkan bahwa sektor perbankan Singapura memiliki risiko pencucian uang tertinggi dibandingkan sektor lain di negara itu.
Dengan denda yang mencapai 94% dari total sanksi dalam kasus 1MDB pada 2017 (S$29,1 juta), tindakan MAS kali ini menegaskan sikap tegas terhadap pelanggaran.
Ke depan, semua lembaga keuangan yang disanksi telah berkomitmen untuk memperbaiki sistem mereka. Namun, tekanan untuk mematuhi regulasi yang semakin ketat diperkirakan akan terus meningkat.
"Singapura tidak punya pilihan selain memperketat pengawasan. Kasus ini adalah peringatan bahwa tidak ada lembaga keuangan yang kebal dari risiko," tutup Tan Wei Ming.
Skandal ini bukan hanya soal angka, tetapi juga pelajaran mahal tentang pentingnya kepatuhan dalam menjaga kepercayaan dunia terhadap sistem keuangan Singapura.
0Komentar