![]() |
Menteri Pertanian Amran Sulaiman ungkap pihak yang tak senang Indonesia swasembada pangan, dari importir hingga negara eksportir. Triliunan rupiah dipertaruhkan, mafia pangan diusut. (Ditjenbun) |
Upaya pemerintah mewujudkan swasembada pangan dalam 4–5 tahun ke depan ternyata tak berjalan mulus. Di balik berbagai program strategis seperti food estate dan modernisasi pertanian, Menteri Pertanian Andi Amran Sulaiman mengungkap adanya pihak-pihak yang tidak senang jika Indonesia mandiri dalam urusan pangan, terutama beras.
Pihak yang disebut Amran tak lain adalah para importir beras. Dalam pernyataan terbarunya, Amran menyebut bahwa kelompok ini telah membangun ekosistem bisnis impor sejak lama.
Mereka memiliki jaringan distribusi, kapal, gudang, hingga pegawai tetap. Namun jika Indonesia benar-benar mampu memenuhi kebutuhan pangannya sendiri, keuntungan besar dari bisnis impor akan lenyap.
“Mereka sudah bangun gudang puluhan tahun, sudah punya kapal, langganan, pegawai. Kalau sekarang bisa untung triliunan dalam satu hingga dua bulan, nanti ketika sudah swasembada, mereka tak bisa lagi meraup untung besar,” kata Amran dalam pernyataan resminya, Minggu (13/7/2025).
Tak hanya importir domestik, negara-negara lain pun disebut tak nyaman dengan langkah Indonesia ini. Pasalnya, Indonesia selama ini dikenal sebagai importir beras terbesar dunia, dengan volume impor yang pernah menembus 7 juta ton per tahun.
Jika Indonesia tak lagi impor, permintaan global akan berkurang drastis dan harga beras dunia bisa anjlok.
“Tidak ada satu pun negara luar yang ingin Indonesia swasembada, terutama beras. Kalau kita tak lagi impor, harga pangan dunia bisa turun drastis,” ujar Amran.
Produksi Melonjak, Stok Tertinggi Sepanjang Sejarah
Terlepas dari hambatan tersebut, pemerintah tetap tancap gas. Menteri Amran menyatakan bahwa cadangan pangan nasional, khususnya beras dan jagung, saat ini berada di level tertinggi sepanjang sejarah Indonesia. Produksi pangan nasional pun meningkat tajam.
Presiden Prabowo Subianto mengamini hal tersebut. Menurutnya, produksi pangan hingga semester I–2025 naik signifikan, yakni 40–50% dibandingkan periode sama tahun sebelumnya.
“Cadangan beras dan jagung yang ada saat ini adalah tertinggi sepanjang sejarah kita. Saya yakin, Indonesia tidak hanya bisa swasembada, tapi menjadi lumbung pangan dunia,” kata Prabowo.
Pemerintah saat ini fokus pada perluasan food estate, subsidi pupuk, hingga penguatan distribusi. Semua strategi ini dimaksudkan untuk mengurangi ketergantungan pada impor dan memperbaiki kesejahteraan petani.
Dugaan Permainan Kotor di Balik Impor: “Mereka Mainkan Pasokan dan Harga”
Tak berhenti pada soal kepentingan ekonomi, Amran juga membongkar adanya praktik kotor di sektor pangan. Salah satunya adalah dugaan pengoplosan dan penyalahgunaan beras subsidi SPHP (Stabilisasi Pasokan dan Harga Pangan).
Modusnya: beras bersubsidi dioplos dan dijual kembali sebagai beras premium dengan harga lebih mahal.
Investigasi pemerintah menemukan bahwa 212 dari 268 merek beras yang diperiksa tidak memenuhi standar mutu SNI, dengan berat kemasan yang kurang, dan dijual di atas Harga Eceran Tertinggi (HET). Sebanyak 10 produsen besar pun sudah diperiksa oleh Satgas Pangan dan Bareskrim Polri.
“Ada mafia pangan yang curang. Mainkan pasokan, ubah kemasan, lalu jual di atas HET. Ini jelas merugikan masyarakat dan petani,” ujar Amran.
Potensi kerugian akibat praktik curang ini tidak main-main. Pemerintah memperkirakan nilainya bisa mencapai Rp99 triliun per tahun.
Langkah tegas diambil. Pemerintah bersama Satgas Pangan, Bareskrim, dan Kejaksaan Agung telah melakukan penindakan. Selain produsen beras, Amran juga mengungkap temuan pupuk palsu yang telah merugikan petani hingga Rp3,2 triliun.
Empat perusahaan pupuk sudah diperiksa, dan Mentan menyebutkan merek-merek yang terlibat akan segera diumumkan ke publik.
“Kami tidak akan kendor. Sudah kami laporkan ke Kapolri dan Jaksa Agung. Masyarakat berhak tahu siapa yang curang,” tegas Amran.
Petani Dipuji, Importir Dikecam
Di tengah tekanan dari pihak-pihak yang merasa dirugikan, Amran menyampaikan apresiasi penuh kepada petani, penyuluh, dan kepala dinas pertanian daerah. Presiden Prabowo pun turut menyampaikan rasa terima kasih kepada mereka.
“Para petani, penyuluh, kepala dinas, kalian adalah pahlawan pangan kita. Berkat kalian, harga pangan global bisa ditekan,” kata Amran.
Dengan produksi yang terus meningkat dan dukungan politik yang solid, pemerintah yakin bisa mencapai swasembada pangan dalam 4–5 tahun ke depan.
Namun, jalan ke sana tidak mudah. Benturan kepentingan, praktik mafia, dan tekanan internasional jadi tantangan nyata yang tak bisa disepelekan.
Swasembada Pangan Jadi Perang Kepentingan
Narasi besar swasembada pangan kini telah menjadi medan perang antara kepentingan nasional dan dominasi bisnis lama.
Di satu sisi, ada visi besar untuk menjadikan Indonesia sebagai negara mandiri pangan dan bahkan eksportir beras. Di sisi lain, ada kelompok yang selama ini menikmati keuntungan besar dari rantai impor dan distribusi yang tak transparan.
“Kita sedang berebut kedaulatan pangan. Ini bukan soal beras saja, tapi soal siapa yang mengendalikan pasar,” ujar Amran.
Pemerintah tampaknya tidak akan mundur. Dengan cadangan tertinggi, lonjakan produksi, dan penegakan hukum yang makin ketat, swasembada bukan lagi sekadar mimpi. Tapi tantangannya kini makin terbuka bukan hanya cuaca atau lahan, tapi juga kekuatan ekonomi yang tak rela kehilangan dominasinya.
0Komentar