![]() |
Kemenkeu ajukan tambahan anggaran Rp4,88 triliun untuk 2026, dengan alasan pagu awal hanya cukup untuk gaji dan operasional dasar. |
Kementerian Keuangan (Kemenkeu) kembali mengajukan tambahan anggaran jumbo untuk tahun 2026. Tak tanggung-tanggung, nilai yang diajukan mencapai Rp4,88 triliun. Angka ini membuat total usulan pagu anggaran Kemenkeu tahun depan melonjak dari Rp47,13 triliun menjadi Rp52,02 triliun.
Tambahan ini disampaikan langsung Wakil Menteri Keuangan Suahasil Nazara dalam rapat kerja bersama Komisi XI DPR, Senin (14/7).
Suahasil berdalih, penambahan anggaran ini bukan sekadar belanja rutin. Menurutnya, pagu indikatif saat ini hanya cukup untuk gaji pegawai dan operasional dasar.
Jika tak ditambah, Kemenkeu tak akan punya ruang fiskal untuk menjalankan fungsi-fungsi vital negara. “Kami ingin pengelolaan fiskal tetap optimal dan program-program strategis bisa dijalankan,” ujarnya di hadapan anggota dewan.
Poin menarik dari usulan ini adalah arah alokasinya. Hampir seluruh tambahan anggaran akan digelontorkan ke sektor teknologi informasi dan digitalisasi sistem keuangan negara.
Sekitar Rp1,9 triliun direncanakan untuk menutup belanja teknologi informasi dan komunikasi (TIK) yang belum terdanai dalam pagu awal. Sementara Rp1,2 triliun bakal digunakan untuk mendongkrak penerimaan negara, termasuk penguatan infrastruktur perpajakan.
Ada pula alokasi Rp1,74 triliun untuk mendanai layanan-layanan mandatori dan prioritas, serta Rp41,32 miliar untuk mendukung operasional unit eselon I yang baru dibentuk.
Dalam konteks kelembagaan, ini termasuk Direktorat Jenderal Kekayaan Negara (DJKN) dan Lembaga Manajemen Aset Negara (LMAN) yang terus didorong digitalisasi layanannya.
Namun di balik angka-angka tersebut, muncul pertanyaan klasik: seberapa efisien tambahan anggaran ini? Ketua Komisi XI DPR Mukhamad Misbakhun secara terbuka mengkritisi permintaan tambahan ini.
Dalam forum yang sama, ia menilai aneh jika justru bendahara negara—yang selama ini mengatur dan memutuskan jatah kementerian/lembaga lain—malah ikut minta tambahan.
“Kementerian Keuangan itu kan pusat yang punya uang, masa minta tambahan juga?” kata Misbakhun dengan nada heran.
Kritik ini tak berdiri sendiri. Pengamat anggaran dari INDEF, Nailul Huda, menilai tambahan Rp4,88 triliun perlu dikaji mendalam. Ia mempertanyakan sejauh mana outcome dari proyek-proyek TIK yang sudah dibiayai di tahun-tahun sebelumnya.
“Digitalisasi anggaran memang penting, tapi bukan berarti semua diatasi dengan anggaran besar. Efektivitas dan keberlanjutan program harus diutamakan,” ujar Huda saat dihubungi terpisah.
Terlepas dari polemik tersebut, Kemenkeu tampaknya tetap all out memperkuat lini-lini strategisnya.
Lima program prioritas tetap jadi andalan: kebijakan fiskal, pengelolaan penerimaan dan belanja negara, manajemen kas dan kekayaan negara, penguatan risiko fiskal, serta dukungan manajemen. Semua program ini diklaim menjadi tulang punggung tata kelola keuangan negara.
Menariknya, meskipun pagu utama Kemenkeu naik, pagu Badan Layanan Umum (BLU) yang berada di bawahnya tetap berada di angka Rp10,38 triliun.
Ini mencakup pengelolaan Lembaga Pengelola Dana Pendidikan (LPDP), Badan Pengelola Dana Perkebunan (BPDP), dan Pusat Investasi Pemerintah (PIP). Artinya, lonjakan anggaran lebih difokuskan untuk internal Kemenkeu ketimbang lembaga-lembaga turunan.
Tren penambahan anggaran ini seolah menjadi gejala umum menjelang pembahasan RUU APBN 2026. Tak hanya Kemenkeu, sejumlah kementerian dan lembaga juga mulai mengajukan penambahan. Di tengah ancaman pelebaran defisit dan tekanan belanja subsidi, manuver ini menunjukkan betapa ketatnya kontestasi fiskal antarinstansi.
Jika disetujui DPR, tambahan Rp4,88 triliun ini akan jadi salah satu lonjakan terbesar dalam sejarah pengajuan anggaran Kemenkeu dalam satu tahun fiskal.
Namun, apakah outputnya akan sepadan dengan investasinya? Jawaban itu baru akan terlihat setelah 2026 berjalan. Yang pasti, langkah Kemenkeu kali ini menunjukkan bahwa kementerian yang selama ini jadi "penjaga dompet negara", kini juga ikut berlomba menebalkan anggarannya sendiri.
0Komentar