Israel berhasil mencegat rudal balistik dari Yaman pada 1 Juli 2025, saat sirene berbunyi di Yerusalem. Ketegangan dengan Huthi meningkat, ancam eskalasi regional. (AP)

Israel kembali dikejutkan oleh serangan rudal balistik dari Yaman yang berhasil dicegat pada Selasa malam, 1 Juli 2025, sekitar pukul 20:27 waktu setempat. 

Sirene serangan udara meraung di Yerusalem, Bandara Ben Gurion, Modiin, Rishon Lezion, hingga perbatasan Gaza, memicu kewaspadaan tinggi di tengah konflik regional yang kian memanas. 

Militer Israel mengklaim keberhasilan mencegat rudal tersebut tanpa korban jiwa atau kerusakan, namun insiden ini menyoroti ancaman berkelanjutan dari pemberontak Huthi yang didukung Iran. 

Siapa terdampak? Warga Israel di wilayah terkena sirene hingga pemerintah yang kini menyiapkan respons keras.

Insiden ini bukan yang pertama. Huthi, yang menguasai sebagian besar Yaman, telah meluncurkan lebih dari 50 rudal balistik dan 13 drone ke Israel sejak gencatan senjata di Gaza berakhir pada Maret 2025. 

Serangan terbaru ini terjadi hanya tiga hari setelah Huthi mengumumkan peluncuran rudal pada 28 Juni 2025, sebagai respons atas tindakan Israel di Gaza. 

"Yaman akan diperlakukan seperti Tehran. Siapa pun yang mengangkat tangan melawan Israel, tangan itu akan dipotong," tegas Menteri Pertahanan Israel, Israel Katz, seperti dikutip The Times of Israel. 

Ancaman ini memperlihatkan betapa seriusnya Israel menanggapi eskalasi dari Yaman.

Militer Israel, melalui Angkatan Udara Israel (IAF), berhasil mencegat rudal balistik dari Yaman dan roket tambahan dari Gaza dalam waktu singkat. 

Menurut laporan Ynetnews, rudal terdeteksi sekitar tujuh menit sebelum sirene berbunyi, memberikan waktu bagi sistem pertahanan udara untuk bertindak. 

Video yang beredar di platform X menunjukkan ledakan biru dramatis di langit, tanda rudal dihancurkan di luar atmosfer. 

"Intersepsi ini menunjukkan keunggulan teknologi pertahanan udara Israel, yang mampu menangani ancaman multi-front," kata Dr. Eyal Pinko, analis militer dari Universitas Bar-Ilan, kepada Ynetnews.

Konflik ini berakar pada serangan Hamas pada 7 Oktober 2023, yang memicu perang Gaza dan mendorong Huthi untuk melancarkan serangan sebagai bentuk solidaritas dengan Palestina. 

Sejak November 2023, Huthi telah menargetkan tidak hanya Israel, tetapi juga lalu lintas maritim di Laut Merah, mengganggu jalur perdagangan global. 

Data dari The Times of Israel menyebutkan bahwa serangan Huthi sempat terhenti selama gencatan senjata dua bulan di Gaza hingga Maret 2025, tetapi kembali melonjak setelah Israel melanjutkan operasi militernya.

Israel tidak tinggal diam. Sebagai balasan, Angkatan Laut Israel telah menyerang pelabuhan yang dikuasai Huthi di Hodaiedah, sementara serangan udara menargetkan Bandara Sanaa dan fasilitas strategis lainnya di ibu kota Yaman yang dikuasai pemberontak. 

Salah satu serangan signifikan terjadi pada 14 Juni 2025, menargetkan Abdul Karim al-Ghamari, tokoh kunci Huthi, menurut Ynetnews. 

"Israel tampaknya ingin menunjukkan bahwa mereka tidak akan mentoleransi ancaman dari Yaman, sama seperti mereka menangani Iran," ujar Dr. Yoel Guzansky, peneliti senior di Institut Studi Keamanan Nasional Israel, kepada The Times of Israel.

Eskalasi ini juga memengaruhi situasi domestik Israel. Penutupan sementara ruang udara selama insiden, seperti dilaporkan Ynetnews, mengganggu operasional Bandara Ben Gurion, meskipun dampaknya tidak signifikan. 

Warga di wilayah terdampak, terutama Yerusalem, sempat diminta berlindung sebelum Komando Front Dalam Negeri Israel mengumumkan situasi aman. 

"Kami tidak bisa terus hidup dalam ketakutan setiap kali sirene berbunyi. Sistem pertahanan kami kuat, tapi pemerintah harus bertindak tegas," kata Rivka Cohen, warga Yerusalem, kepada Ynetnews.

Di sisi lain, Huthi menegaskan bahwa serangan mereka akan terus berlanjut selama Israel melanjutkan operasinya di Gaza. 

Pernyataan Huthi pada 28 Juni 2025 menyebutkan bahwa rudal balistik ditembakkan sebagai respons terhadap 

"pelanggaran Israel terhadap warga Palestina." Gencatan senjata singkat antara Israel dan Iran pada 24 Juni 2025, yang mengakhiri perang 12 hari, tampaknya tidak mampu meredam ambisi Huthi untuk tetap menyerang.

Menurut Dr. Pinko, ketegangan ini berpotensi memicu konflik yang lebih luas, terutama karena keterlibatan Iran sebagai pendukung utama Huthi. 

"Iran menggunakan Huthi sebagai proksi untuk melemahkan Israel tanpa konfrontasi langsung," katanya. 

Sementara itu, Israel diperkirakan akan meningkatkan serangan balasan ke Yaman, yang dapat memperburuk situasi kemanusiaan di negara yang sudah dilanda perang saudara tersebut.

Hingga kini, tidak ada korban jiwa yang dilaporkan dari serangan 1 Juli 2025, menunjukkan keberhasilan sistem pertahanan Israel. 

Namun, dengan ancaman Huthi yang terus berulang dan respons keras Israel, ketegangan di Timur Tengah tampaknya belum akan mereda. 

"Ini seperti permainan kucing dan tikus, tapi dengan konsekuensi yang jauh lebih besar," tutup Guzansky.