![]() |
Hong Kong mengusulkan RUU pengakuan pasangan sesama jenis pada Juli 2025, didukung 60% warga. (Asian Private Banker). |
Hong Kong melangkah ke arah sejarah dengan mengusulkan kerangka hukum untuk mengakui pasangan sesama jenis, sebuah terobosan yang telah lama dinanti komunitas LGBTQ di wilayah itu.
Pada 3 Juli 2025, pemerintah setempat mengajukan dokumen ke legislatif untuk memberikan pengakuan legal terbatas bagi pasangan sesama jenis yang telah menikah atau bermitra secara hukum di luar negeri.
Langkah ini, yang diharapkan terwujud sebelum tenggat Oktober 2025, menjanjikan hak-hak seperti pengambilan keputusan medis dan urusan pascakematian.
Namun, di tengah sorotan global, usulan ini menuai kritik karena dianggap konservatif dan tidak inklusif.
Siapa yang terdampak, dan seberapa besar efeknya bagi kota yang sedang berjuang memperbaiki reputasinya?
Pemicu usulan ini adalah putusan Pengadilan Tinggi Hong Kong pada 2023, yang memerintahkan pemerintah menyusun kerangka hukum untuk pasangan sesama jenis menyusul gugatan aktivis pro-demokrasi Jimmy Sham.
Dalam putusan tersebut, pengadilan tidak mengakui pernikahan sesama jenis, tetapi menuntut adanya pengakuan alternatif untuk kebutuhan sosial dasar, seperti hak medis dan pengurusan jenazah.
Dokumen usulan pemerintah, yang diajukan Kamis lalu, menetapkan syarat ketat: pasangan harus berusia minimal 18 tahun, telah menikah atau bermitra secara hukum di luar negeri, dan setidaknya salah satu pihak adalah penduduk Hong Kong.
Namun, hak yang diberikan terbatas, tidak mencakup manfaat pajak, perumahan, atau warisan—yang sudah diakui dalam putusan terpisah pada 2024.
Langkah ini dinilai strategis bagi Hong Kong, yang sedang berjuang menarik kembali talenta global dan investasi setelah eksodus besar-besaran pasca-protes pro-demokrasi 2019 dan kebijakan isolasi selama pandemi.
Data menunjukkan, kota ini kehilangan lebih dari 100.000 penduduk dan ribuan profesional terampil antara 2019-2022, mendorong pemerintah mencari cara untuk memperbaiki citra sebagai pusat keuangan dunia.
Dukungan terhadap hak LGBTQ dianggap kunci untuk menarik perusahaan multinasional, seperti yang terlihat di Thailand, di mana legalisasi pernikahan sesama jenis diprediksi meningkatkan pendapatan pariwisata hingga 4% per tahun.
Meski begitu, usulan ini tidak luput dari kritik. Jerome Yau, pendiri Hong Kong Marriage Equality, menyebutnya “sangat konservatif” dan “tidak adil” karena mensyaratkan pendaftaran pernikahan di luar negeri.
“Banyak pasangan tidak punya akses atau dana untuk menikah di luar negeri. Ini diskriminatif,” tegas Yau.
Jimmy Sham, yang memicu kasus ini dengan menuntut pengakuan pernikahannya di New York, menyebut langkah pemerintah sebagai “langkah kecil” yang hanya menawarkan “sedikit sekali” hak inti.
Dalam unggahan di Facebook, ia menyerukan sistem pendaftaran lokal agar pasangan tidak bergantung pada yurisdiksi asing.
Survei Chinese University of Hong Kong pada 2025 mengungkapkan bahwa 70% individu dalam hubungan sesama jenis ingin menikahi pasangan mereka, dengan mayoritas orang tua mereka mendukung pengakuan hukum.
Sementara itu, survei lain pada 2023 menunjukkan 60% warga Hong Kong mendukung pernikahan sesama jenis, dengan hanya 17% menentang.
Angka ini mencerminkan pergeseran sikap masyarakat, kontras dengan pandangan konservatif legislatif yang didominasi politisi pro-Beijing sejak reformasi pemilu 2021.
Anggota legislatif seperti Holden Chow dari DAB memperingatkan bahwa pengakuan ini dapat “mengguncang nilai keluarga tradisional Tionghoa,” sementara Priscilla Leung menyebutnya sebagai “keputusan salah” yang berpotensi “membuka kotak Pandora.”
Pemerintah sendiri mengakui tantangan dalam menyeimbangkan pandangan masyarakat. “Kami harus mempertimbangkan sudut pandang beragam dengan hati-hati untuk menjaga harmoni sosial,” tulis mereka dalam dokumen usulan.
Namun, dengan tenggat Oktober 2025 semakin dekat, tekanan meningkat untuk menyelesaikan RUU ini. Aktivis menyerukan dengar pendapat publik agar kerangka hukum lebih inklusif, termasuk hak seperti kunjungan penjara dan pembubaran pernikahan langsung di Hong Kong.
Langkah ini, meski terbatas, menandai kemajuan di wilayah yang masih dipengaruhi sikap konservatif dari Tiongkok daratan, di mana pernikahan sesama jenis belum diakui.
Dengan legislatif yang didominasi pro-Beijing, pengesahan RUU ini kemungkinan besar akan berjalan mulus, tetapi perdebatan sengit diprediksi terus berlanjut.
0Komentar