![]() |
Indonesia bersama BRICS mendesak reformasi IMF, menyerukan perubahan sistem kuota dan akhiri dominasi Eropa dalam kepemimpinan. Langkah ini bisa ubah tatanan keuangan global. (PTI) |
Blok ekonomi BRICS, yang kini diperkuat kehadiran Indonesia, mengguncang tatanan keuangan global dengan usulan reformasi Dana Moneter Internasional (IMF).
Pada 5 Juli 2025, para menteri keuangan BRICS merilis pernyataan bersama usai pertemuan di Rio de Janeiro, Brasil, menyerukan perubahan sistem hak suara dan penghapusan tradisi kepemimpinan Eropa yang telah berlangsung selama tujuh dekade.
Langkah ini dinilai akan menggoyang dominasi Barat di lembaga keuangan dunia, dengan potensi besar memengaruhi negara-negara berkembang, termasuk Indonesia, yang kini memiliki suara lebih lantang di panggung global.
Usulan reformasi ini menargetkan sistem kuota IMF, yang menentukan kontribusi dan hak suara setiap negara anggota.
BRICS mendesak formula baru yang mempertimbangkan output ekonomi, daya beli, dan nilai relatif mata uang. Tujuannya jelas: meningkatkan porsi kuota bagi negara-negara berkembang yang kini menyumbang porsi signifikan dalam perekonomian dunia.
Berdasarkan data IMF, negara-negara berkembang menyumbang hampir 60% dari PDB global pada 2024, namun hak suara mereka di IMF hanya sekitar 40%.
“Formula baru harus mencerminkan posisi relatif anggota dalam ekonomi global, sambil melindungi kuota negara termiskin,” bunyi pernyataan BRICS, seperti dikutip Reuters pada 6 Juli 2025.
Selain itu, BRICS secara tegas menyerukan penghentian tradisi “orang Eropa” di kursi direktur pelaksana IMF, yang dianggap sebagai warisan usang pasca-Perang Dunia II.
“Dengan hormat pada proses seleksi berbasis prestasi, representasi regional dalam kepemimpinan IMF harus ditingkatkan, meninggalkan kesepakatan kuno yang tak lagi relevan,” tegas pernyataan tersebut.
Tradisi ini, yang telah menempatkan 12 dari 13 direktur pelaksana IMF dari Eropa sejak 1944, dianggap tidak lagi mencerminkan realitas ekonomi global, di mana Asia dan Afrika kini menjadi motor pertumbuhan.
Ekonom senior dari Universitas Indonesia, Faisal Basri, menilai langkah BRICS ini sebagai terobosan penting.
“Selama ini, struktur IMF mencerminkan dunia tahun 1940-an, bukan 2020-an. Dengan China menyumbang 18% PDB global dan India tumbuh pesat, wajar jika BRICS menuntut suara yang lebih besar,” ujarnya.
Ia menambahkan bahwa Indonesia, sebagai anggota baru BRICS sejak Januari 2025, bisa memanfaatkan momentum ini untuk memperkuat posisi di lembaga keuangan internasional.
Pertemuan menteri keuangan BRICS di Rio menjadi batu loncatan menuju pertemuan puncak para pemimpin di Brasil akhir tahun ini.
Mereka sepakat mendorong usulan ini pada tinjauan kuota IMF yang dijadwalkan pada Desember 2025.
Jika berhasil, perubahan ini bisa menggeser keseimbangan kekuatan di IMF, memberikan negara-negara berkembang porsi hak suara hingga 50% atau lebih, mendekati proporsi kontribusi ekonomi mereka.
Namun, Faisal memperingatkan adanya tantangan. “Negara-negara Barat, khususnya AS dan Eropa, yang menguasai 55% hak suara, tidak akan mudah melepaskan kendali,” katanya.
Selain reformasi kuota, BRICS juga membahas penguatan New Development Bank (NDB), bank multilateral mereka sendiri, dengan rencana mekanisme penjaminan baru untuk menekan biaya utang negara berkembang.
Langkah ini sejalan dengan misi BRICS untuk menciptakan alternatif terhadap institusi keuangan yang didominasi Barat.
Dengan ekspansi anggota yang mencakup Mesir, Ethiopia, Iran, Arab Saudi, dan Uni Emirat Arab, BRICS kini mewakili lebih dari 3,5 miliar penduduk dan 30% luas daratan dunia, menjadikannya kekuatan diplomatik yang tak bisa diabaikan.
Langkah BRICS ini bukan tanpa risiko. Pengamat ekonomi global, Riza Annisa, memprediksi adanya resistensi dari negara-negara maju.
“Reformasi IMF bukan sekadar soal angka, tapi juga politik. AS, dengan hak veto di IMF, bisa menghambat perubahan signifikan,” ujarnya.
Meski begitu, ia optimistis bahwa tekanan dari BRICS, yang kini diperkuat Indonesia dan negara-negara Timur Tengah, bisa mendorong kompromi.
Bagi Indonesia, keikutsertaan dalam usulan ini menegaskan posisinya sebagai pemain kunci di ekonomi global.
Dengan PDB lebih dari US$1,4 triliun pada 2024, Indonesia memiliki peluang untuk memperjuangkan kuota yang lebih besar di IMF, sekaligus memperkuat pengaruhnya di BRICS.
Reformasi ini, jika terwujud, bisa menjadi tonggak bersejarah menuju tatanan keuangan dunia yang lebih adil, dengan suara yang lebih seimbang bagi negara-negara berkembang.
0Komentar