Ulama senior Syiah Iran, Ayatollah Naser Makarem Shirazi, mengeluarkan fatwa mengejutkan: menyebut Presiden AS Donald Trump dan Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu sebagai "musuh Tuhan" (mohareb).
Fatwa ini tak hanya menyulut perdebatan di dunia Islam, tetapi juga meningkatkan tensi politik global yang telah membara sejak konflik bersenjata terbaru Iran-Israel.
Fatwa ini muncul setelah perang 12 hari yang dimulai pada 13 Juni 2025, ketika Israel melakukan serangan udara ke wilayah Iran yang menewaskan sejumlah jenderal militer dan ilmuwan nuklir.
Iran membalas dengan tembakan rudal, memicu intervensi Amerika Serikat yang ikut menyerang fasilitas nuklir Iran. Sebagai balasan, Iran membombardir instalasi militer AS di Qatar, memperluas medan konflik.
Di tengah situasi ini, Ayatollah Makarem Shirazi — salah satu Marja' al-Taqlid, otoritas agama tertinggi dalam Syiah — menyatakan bahwa Trump dan Netanyahu adalah “mohareb” atau orang yang berperang melawan Tuhan.
Menurut hukum pidana Iran, status ini dapat dijatuhi hukuman eksekusi, penyaliban, amputasi, atau pengasingan.
“Mereka yang mengancam Pemimpin Tertinggi dan ulama senior telah menyatakan perang terhadap Tuhan. Melawan mereka adalah jihad,” ujar Shirazi, dikutip oleh Tehran Times.
Fatwa juga melarang (haram) seluruh bentuk kerja sama umat Islam dengan kedua pemimpin tersebut. Shirazi menyerukan umat Islam khususnya komunitas Syiah untuk bersatu dan melakukan perlawanan.
Beberapa pihak mengartikan perlawanan ini sebagai ajakan simbolik, namun tak sedikit yang menilai ini sebagai seruan nyata untuk tindakan kekerasan.
Situs berita Moneycontrol melaporkan bahwa fatwa ini tidak memiliki kekuatan hukum negara, namun memiliki bobot moral dan politik yang sangat besar di kalangan pengikutnya.
Di Iran, keputusan ulama senior seringkali lebih kuat dari keputusan politisi, terutama ketika menyangkut isu keagamaan dan nasionalisme.
Hingga Senin, 30 Juni 2025 pukul 13.23 WIB, belum ada tanggapan resmi dari Donald Trump maupun Benjamin Netanyahu.
Namun laporan sebelumnya dari BBC menyebutkan bahwa Trump pernah menolak rencana Israel untuk membunuh Ayatollah Khamenei, yang menunjukkan bahwa ketegangan antara ketiga pihak ini bukan hal baru.
Sementara itu, media sosial X (dulu Twitter) ramai dengan diskusi dan spekulasi. Akun @Sulei*ani_313 menulis, “Fatwa ini bersifat historis dan membuka jalan perlawanan.”
Sementara akun @Viks*eaks1 mengklaim bahwa ini “secara praktis adalah ajakan untuk membunuh Trump dan Netanyahu,” meskipun klaim ini diperdebatkan.
Fatwa ini mengingatkan publik pada fatwa tahun 1989 oleh Ayatollah Ruhollah Khomeini terhadap penulis Salman Rushdie atas buku The Satanic Verses.
Fatwa itu menyebabkan serangkaian percobaan pembunuhan, hingga akhirnya pada 2023, Rushdie diserang dan kehilangan penglihatan di salah satu matanya.
“Dampak dari fatwa semacam ini tidak bisa dianggap remeh. Ini bukan sekadar pernyataan religius, tapi bisa menjadi legitimasi kekerasan bagi individu atau kelompok radikal,” kata Dr. Arash Hosseini, peneliti hubungan internasional dari University of Tehran.
Situasi ini meningkatkan kekhawatiran bahwa fatwa tersebut dapat dijadikan pembenaran oleh kelompok ekstrem untuk melancarkan serangan terhadap Trump atau Netanyahu.
Tingkat keamanan pribadi dua tokoh tersebut kemungkinan akan diperketat, terlebih mengingat riwayat Iran dalam menggunakan pendekatan proxy.
Laporan India Today menyebutkan bahwa fatwa ini bisa menambah bahan bakar dalam ketegangan geopolitik yang sedang berlangsung dan menciptakan efek domino di kawasan — dari Lebanon, Suriah, hingga Irak dan Yaman.
Fatwa Ayatollah Makarem Shirazi tidak bisa dilihat sebagai sekadar opini keagamaan. Di tengah pusaran konflik Iran-Israel-AS, pernyataan ini dapat menjadi alat politik dan mobilisasi massa yang memengaruhi opini publik Syiah global.
Meski tidak berdampak hukum langsung, bobotnya sangat tinggi dalam membentuk sikap politik dan aksi kolektif.
“Ini bukan hanya soal agama, tapi tentang kekuasaan dan pesan politik yang dikemas dalam kerangka moral,” ujar Dr. Hosseini.
(nem)
0Komentar