![]() |
Ilustrasi miskin dan kaya(erllre) |
Berdasarkan laporan Macro Poverty Outlook edisi April 2025 yang dirilis oleh Bank Dunia, Indonesia menempati posisi keempat dalam daftar negara dengan persentase penduduk miskin tertinggi di antara negara-negara berpendapatan menengah ke atas. Persentase penduduk miskin di Indonesia dilaporkan mencapai 60,3 persen selama tahun 2024.
Bank Dunia mengklasifikasikan negara berdasarkan tingkat pendapatan. Indonesia termasuk dalam kategori upper middle income country atau negara dengan pendapatan menengah ke atas.
Untuk kategori ini, garis kemiskinan ditetapkan sebesar 6,85 dolar AS per kapita per hari—yang jika dikonversi ke rupiah setara dengan sekitar Rp113.234 per hari.
Sebagai perbandingan, Bank Dunia juga memiliki standar internasional garis kemiskinan lain, yaitu:
2,15 dolar AS per kapita per hari (sekitar Rp35.540) untuk tingkat kemiskinan ekstrem secara global.
3,65 dolar AS per kapita per hari (sekitar Rp60.336) untuk negara dengan pendapatan menengah ke bawah (lower middle income country).
Berikut adalah daftar 10 negara dengan persentase penduduk miskin tertinggi tahun 2024 menurut laporan tersebut (menggunakan standar 6,85 dolar AS per hari):
Afrika Selatan: 63,4%
Namibia: 62,5%
Botswana: 61,9%
Indonesia: 60,3%
Guatemala: 57,3%
Guinea Khatulistiwa: 57%
Armenia: 51%
Fiji: 50,1%
Georgia: 35,6%
Gabon: 34,6%
Angka yang cukup tinggi ini menunjukkan bahwa meskipun Indonesia telah naik kelas ke kelompok negara berpendapatan menengah ke atas, tantangan ketimpangan ekonomi masih sangat besar.
Penyesuaian garis kemiskinan ke standar yang lebih tinggi mencerminkan kebutuhan hidup yang juga meningkat, namun sekaligus memperlihatkan bahwa banyak penduduk belum mampu mengakses pendapatan yang cukup untuk memenuhi kebutuhan dasar secara layak.
Kondisi ini menandakan pentingnya peningkatan kebijakan perlindungan sosial, penciptaan lapangan kerja yang layak, serta pemerataan akses terhadap pendidikan dan kesehatan.
Tanpa langkah konkret, status "berpendapatan menengah ke atas" dapat menjadi label statistik belaka yang belum mencerminkan realitas kesejahteraan mayoritas penduduknya.
0Komentar