![]() |
SKK Migas mengalihkan sebagian pasokan gas dari Sumatera ke Batam dengan mengurangi ekspor ke Singapura sebesar 25 MMscfd. (Dok. PGN) |
Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) menegaskan bahwa rencana pengalihan sebagian ekspor gas pipa dari wilayah Sumatera ke Singapura akan mulai dilaksanakan pada Juni 2025. Saat ini, proses administratif untuk pengalihan tersebut sedang berjalan, termasuk finalisasi penandatanganan perjanjian antar pihak terkait. Hal ini disampaikan langsung oleh Kepala SKK Migas, Djoko Siswanto, dalam pertemuan dengan media di Hotel Intercontinental, Jakarta, Kamis (15/5/2025).
Menurut Djoko, selama ini Singapura menerima pasokan gas sebesar 200 juta standart cubic foot (SCF) per hari (MMscfd) yang dikirim langsung dari Sumatera. Namun, mulai pertengahan tahun ini, 25 MMscfd dari jumlah tersebut akan digantikan dengan gas dari wilayah Natuna.
Dengan demikian, ekspor dari Sumatera akan dikurangi menjadi 175 MMscfd. Sisanya, yakni 25 MMscfd, akan dipenuhi oleh produksi gas dari Natuna, yang akan dialirkan melalui pipa yang sudah dipersiapkan sebelumnya.
"Singapura tetap terima 200 MMscfd. Bedanya, 25 MMscfd itu nanti asalnya bukan lagi dari Sumatera, tapi dari Natuna. Sumatera akan dikurangi supaya bisa memenuhi kebutuhan gas di Batam," ujar Djoko.
Langkah ini sekaligus menjadi strategi pemanfaatan potensi gas domestik secara lebih efisien. Natuna, yang memiliki cadangan gas cukup besar, akan dioptimalkan sebagai sumber baru untuk kebutuhan ekspor.
Kebutuhan LNG Dalam Negeri Masih Terkendali
Selain membahas ekspor ke Singapura, Djoko juga menyinggung soal kebutuhan liquefied natural gas (LNG) dalam negeri. Menurutnya, pasokan LNG untuk kebutuhan domestik masih mencukupi hingga pertengahan tahun ini.
"Untuk sampai bulan Juni 2025, kita masih aman. Kita belum melakukan impor LNG," tegasnya.
Namun demikian, Djoko mengakui bahwa untuk semester kedua 2025, diperlukan strategi yang lebih adaptif. Salah satunya adalah dengan memanfaatkan sebagian gas pipa yang sebelumnya diekspor, untuk dialihkan ke kebutuhan dalam negeri.
SKK Migas memperkirakan kebutuhan LNG nasional pada semester kedua mencapai 49 MMscfd. Dari jumlah tersebut, 25 MMscfd akan diambil dari pasokan yang sebelumnya dialokasikan untuk ekspor ke Singapura.
Menurut Djoko, konversi 25 MMscfd ini setara dengan sekitar 2,5 kargo LNG, dan itu dinilai cukup untuk menjaga kestabilan pasokan dalam negeri, terutama untuk pembangkit listrik.
"Kalau masih kurang, kita akan gunakan cadangan dari luar negeri yang memang sudah dikomitmenkan untuk ekspor, tapi bisa kita alihkan untuk dalam negeri," jelasnya.
Kalkulasi Ulang untuk Semester Dua
Meskipun sudah ada skenario yang disiapkan, SKK Migas belum mematok angka pasti untuk total kebutuhan gas nasional di semester kedua. Tim internal saat ini masih melakukan penghitungan mendalam untuk memastikan kebutuhan gas dari Juli hingga Desember.
"Angkanya masih dihitung. Kita harus pastikan betul-betul berapa kebutuhan pastinya, supaya tidak ada kekurangan. Tapi yang jelas, sampai Juni aman. Listrik juga tidak akan terganggu," pungkas Djoko.
Pengalihan sebagian ekspor gas dari Sumatera ke Natuna patut diapresiasi sebagai langkah strategis. Ini menunjukkan bahwa pemerintah mulai memaksimalkan potensi gas domestik yang sebelumnya belum dioptimalkan penuh, seperti Natuna.
Namun, langkah ini juga menuntut kesiapan infrastruktur. Pipa gas dari Natuna ke Singapura harus dipastikan beroperasi tanpa hambatan. Selain itu, sistem distribusi di Batam yang akan menerima alokasi baru dari Sumatera juga harus diperkuat.
Jika tidak diantisipasi, transisi ini bisa menimbulkan gangguan sementara, baik dalam ekspor maupun pemenuhan kebutuhan domestik. Dalam jangka panjang, Indonesia memang harus mengarah pada ketahanan energi, salah satunya dengan pengurangan ekspor dan peningkatan pemanfaatan dalam negeri.
Namun yang tak kalah penting, transparansi dan kecepatan dalam pelaksanaan kebijakan seperti ini akan menjadi kunci. Publik dan pelaku industri memerlukan kejelasan soal arah kebijakan energi, terutama dalam masa transisi global menuju energi yang lebih bersih.
Dengan memanfaatkan cadangan gas dari Natuna untuk menjaga keseimbangan antara ekspor dan kebutuhan domestik, SKK Migas menunjukkan langkah kehati-hatian yang patut diapresiasi. Tinggal bagaimana eksekusinya nanti bisa dilakukan secara presisi dan cepat.
0Komentar