Presiden Republik Indonesia, Prabowo Subianto. (BPMI Setpres)

Presiden Prabowo Subianto menyiapkan kebijakan baru bertajuk ekonomi konstitusi sebagai bagian dari evaluasi sistem ekonomi nasional yang dinilai terlalu dipengaruhi pasar bebas dalam 15 tahun terakhir. Pengumuman ini disampaikan Menteri Koordinator Bidang Pemberdayaan Masyarakat Abdul Muhaimin Iskandar pada penutupan Musabaqoh Qiraatil Kutub Nasional (MQKN) 2025 di Jakarta, Minggu (9/11/2025).

“Selama 15 tahun demokrasi berjalan, kita menyaksikan pasar bebas mengendalikan kebijakan. Karena itu, Presiden menawarkan hal baru yang disebut politik konstitusi dan ekonomi konstitusi,” ujar Muhaimin dalam sambutannya.

Menurutnya, kebijakan tersebut merupakan upaya untuk kembali kepada amanat Undang-Undang Dasar 1945, khususnya Pasal 33, yang menekankan asas kekeluargaan dan peran negara dalam cabang produksi penting bagi rakyat. 

“Negara harus hadir agar manusia-manusia Indonesia yang paling terpinggirkan tidak terus menjadi korban dari persaingan pasar,” kata Muhaimin.

Konsep ekonomi konstitusi merujuk pada pandangan bahwa perekonomian Indonesia harus berlandaskan prinsip konstitusional, bukan semata logika pasar. Pemerintah berupaya mengembalikan fungsi negara sebagai pengatur dan pelindung sektor strategis agar manfaat pertumbuhan ekonomi tidak hanya dirasakan kelompok tertentu.

Kebijakan ini juga dianggap sebagai koreksi terhadap liberalisasi ekonomi yang dinilai memperlemah peran negara dan memperbesar ketimpangan sosial. Dalam kerangka ekonomi konstitusi, negara didorong untuk lebih aktif dalam pengelolaan sumber daya alam, penguatan koperasi, serta perlindungan terhadap usaha kecil dan sektor rakyat.

Dalam beberapa kesempatan sebelumnya, Presiden Prabowo menyoroti bahwa pertumbuhan ekonomi rata-rata 5 persen dalam tujuh tahun terakhir belum sepenuhnya tercermin pada kesejahteraan masyarakat. Dalam pidato di Sidang Tahunan MPR RI pada Agustus 2025, Prabowo menilai ketidakkonsistenan menjalankan UUD 1945 telah menyebabkan distorsi ekonomi.

“Pertumbuhan ekonomi tinggi, tetapi hanya dinikmati segelintir orang. Ini akibat ketidakkonsistenan menjalankan amanat konstitusi,” ujar Prabowo saat itu.

Meski demikian, hingga kini pemerintah belum menjabarkan secara rinci bentuk implementasi ekonomi konstitusi. Belum dijelaskan apakah kebijakan itu akan diwujudkan melalui regulasi baru, penguatan peran BUMN, restrukturisasi pasar, atau instrumen fiskal tertentu.

Sejumlah pengamat menilai, arah baru ini akan menegaskan kembali fungsi negara dalam menyeimbangkan kepentingan publik dengan mekanisme pasar. Namun, implikasinya terhadap investasi, kompetisi global, dan efisiensi ekonomi nasional masih menunggu kejelasan kebijakan lanjutan dari pemerintah.