![]() |
| Koalisi 82 negara mendesak COP30 menyetujui peta jalan penghentian bertahap energi fosil, di tengah meningkatnya tekanan lobi industri dan dinamika politik global. | Unsplash |
Koalisi yang terdiri dari 82 negara di empat benua menyerukan penyusunan peta jalan terperinci untuk menghentikan secara bertahap penggunaan batu bara, minyak, dan gas alam dalam pertemuan iklim PBB di Belém, Brasil.
Seruan itu muncul ketika Presiden Brasil Luiz Inácio Lula da Silva ikut dalam putaran pembahasan pada Rabu untuk mendorong para negosiator mencapai kesepakatan sebelum tenggat KTT pada Jumat.
Koalisi tersebut dipimpin Kolombia dan mencakup Inggris, Jerman, Denmark, Kenya, serta sejumlah negara kepulauan Pasifik. Mereka menargetkan kelanjutan komitmen COP28 di Dubai, ketika negara-negara untuk pertama kalinya sepakat “bertransisi menjauh” dari bahan bakar fosil.
Yang mencolok, Amerika Serikat tidak termasuk dalam koalisi. Presiden Donald Trump memutuskan tidak mengirim delegasi federal ke COP30, sehingga AS absen dari KTT iklim tahunan untuk pertama kalinya.
Gubernur California Gavin Newsom hadir secara independen dan menyebut dirinya “datang dengan kerendahan hati, datang dari Amerika Serikat,” seraya menilai pemerintahan Trump “telah meninggalkan segala bentuk kewajiban dan tanggung jawab.”
Tekanan lobi dan kehadiran masyarakat adat
Dorongan ini berlangsung di tengah kepentingan yang saling berhadapan di arena perundingan. Lebih dari 1.600 pelobi bahan bakar fosil tercatat mendapat akses ke COP30, menurut analisis yang dirilis kelompok Kick Big Polluters Out dan laporan Euronews serta Business & Human Rights Resource Centre.
Jumlah tersebut setara satu dari setiap 25 peserta, naik sekitar 12 persen dibanding tahun lalu dan melampaui seluruh delegasi negara mana pun kecuali Brasil sebagai tuan rumah.
“Ini adalah pengambilalihan korporat, bukan tata kelola iklim,” kata Lien Vandamme, juru kampanye senior di Center for International Environmental Law, dalam pernyataannya. Para pelobi itu mewakili asosiasi industri besar serta perusahaan minyak seperti ExxonMobil, BP, dan TotalEnergies.
Di sisi lain, COP30 mencatat kehadiran masyarakat Adat terbesar sepanjang sejarah konferensi. Perkiraan Earth Day, BBC, dan UN News menyebut sekitar 3.000 masyarakat Adat hadir, dengan 1.000 di antaranya terlibat dalam negosiasi resmi.
Ribuan pemimpin Adat lainnya menempuh perjalanan 25 hari menggunakan perahu melalui Sungai Amazon untuk mendirikan kamp di luar lokasi pertemuan. Pada Jumat lalu, sekelompok peserta aksi memblokir pintu masuk utama area negosiasi selama satu jam sebagai bentuk tuntutan penghentian aktivitas ekstraktif di wilayah mereka.
Tantangan di tengah lonjakan produksi fosil
Mantan Menteri Lingkungan Hidup Kolombia Susana Muhamad, yang kini menjadi penasihat Inisiatif Perjanjian Non-Proliferasi Bahan Bakar Fosil, menilai target penurunan emisi mendesak untuk dikejar.
“Kita perlu memangkas emisi sebesar 42 persen dibanding 2019 pada 2030, tetapi kenyataannya kita berada dalam lintasan yang justru meningkat 16 persen,” ujarnya dalam wawancara dengan Democracy Now! pada Selasa.
Ia menambahkan, proyeksi global menunjukkan negara-negara masih berencana memperluas produksi bahan bakar fosil sekitar 120 persen di atas batas yang diperlukan untuk menahan pemanasan pada 1,5°C.
Koalisi 82 negara itu mengusulkan peta jalan yang tidak bersifat seragam bagi seluruh negara, melainkan menyesuaikan kondisi nasional, tingkat ketergantungan energi, serta kebutuhan pembangunan.
“Ini bukan pemaksaan. Setiap negara memiliki transisi yang perlu dijalani,” kata Rachel Kyte, utusan iklim Inggris, seperti dikutip Reccessary.
Brasil turut mendukung dorongan tersebut. Menteri Lingkungan Hidup Brasil Marina Silva menyebut usulan peta jalan sebagai “jawaban etis” terhadap krisis iklim.
Namun, Brasil sendiri menghadapi sorotan karena beberapa minggu sebelum menjadi tuan rumah COP30 pemerintahnya menyetujui lisensi eksplorasi minyak di Delta Amazon. Pada Selasa, Petrobras juga mengumumkan penemuan cadangan baru.

0Komentar