kapal pengisian bahan bakar JS Towada (AOE-422) dan kemungkinan besar kapal pendarat tank kelas Ōsumi milik Angkatan Laut Bela Diri Jepang (JMSDF). (tvd.im)

Kementerian Pertahanan Jepang mengumumkan rencana pengembangan sistem pertahanan pesisir berlapis bernama SHIELD (Synchronized, Hybrid, Integrated and Enhanced Littoral Defense) yang memanfaatkan teknologi tanpa awak di udara, laut, dan bawah air.

Program ini menjadi bagian dari permintaan anggaran pertahanan Jepang untuk tahun fiskal 2026 senilai 8,8 triliun yen (sekitar US$60 miliar), rekor tertinggi dalam sejarah negeri itu.

Dalam dokumen anggaran yang dirilis awal November, Tokyo mengalokasikan 128,7 miliar yen (US$850 juta) untuk pengembangan SHIELD yang ditargetkan beroperasi pada Maret 2028.

Sistem ini akan mengintegrasikan kendaraan udara tanpa awak (UAV), kapal permukaan tanpa awak (USV), dan kendaraan bawah air tanpa awak (UUV) di bawah satu sistem komando dan kontrol terpadu di seluruh cabang Pasukan Bela Diri Jepang (SDF).

Menurut dokumen resmi, program SHIELD bertujuan membangun “arsitektur pertahanan asimetris” sebagai respons terhadap proliferasi sistem tanpa awak dan kemajuan teknologi militer di berbagai negara. Pendekatan ini diharapkan mampu memperkuat kemampuan pengawasan dan pertahanan pesisir Jepang di tengah meningkatnya aktivitas militer Tiongkok di Laut Cina Timur.

Pasukan Bela Diri Maritim Jepang (JMSDF) berencana mengakuisisi 23 drone MQ-9B SeaGuardian hingga tahun fiskal 2032, dengan unit pertama dijadwalkan tiba pada 2028.

Selain itu, Jepang juga mengamankan pengadaan drone V-BAT buatan Shield AI sebagai platform pengintaian laut pertama yang dapat diluncurkan dari kapal, serta drone serang Bayraktar TB2 asal Turki dan sejumlah UAV kecil.

“Program ini akan memperkuat kemampuan pertahanan maritim kami secara signifikan dan mengoptimalkan operasi tanpa awak di berbagai domain,” tulis Kementerian Pertahanan Jepang dalam keterangan anggarannya yang dikutip The Japan Times.

Pengumuman tersebut muncul hanya beberapa hari setelah Tiongkok menugaskan kapal induk ketiganya, Fujian, pada 5 November 2025 di Hainan, dalam upacara yang dihadiri langsung oleh Presiden Xi Jinping.

Kapal berbobot 80.000 ton itu menjadi kapal induk pertama Tiongkok yang sepenuhnya dirancang dan dibangun secara domestik, dilengkapi dengan katapel elektromagnetik (EMALS) yang mampu meluncurkan pesawat tempur siluman J-35 dan pesawat peringatan dini KJ-600.

Menteri Pertahanan Jepang Shinjiro Koizumi sebelumnya menyampaikan kekhawatiran atas aktivitas militer Tiongkok di Laut Timur dan Pasifik dalam pertemuan dengan Menteri Pertahanan Tiongkok Dong Jun di Malaysia pada 1 November.

“Aspek keamanan dalam hubungan Jepang–Tiongkok adalah area yang paling sulit,” ujarnya dikutip Mainichi Shimbun.

Ketegangan regional juga meningkat setelah empat kapal penjaga pantai Tiongkok memasuki perairan teritorial Jepang di sekitar Kepulauan Senkaku pada 16 Oktober. Di sisi lain, Menteri Pertahanan Australia Richard Marles menilai Tiongkok sedang melakukan pembangunan militer terbesar di dunia saat ini, dan menyebut situasi di Laut Cina Selatan “semakin kompleks dan berbahaya.”

Kenaikan anggaran pertahanan Jepang sebesar 4,4 persen dibanding tahun sebelumnya memperpanjang tren peningkatan belanja militer tahunan Tokyo sejak 2022.

Selain SHIELD, anggaran 2026 juga mencakup investasi besar untuk rudal jarak jauh, pertahanan udara, dan kemampuan di ruang angkasa serta siber, mencerminkan fokus Jepang pada strategi pertahanan terintegrasi di tengah perubahan keseimbangan kekuatan di Indo-Pasifik.