![]() |
| bagian sayap pesawat Garuda Indonesia yang sedang terparkir di apron Bandara Internasional Soekarno-Hatta di Cengkareng, Indonesia. | APLUSWIRE/Larissa Meidiana |
PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk melaporkan sebanyak 34 pesawat milik grup maskapai masih berstatus grounded dan belum dapat beroperasi. Informasi tersebut disampaikan dalam paparan publik perseroan pada Kamis, 27 November 2025. Wakil Direktur Garuda Indonesia Thomas Sugiarto Oentoro menyebutkan pesawat-pesawat itu belum bisa diterbangkan menjelang penutupan tahun.
Saat ini Garuda Indonesia mengoperasikan 58 unit dari total 72 armada yang dimiliki. Sementara itu, anak usahanya, Citilink, menerbangkan 31 pesawat dari total 56 unit yang terdiri dari 49 Airbus A320neo dan tujuh ATR. Menjelang periode libur Natal dan Tahun Baru, Citilink menargetkan dapat menambah armada beroperasi menjadi 38 unit untuk memenuhi lonjakan permintaan penerbangan.
Tingginya jumlah pesawat grounded menjadi salah satu faktor yang menekan kinerja keuangan Garuda dalam enam bulan terakhir. Managing Director Non-Financial Holding Operasional Danantara, Febriany Eddy, menjelaskan bahwa pesawat yang tidak terbang menggerus pendapatan perseroan, sementara biaya sewa dan beban operasional tetap berjalan.
“Jadi setiap hari kita men-delay, maka semakin besar lubang yang harus ditutup,” ujar Febriany dalam penjelasannya, mengutip laporan yang diungkap dalam pemberitaan Katadata.
Kinerja keuangan Garuda hingga kuartal III/2025 menunjukkan kerugian sebesar US$182,53 juta atau sekitar Rp3,05 triliun, dengan total utang mencapai US$8,28 miliar atau Rp138,49 triliun sebagaimana diberitakan CNBC Indonesia dan sejumlah media nasional.
Suntikan modal dari Danantara
Untuk memperbaiki kondisi tersebut, Garuda Indonesia menerima tambahan modal dari Badan Pengelola Investasi Daya Anagata Nusantara (Danantara) senilai Rp23,67 triliun yang disetujui melalui Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa (RUPSLB) pada 12 November 2025.
Dari total dana tersebut, 37 persen atau sekitar Rp8,7 triliun dialokasikan untuk pemeliharaan armada Garuda Indonesia. Sebanyak 47 persen atau Rp11,2 triliun digunakan untuk modal kerja Citilink, sementara 16 persen atau Rp3,7 triliun digunakan untuk pelunasan kewajiban pembelian avtur Citilink kepada Pertamina untuk periode 2019–2021.
Thomas menyebutkan bahwa fokus utama perseroan saat ini adalah memastikan percepatan pemeliharaan armada agar pesawat dapat segera kembali beroperasi, terutama menghadapi permintaan akhir tahun.
Rencana merger dengan Pelita Air masih dikaji
Di sisi lain, manajemen Garuda Indonesia juga masih melakukan kajian terkait rencana penggabungan usaha dengan Pelita Air, maskapai yang berada di bawah naungan PT Pertamina. Rencana merger tersebut sebelumnya dibahas dalam sejumlah pertemuan lintas BUMN.
“Sekarang masih menjalankan kajian dan melihat beberapa opsi,” kata Thomas dalam pernyataannya, seperti diberitakan Antara.
Hingga saat ini, pembahasan merger tersebut masih berlangsung dan belum menghasilkan keputusan final.

0Komentar