Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) mendesak pemerintah memberikan kejelasan mengenai pihak yang bertanggung jawab atas kerugian berkelanjutan proyek kereta cepat Whoosh. Dorongan ini disampaikan menyusul laporan kerugian yang terus menumpuk, mencapai rata-rata Rp2 triliun per tahun, dan rencana perluasan proyek ke rute Jakarta–Surabaya yang dinilai berpotensi menambah beban utang negara.
Anggota Komisi VI DPR, Herman Khaeron, pada Jumat (31/10/2025) menegaskan bahwa pemerintah bersama Badan Pengelola Investasi Daya Anagata Nusantara (Danantara) harus menjelaskan secara gamblang siapa yang akan menanggung kerugian tersebut.
“Kerugian rata-rata Whoosh tiap tahun mencapai Rp2 triliun. Danantara ataupun pemerintah harus memberi kepastian soal siapa yang akan ‘menombok’ selama proyek ini masih rugi,” ujar Herman di Kompleks Parlemen Senayan.
Menurut data yang diterima Komisi VI, kerugian operasional PT Kereta Cepat Indonesia China (KCIC) tercatat sebesar Rp4,195 triliun pada 2024 dan Rp1,625 triliun hanya dalam semester pertama 2025. Hingga saat ini, DPR belum menerima proposal resmi terkait restrukturisasi utang atau strategi peningkatan pendapatan yang dijanjikan KCIC.
Berdasarkan catatan Kementerian Keuangan dan KCIC, total utang proyek kereta cepat Jakarta–Bandung kini mencapai USD7,27 miliar atau sekitar Rp120 triliun. Sekitar 75 persen dari total pembiayaan proyek tersebut bersumber dari pinjaman China Development Bank dengan bunga antara 2 hingga 3,2 persen per tahun.
Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa sebelumnya menegaskan, pemerintah tidak akan menggunakan dana Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) untuk melunasi utang proyek tersebut. Ia menyebutkan bahwa Danantara, sebagai pemegang investasi yang memperoleh dividen dari BUMN, semestinya mampu menyelesaikan kewajiban pembiayaan sendiri.
“Proyek ini dibiayai secara komersial dan tanggung jawabnya ada di badan pengelola, bukan APBN,” kata Purbaya dalam keterangannya, dikutip dari CNBC Indonesia dan BBC News Indonesia.
Namun, sikap tegas Kementerian Keuangan itu justru memunculkan tanda tanya dari DPR. Herman Khaeron menilai, ada kontradiksi antara penetapan proyek sebagai proyek strategis nasional dan penolakan pemerintah untuk memberikan dukungan fiskal.
“Kalau memang ini proyek strategis nasional dan disebut investasi sosial, ya mestinya semua kerugian ditanggung negara melalui APBN,” ujarnya menambahkan.
Kekhawatiran parlemen kian besar setelah muncul rencana perpanjangan jalur kereta cepat ke Surabaya. DPR meminta pemerintah mengkaji ulang proyek tersebut karena dinilai berpotensi memperparah kondisi keuangan negara jika sumber pendanaan masih bergantung pada pinjaman luar negeri.
“Pastinya akan menambah utang. Kalau semua masih mengandalkan utang, tentu beban negara makin berat,” ujar Herman. Ia menekankan perlunya studi kelayakan menyeluruh dan analisis dampak ekonomi sebelum proyek baru dilanjutkan.
Sementara itu, Presiden Prabowo Subianto disebut telah memerintahkan Menteri Koordinator Perekonomian Airlangga Hartarto, Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa, dan CEO Danantara Rosan Roeslani untuk mencari skema terbaik penyelesaian utang proyek Whoosh. Sejumlah opsi sedang dibahas, termasuk restrukturisasi tenor pinjaman dan negosiasi ulang suku bunga dengan pihak pemberi kredit.
Langkah ini diambil untuk mengurangi tekanan fiskal dan menghindari potensi pembengkakan beban bunga yang bisa menekan keuangan negara di tahun-tahun mendatang. Pemerintah, menurut laporan JPNN, tengah menimbang kemungkinan perpanjangan masa pinjaman sebagai jalan tengah agar arus kas KCIC tetap sehat tanpa melibatkan APBN secara langsung.

0Komentar