Bahlil mengakui kesalahan masa lalu di bisnis tambang dan menegaskan penataan sektor ESDM, termasuk kewajiban reklamasi dan penguatan Amdal. | Bloomberg/Getty Images

Ketua Umum Partai Golkar sekaligus Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia mengakui kesalahan masa lalunya saat berkecimpung di bisnis pertambangan yang kerap bersinggungan dengan aktivitas penebangan pohon. 

Pengakuan itu disampaikan dalam acara Talkshow Aksi Nyata untuk Bumi Lestari yang berlangsung di DPP Partai Golkar, Palmerah, Jakarta Barat, Jumat (28/11/2025).

Dalam forum tersebut, Bahlil menyebutkan pengalamannya sebagai pelaku usaha tambang membuatnya memahami langsung bagaimana praktik industri yang tidak tertata dapat memicu kerusakan lingkungan. 

“Saya juga merasa bersalah. Karena waktu saya jadi pengusaha dulu, saya kebetulan usaha saya dulunya main-main sama tambang, yang semua urusannya pasti tebang pohon,” ujar Bahlil dalam sambutannya yang disiarkan melalui kanal YouTube DPP Partai Golkar Official.

Bahlil menjelaskan bahwa aktivitas tambang dan perkebunan yang tidak dikelola dengan baik dapat menimbulkan dampak sosial yang luas. Ia menyinggung peristiwa longsor dan banjir di sejumlah daerah yang menurutnya berkaitan dengan penggundulan hutan. 

“Hal ini yang terjadi karena longsor, karena penggundulan hutan. Banjir juga mengalami hal yang sama,” kata dia.

Ia menambahkan, pengamatan langsung dari udara saat meninjau bekas area pertambangan memperlihatkan kontras kondisi reklamasi di lapangan. Menurutnya, kawasan yang belum direhabilitasi tampak sangat memprihatinkan. 

“Kalau belum, waduh,” ucapnya. Atas dasar itu, kata Bahlil, penataan menyeluruh terhadap sektor tambang menjadi langkah yang tak terhindarkan.

Setelah ditunjuk Presiden Prabowo Subianto sebagai Menteri ESDM, Bahlil menyebut telah memulai restrukturisasi proses penambangan agar lebih ramah lingkungan. 

Salah satu langkah yang ia soroti adalah penguatan Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup (Amdal) dan kewajiban penjaminan dana reklamasi bagi pemegang izin tambang. 

“Kami meminta kepada seluruh izin-izin pertambangan agar menjaminkan biaya reklamasinya dulu. Supaya jangan sampai tambang, terus tinggalkan hutan,” tuturnya.

Bahlil menekankan bahwa pengaturan industri tambang harus berada dalam kendali negara, bukan sebaliknya. 

“Pengusaha sudah tidak boleh lagi mengatur negara. Yang mengatur pengusaha adalah negara. Tapi, negara juga tidak boleh sewenang-wenang,” ujar dia.

Pernyataan Bahlil muncul di tengah sorotan publik mengenai tata kelola pertambangan, khususnya terkait reklamasi area pascatambang dan dampak ekologis di daerah sentra ekstraksi mineral. Sejauh ini, Kementerian ESDM tengah meninjau evaluasi perizinan dan penguatan mekanisme pengawasan terhadap proyek-proyek tambang di berbagai wilayah.