Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa menegaskan Badan Pengelola Investasi Daya Anagata Nusantara (Danantara) memiliki kapasitas finansial cukup untuk menanggung pembayaran utang proyek Kereta Cepat Jakarta–Bandung (Whoosh) tanpa menggunakan dana dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).
Pernyataan ini disampaikan usai rapat perdana dewan pengawas Danantara di Wisma Danantara, Jakarta, Rabu (15/10/2025).
“Danantara terima dividen dari BUMN hampir Rp 90 triliun. Itu cukup untuk menutupi Rp 2 triliun bayaran tahunan untuk kereta cepat,” ujar Purbaya kepada wartawan.
Ia menilai penerimaan dividen tersebut akan terus meningkat setiap tahun sehingga ruang fiskal Danantara mencukupi untuk memenuhi kewajiban pembayaran utang proyek strategis tersebut.
Purbaya sekaligus menyoroti strategi investasi Danantara yang dinilai terlalu konservatif karena menempatkan sebagian besar dana dividen BUMN ke instrumen Surat Berharga Negara (SBN).
“Saya sempat mengkritik, kalau Anda taruh obligasi begitu banyak di pemerintah, keahlian Anda apa?” kata Purbaya.
Menanggapi hal itu, Chief Investment Officer Danantara, Pandu Sjahrir, menjelaskan bahwa penempatan dana di SBN bersifat sementara karena keterbatasan waktu pada tahun pertama pengelolaan.
“Kebetulan kita hanya ada waktu dua bulan. Kita harus cari market yang paling likuid, salah satunya di pasar bond,” ucap Pandu.
Ia menambahkan, Danantara kini tengah fokus memperdalam pasar modal Indonesia agar dapat menyalurkan investasi ke sektor yang lebih produktif.
“Kami ingin memperbesar rata-rata nilai transaksi harian dari US$ 1 miliar saat ini menjadi sekitar US$ 5–8 miliar per hari,” jelasnya.
Dukungan terhadap kebijakan pemerintah juga datang dari anggota Komisi XI DPR RI, Anis Byarwati. Ia menilai langkah Menteri Keuangan yang menolak penggunaan APBN untuk membayar utang proyek Whoosh sudah tepat.
“Tidak tepat jika APBN yang harus menanggung. Kondisi itu justru memperberat keuangan negara yang sudah terbatas,” ujar Anis.
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2025 tentang BUMN, dividen yang berasal dari perusahaan pelat merah kini tidak lagi masuk ke APBN, melainkan dikelola langsung oleh Danantara.
Skema ini memberi keleluasaan lembaga tersebut dalam mengatur pembiayaan proyek strategis tanpa menambah beban fiskal negara.
CEO Danantara, Rosan Roeslani, menyampaikan pihaknya akan melakukan kajian mendalam terkait mekanisme pembayaran utang proyek kereta cepat tersebut.
“Kami sedang menyiapkan usulan dan akan menyampaikannya kepada kementerian terkait,” kata Rosan.
Dengan total utang proyek sekitar Rp 118 triliun dan cicilan tahunan sebesar Rp 2 triliun, Danantara menargetkan skema pembayaran bisa berjalan efektif mulai tahun ini tanpa mengganggu stabilitas fiskal nasional.

0Komentar