![]() |
| Genap setahun menjabat sebagai wakil presiden, Gibran Rakabuming Raka dinilai belum menunjukkan peran strategis dalam pemerintahan Prabowo Subianto. (Kemenpora.go.id) |
Pemerintahan Presiden Prabowo Subianto dan Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka genap berusia satu tahun pada Minggu (20/10/2025). Selama setahun mendampingi Prabowo, Gibran mempertahankan gaya blusukan khasnya dan memperkenalkan sejumlah program baru, meski pengamat menilai perannya belum terlihat kuat dalam pengambilan keputusan strategis di tingkat nasional.
Sejak dilantik pada 20 Oktober 2024, Gibran tetap turun ke lapangan untuk meninjau pelaksanaan program-program unggulan pemerintah.
Di berbagai kesempatan, ia mendatangi sekolah, puskesmas, hingga kawasan permukiman untuk memastikan implementasi program Makan Bergizi Gratis (MBG), Cek Kesehatan Gratis (CKG), Bantuan Subsidi Upah (BSU), dan Sekolah Rakyat.
Kegiatan semacam ini beberapa kali dilakukan bersama pejabat tinggi lain, seperti Ketua Komisi IV DPR RI, Titiek Soeharto, di Sleman, Yogyakarta, dan Batam, Kepulauan Riau.
Selain melanjutkan tradisi blusukan, Gibran juga memperkenalkan program “Lapor Mas Wapres” (LMW) sebagai sarana baru bagi masyarakat untuk menyampaikan keluhan langsung kepada wakil presiden.
Program ini diluncurkan pada 11 November 2024, dan dapat diakses secara daring melalui WhatsApp di nomor 08111-704-2207 atau secara luring di Istana Wakil Presiden, setiap Senin hingga Jumat pukul 08.00–14.00 WIB.
Dalam delapan hari pertama, layanan itu mencatat sekitar 400 aduan. Sementara hingga 9 Juni 2025, Sekretariat Wakil Presiden melaporkan telah menindaklanjuti 7.590 pengaduan masyarakat dari seluruh Indonesia.
Meski angka ini menunjukkan respons administratif yang cukup besar, sebagian kalangan menilai efektivitas program masih belum terasa di lapangan.
Direktur Eksekutif Parameter Politik Indonesia, Adi Prayitno, menilai bahwa program LMW merupakan gagasan progresif, tetapi belum menunjukkan hasil yang sepadan dengan ekspektasi publik.
“Implementasinya tak terlihat. Padahal ini janji politik dan ide yang sangat bagus, problemnya pada level kenyataan di lapangan,” ujar Adi, dikutip dari Kompas.com (17/10/2025).
Adi juga menilai, selama satu tahun ini Gibran lebih banyak tampil dalam kegiatan seremonial dan kunjungan lapangan ketimbang di ranah pengambilan kebijakan strategis. Ia menilai peran wapres seharusnya lebih substansial, bukan hanya simbolis.
“Peran wapres belum kelihatan signifikan. Hanya terlihat di sejumlah acara seremonial dan beberapa kunjungan. Publik belum melihat peran wapres dalam pengambilan kebijakan strategis,” kata Adi.
Ia membandingkan Gibran dengan wakil presiden sebelumnya yang dianggap memiliki bidang fokus yang lebih jelas dan terukur.
“Berbeda dengan JK yang misalnya fokus urusan ekonomi. Kiai Ma’ruf Amin berkecimpung di ekonomi syariah. Pernah suatu waktu wapres Gibran bicara anak muda dan hilirisasi, tapi konkretnya seperti apa belum terlihat,” tambahnya.
Pandangan senada disampaikan Agung Baskoro, Direktur Eksekutif Trias Politika Strategis (TPS). Menurutnya, peran Gibran selama tahun pertama lebih banyak berada dalam jalur protokoler dan pelengkap kinerja presiden, bukan pengambil kebijakan substantif.
“Saya lihat memang peran wapres di masa Mas Gibran masih sebatas prosedur ataupun simbolis ya. Belum tampak fungsi-fungsi substantifnya, fungsi-fungsi real dan konkretnya, karena memang kita tahu posisi wapres ini sebagai pelengkap dari kerja-kerja yang dilakukan oleh presiden,” kata Agung.
Ia menambahkan, tantangan terbesar Gibran justru ada pada upaya untuk melepaskan diri dari bayang-bayang politik ayahnya, Presiden Joko Widodo.
Publik, menurutnya, masih melihat Gibran sebagai perpanjangan gaya kepemimpinan Jokowi, bukan figur politik yang berdiri di atas pijakan sendiri.
“Melepas bayang-bayang sang ayah untuk bisa berdiri sendiri atas nama pribadi itu tidak mudah. Jadi ke depan, Mas Gibran perlu lebih mengoptimalkan kinerjanya, lebih tampil, serba hadir,” ujarnya.
Agung juga menyoroti gaya blusukan Gibran yang menurutnya kurang menghadirkan inovasi baru. Gaya itu, katanya, terlalu melekat pada citra Jokowi dan belum merefleksikan karakter generasi muda yang identik dengan kreativitas dan pembaruan.
“Blusukan itu sudah trademark-nya Pak Jokowi. Kalau dia melakukan hal yang sama, tidak ada yang baru, padahal sebagai representasi generasi Z dan milenial, publik menanti inovasi dan kebaruan,” kata Agung.
Menurutnya, publik menunggu gebrakan lain dari Gibran yang lebih berorientasi pada solusi konkret, terutama untuk isu-isu yang menyentuh kehidupan anak muda seperti lapangan kerja, ekonomi digital, dan dampak PHK.
“Selain blusukan, apa lagi yang bisa dilakukan oleh seorang wapres? Itu yang ditunggu dan dinantikan publik hari ini,” lanjutnya.
Agung juga mengingatkan bahwa gaya komunikasi Gibran masih cenderung menyasar masyarakat kelas menengah ke bawah, sementara kelompok muda urban yang justru banyak berada di kelas menengah atas belum cukup tersentuh.
“Blusukan itu mungkin efektif untuk masyarakat bawah, tapi kelas menengah atas, yang jadi pusat populasi gen Z dan milenial, harus ditangani dengan pendekatan berbeda. Gak bisa hanya dengan blusukan,” ujarnya.
Di sisi diplomasi, Gibran sempat menjalankan peran luar negeri mewakili pemerintah Indonesia. Pada 15 September 2025, ia melakukan kunjungan kenegaraan ke Papua Nugini (PNG) dan bertemu Perdana Menteri James Marape di Melanesian Haus, Port Moresby.
Pertemuan itu bertepatan dengan peringatan 50 tahun hubungan diplomatik Indonesia–Papua Nugini, dan menghasilkan sejumlah kesepakatan strategis.
Dalam kunjungan tersebut, kedua negara sepakat memperkuat kerja sama pertahanan, mengembangkan ekonomi perbatasan melalui implementasi MoU on Cross Border Movement of Commercial Buses and Coaches, serta melanjutkan program hibah pembangunan oleh Indonesia.
Kunjungan itu juga menjadi momentum untuk memperkuat posisi Indonesia di kawasan Pasifik melalui forum Melanesian Spearhead Group (MSG) dan Pacific Islands Forum (PIF).
Meski aktif di sejumlah agenda, Gibran juga menghadapi tekanan politik di dalam negeri. Pada April 2025, Forum Purnawirawan TNI sempat mengeluarkan pernyataan yang mengusulkan pergantian Wapres Gibran.
Dalam surat yang dikirim ke beberapa lembaga negara, mereka menilai kinerja wapres belum menunjukkan hasil yang diharapkan publik.
Usulan itu memicu perdebatan di kalangan politikus dan akademisi, namun pemerintah menegaskan bahwa pergantian wapres tidak bisa dilakukan tanpa mekanisme konstitusional. Hingga kini, tidak ada tindak lanjut resmi terhadap desakan tersebut.
Selama satu tahun masa jabatannya, Gibran terus menjalankan peran publik melalui kegiatan lapangan, program pengaduan, dan agenda diplomatik.
Namun, sejumlah kalangan menilai ia masih perlu menemukan bentuk peran yang lebih strategis dan khas sebagai wakil presiden muda di era pemerintahan Prabowo Subianto.

0Komentar