Wakil Ketua DPRD Bandung Edwin Senjaya ungkap take home pay sekitar Rp40 juta, sebagian besar dipakai membantu kebutuhan warga di dapil. (DPRD Kota Bandung)

Wakil Ketua DPRD Kota Bandung, Edwin Senjaya, menjelaskan soal besaran penghasilan anggota dewan yang disebut mencapai Rp90 juta per bulan. Menurutnya, setelah dipotong pajak dan iuran partai, jumlah yang benar-benar diterima hanya sekitar Rp40 juta.

Pernyataan itu ia sampaikan di Bandung pada Rabu (10/9/2025) saat menanggapi sorotan publik mengenai gaji dan tunjangan dewan.

Edwin menegaskan, sebagian besar dari penghasilan bersih justru kembali ke masyarakat. Setiap hari, katanya, permintaan bantuan dari warga terus berdatangan, mulai dari seragam PKK, Posyandu, hingga peralatan seni dan olahraga.

“Take home pay yang saya terima sekitar Rp40 jutaan… sebagian dikembalikan kepada warga, karena setiap bulan dan setiap hari kami menerima banyak permohonan bantuan. Permintaan itu tidak ada anggarannya selain dari kantong pribadi anggota DPRD itu sendiri,” ujar Edwin.

Ia juga memberi gambaran saat kegiatan reses. Menurutnya, biaya transportasi yang harus dikeluarkan bisa mencapai Rp40 juta, sementara tunjangan resmi reses hanya Rp12 juta. 

“Yang ada malah nombok,” tambahnya.

Isu penghasilan anggota dewan sebelumnya menjadi bahan perbincangan publik, setelah beredar informasi bahwa gaji anggota DPRD Kota Bandung mencapai Rp90 juta per bulan. Informasi itu menimbulkan pertanyaan soal transparansi dan proporsionalitas pengeluaran negara untuk wakil rakyat.

Aktivis antikorupsi di Bandung, Fajar Ramdhan, menilai pernyataan Edwin perlu diikuti dengan keterbukaan data resmi. 

“Kalau memang benar sebagian besar penghasilan kembali ke warga, masyarakat perlu tahu mekanismenya. Jangan sampai muncul kesan bantuan itu personal, padahal ada kewajiban institusi DPRD untuk memfasilitasi aspirasi,” katanya.

Di tingkat konstituen, bantuan dari anggota DPRD seringkali menjadi penopang kegiatan warga yang tak masuk dalam pos anggaran resmi pemerintah daerah. Beberapa di antaranya meliputi pengadaan seragam PKK, perlengkapan Posyandu, hingga sarana olahraga di tingkat RW.

Edwin menekankan bahwa praktik tersebut adalah bagian dari upaya membangun kepercayaan masyarakat di daerah pemilihan. Namun, ia mengakui kondisi itu membuat beban pribadi anggota dewan semakin besar dibanding angka take-home pay yang tercatat di slip gaji.