Arab Saudi memberikan teguran keras kepada Indonesia usai musim haji 2025 mencatat kematian jemaah asal RI tembus 447–470 orang. Angka ini delapan kali lipat lebih tinggi dari batas toleransi Saudi, bahkan menyumbang separuh dari total kematian jemaah dunia. (AFP/Delil Souleiman)

Pemerintah Arab Saudi memberikan teguran serius kepada Indonesia terkait tingginya angka kematian jemaah haji asal Indonesia pada musim haji 2025. Catatan resmi menunjukkan 447 jemaah Indonesia meninggal selama pelaksanaan ibadah, atau delapan kali lipat dari batas toleransi yang ditetapkan Saudi, yakni sekitar 60 orang.

Kepala Badan Penyelenggara Haji (BP Haji) Mochamad Irfan Yusuf atau Gus Irfan mengungkapkan, dalam pertemuan Presiden Prabowo Subianto dengan Putra Mahkota Mohammed bin Salman (MBS), persoalan ini kembali ditegaskan. 

"Ketika saya mendampingi Presiden Prabowo bertemu Prince MBS, sama, disinggung lagi, Indonesia menjadi penyumbang separuh dari kematian selama musim haji," kata Gus Irfan.


Mayoritas Lansia dan Penyakit Kronis

Berdasarkan data Sistem Informasi dan Komputerisasi Haji Terpadu (Siskohat) Kementerian Agama, total kematian jemaah mencapai 447 orang. 

Dari jumlah itu, 274 orang laki-laki (62,30%) dan 173 orang perempuan (38,70%). Jika dilihat dari usia, 290 orang merupakan lansia (64,88%) sementara 157 orang berusia 41–64 tahun (35,12%).

Penyakit jantung, diabetes, dan gangguan pernapasan akut menjadi penyebab utama. Suhu ekstrem di Arab Saudi serta aktivitas fisik berat selama prosesi ibadah haji ikut memperburuk kondisi kesehatan jemaah.

Yang menjadi sorotan, banyak jemaah dengan kondisi kronis tetap diberangkatkan meski secara aturan tidak memenuhi syarat istithaah atau kemampuan fisik. 

"Saya ditegur oleh Kementerian Saudi, ini ada yang sudah tiap bulan harus cuci darah 2–3 kali masih diberangkatkan, ‘ini gimana Indonesia?’" ujar Gus Irfan.

Wakil Kepala BP Haji, Dahnil Azhar Simanjuntak, juga menyinggung temuan serupa. "Bagaimana dia menemukan jemaah yang punggungnya sudah bolong karena diabetes, masih bisa berangkat," kata Dahnil.


Rencana Pengetatan Syarat Kesehatan

Merespons teguran Saudi, BP Haji menegaskan akan melakukan perbaikan signifikan pada mekanisme seleksi kesehatan calon jemaah. Langkah ini dipahami bakal menimbulkan protes, mengingat banyak calon haji telah menunggu antrean hingga puluhan tahun.

"Akibatnya kami tahu, efeknya kami tahu. Akan banyak orang-orang yang sudah puluhan tahun menunggu antrian, ketika mendapatkan kesempatan berangkat, tidak bisa berangkat karena faktor kesehatan. Tapi yang penting bagi kami, kami bisa menyelamatkan para calon jemaah haji kita. Kita bisa menyelamatkan nama baik Indonesia di mata dunia, menyelamatkan nama baik di mata tuan rumah Arab Saudi," ujar Gus Irfan.

Sejumlah langkah konkret disiapkan. Pertama, BP Haji akan memperketat SOP kesehatan, sehingga jemaah dengan penyakit kronis yang membutuhkan perawatan intensif tidak lagi diberangkatkan. 

Kedua, program manasik kesehatan akan diwajibkan minimal satu tahun sebelum keberangkatan bekerja sama dengan Perhimpunan Kedokteran Haji Indonesia (Perdokhi).

Selain itu, pemeriksaan kesehatan akan dilakukan lebih awal. "Masih ada jangka waktu cukup panjang antara tes awal dan rencana keberangkatan. Sehingga jika ada yang sakit, tentu saat dites tidak layak, masih ada perbaikan masa mungkin 8–10 bulan," tambahnya.


Catatan Lain dari Saudi

Masalah kesehatan bukan satu-satunya sorotan. Penyelenggaraan haji 2025 juga dinilai bermasalah dalam aspek teknis, mulai dari akomodasi yang tidak layak hingga keterlambatan transportasi di Armuzna (Arafah, Muzdalifah, Mina).

Teguran ini bahkan sempat menimbulkan wacana pengurangan kuota jemaah haji Indonesia. Meski demikian, Kementerian Agama menegaskan belum ada pembahasan resmi terkait hal itu.

Secara keseluruhan, musim haji 2025 menjadi peringatan keras bagi Indonesia. Dengan catatan kematian yang mencapai 447–470 orang atau delapan kali lipat dari toleransi Saudi, pemerintah kini dituntut melakukan evaluasi menyeluruh demi meningkatkan keselamatan jemaah sekaligus menjaga nama baik Indonesia di mata dunia.