PPATK membekukan 140.000 rekening nganggur senilai Rp428,61 miliar untuk cegah kejahatan keuangan. Dana tidak disita, bisa diaktifkan ulang. (Feepik)

Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) mengambil langkah tegas dengan membekukan lebih dari 140.000 rekening dormant atau rekening yang tidak aktif selama lebih dari 10 tahun. Total saldo dalam rekening-rekening tersebut mencapai Rp428,61 miliar. Langkah ini ditempuh sebagai bagian dari upaya pencegahan kejahatan keuangan yang makin kompleks.

Kepala PPATK Ivan Yustiavandana menegaskan bahwa tindakan ini bukanlah bentuk penyitaan. Dana dalam rekening tetap utuh dan bisa ditarik kembali oleh pemiliknya jika ingin mengaktifkan ulang. 

“Ya gak mungkin lah dirampas, ini justru sedang dijaga, diperhatikan dan dilindungi dari potensi tindak pidana,” ujarnya, dikutip dari CNBC Indonesia.

Menurut Ivan, pemilik rekening yang ingin mengakses kembali dana mereka cukup menghubungi pihak bank atau langsung ke PPATK. Prosesnya bersifat administratif dan tidak akan mengurangi saldo sedikit pun. 

“Jika mau mengaktifkan ya bisa tinggal hubungi banknya atau ke PPATK. Rekening dan uangnya 100% aman dan tidak berkurang,” tegasnya.

PPATK mengungkapkan bahwa rekening-rekening nganggur ini rentan disalahgunakan. Banyak digunakan sebagai akun nominee, akun hasil jual beli ilegal, atau bahkan sebagai sarana penampungan dana dari aktivitas seperti judi online, narkoba, hingga korupsi. 

Bahkan ada temuan 150.000 rekening nominee dan 50.000 rekening yang tiba-tiba aktif karena aliran dana mencurigakan.

Tak hanya itu, PPATK juga menemukan kejanggalan dalam akun-akun bantuan sosial (bansos) yang tidak terpakai. Lebih dari 10 juta rekening bansos terdeteksi tidak aktif namun masih menyimpan dana hingga Rp2,1 triliun. Ini menandakan potensi pemborosan dan minimnya pengawasan terhadap program bantuan pemerintah.

Tak luput dari pantauan, lebih dari 2.000 rekening milik instansi pemerintah juga diketahui tidak aktif, dengan total saldo sekitar Rp500 miliar. Padahal seharusnya akun-akun tersebut bersifat aktif untuk operasional negara.

Langkah pembekuan ini didasarkan pada UU No. 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU). 

PPATK memiliki kewenangan untuk membekukan sementara rekening berdasarkan laporan transaksi mencurigakan dari perbankan. Masa pembekuan berlangsung maksimal 20 hari kerja, terdiri dari 5 hari untuk penelusuran awal dan 15 hari untuk analisis lanjutan. 

Namun, jika pemilik rekening mengajukan klarifikasi dan tidak ditemukan indikasi pelanggaran, rekening bisa langsung diaktifkan kembali.

Hingga saat ini, Indonesia memiliki lebih dari 636 juta rekening bank, jumlah yang bahkan dua kali lipat dari total populasi. 

Namun, mayoritas atau sekitar 98% rekening hanya berisi saldo di bawah Rp100 juta, sementara hanya 1,5% rekening yang menguasai sebagian besar dari total simpanan nasional senilai Rp8.873 triliun. 

Fenomena ini menunjukkan tingginya fragmentasi akun perbankan dan potensi masalah administratif di sektor keuangan.

Sebelumnya, sepanjang 2025, PPATK juga sudah membekukan 31 juta rekening dormant dengan nilai total lebih dari Rp6 triliun. Namun lebih dari separuhnya telah berhasil diaktifkan kembali setelah pemilik rekening melakukan verifikasi.

Langkah PPATK mendapat dukungan dari sejumlah pejabat negara. Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan Budi Gunawan menyatakan bahwa dana yang dibekukan sepenuhnya aman dan mendukung upaya PPATK untuk menjaga sistem keuangan dari risiko penyalahgunaan. Namun, tidak semua pihak setuju.

Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) mengkritik bahwa langkah ini seharusnya didahului dengan pemberitahuan resmi kepada pemilik rekening. Menurut mereka, kurangnya komunikasi dapat menurunkan kepercayaan publik terhadap sistem perbankan. 

Sementara itu, Center of Economic and Law Studies (Celios) menilai bahwa pembekuan seharusnya dilakukan bersama aparat penegak hukum, bukan hanya oleh PPATK secara administratif. 

Mereka khawatir akan munculnya "false positive" atau pemblokiran rekening yang sebenarnya bersih dari indikasi pelanggaran.

Bagi masyarakat, PPATK menyarankan untuk memeriksa apakah mereka memiliki rekening lama yang sudah tidak aktif. Jika ada, disarankan untuk menutup atau mengaktifkan ulang rekening tersebut guna menghindari risiko dibekukan. 

Proses pengecekan bisa dilakukan melalui bank masing-masing atau mengisi formulir verifikasi yang disediakan oleh PPATK secara daring di bit.ly/FormHensem.

Langkah ini tidak hanya soal keamanan, tapi juga bentuk penguatan sistem Know Your Customer (KYC) dan Customer Due Diligence (CDD) yang selama ini menjadi titik lemah dalam sistem perbankan nasional. 

PPATK menegaskan bahwa upaya ini adalah bagian dari komitmen negara untuk menjaga keuangan masyarakat dari potensi penyalahgunaan oleh pihak tidak bertanggung jawab.