![]() |
| Tren digital minimalism semakin populer di kalangan Gen Z dan profesional muda. Gaya hidup ini fokus memangkas penggunaan teknologi agar lebih produktif dan sehat secara mental. (Kompasid) |
Tren digital minimalism kini mencuri perhatian di kalangan profesional muda dan Gen Z. Gaya hidup ini lahir sebagai respons atas banjir notifikasi, aplikasi media sosial, dan distraksi digital yang terus menggerus fokus serta kesehatan mental.
Bukan sekadar membatasi layar ponsel, digital minimalism mendorong penggunanya memangkas teknologi yang tak penting, hanya menyisakan yang benar-benar bernilai untuk pekerjaan dan kehidupan pribadi.
Sejak 2024, tren ini semakin populer di kota-kota besar, dipicu tingginya tingkat stres digital dan kebutuhan untuk menjaga fokus dalam era kerja jarak jauh.
Digital minimalism digagas penulis dan pakar produktivitas Cal Newport lewat bukunya Digital Minimalism: Choosing a Focused Life in a Noisy World. Intinya sederhana, gunakan teknologi seperlunya, pilih aplikasi yang benar-benar bernilai, dan berani melepas sisanya.
Prinsipnya, setiap notifikasi, konten, atau platform yang tidak mendukung prioritas hidup dianggap beban. "Clutter is costly" jadi pegangan banyak penganutnya, yang percaya gangguan digital membuat produktivitas menurun, relasi sosial dangkal, dan kualitas tidur berantakan.
Langkah yang paling populer adalah "30-day digital declutter" atau detoks digital 30 hari. Caranya, hentikan penggunaan semua aplikasi opsional seperti media sosial dan game, kemudian isi waktu dengan kegiatan non-digital seperti membaca, olahraga, hingga journaling.
Setelah sebulan, pilih ulang aplikasi mana yang benar-benar mendukung pekerjaan atau hubungan sosial, sisanya dihapus permanen. Metode ini viral di media sosial karena dianggap berhasil menekan stres dan memberi kejernihan mental.
Studi internal beberapa komunitas produktivitas bahkan menyebut peserta program ini mampu memangkas waktu layar hingga 40% per hari dan melaporkan kualitas tidur yang lebih baik.
Bagi banyak pekerja muda, terutama yang menjalani kerja hybrid dan remote, gaya hidup ini dianggap solusi agar tidak larut dalam distraksi. Dengan fokus pada aktivitas bernilai tinggi, mereka bisa menjaga produktivitas tanpa harus sepenuhnya lepas dari teknologi.
“Digital minimalism bukan anti-teknologi, tapi soal kontrol. Kita yang atur teknologi, bukan sebaliknya,” kata seorang anggota komunitas minimalist tech di Jakarta.
Tren ini juga melahirkan pasar baru: ponsel "jadul" seperti Light Phone dan Mudita, yang hanya bisa untuk telepon dan SMS. Penjualan perangkat sederhana ini dilaporkan naik di kalangan Gen Z dan milenial urban yang mencari cara ekstrem untuk lepas dari gempuran notifikasi.
Di Amerika dan Eropa, gerakan ini bahkan memicu pertumbuhan industri digital detox retreat paket liburan yang melarang gawai demi kesehatan mental.
Namun, tak semua orang bisa dengan mudah menerapkan gaya hidup ini. Kritikus menyebutnya cenderung eksklusif, karena banyak pekerja di sektor digital tak mungkin lepas dari aplikasi dan media sosial. Ada juga kekhawatiran orang bisa kehilangan peluang bisnis dan jejaring jika terlalu membatasi kehadiran digital.
Meski begitu, survei di sejumlah kota besar menunjukkan mayoritas responden bersedia memangkas penggunaan ponsel jika itu bisa mengurangi stres dan meningkatkan fokus kerja.
Pakar kesehatan mental menilai tren ini bisa menjadi jawaban atas meningkatnya kejenuhan akibat keterhubungan digital berlebihan.
Beberapa psikolog menyarankan langkah sederhana seperti mematikan notifikasi non-esensial, menerapkan "digital Sabbath" sehari dalam seminggu, dan mengganti sebagian aktivitas online dengan kegiatan yang memberi rasa pencapaian nyata, mulai dari berkebun hingga olahraga.
Dengan tekanan kerja dan arus informasi yang kian deras di 2025, tren ini diprediksi akan terus meluas, terutama di kalangan profesional dan pelajar yang mulai menyadari nilai "disconnect to reconnect".
Gaya hidup ini mungkin belum jadi arus utama, tapi semakin banyak orang yang rela mengorbankan konektivitas demi kesehatan mental, fokus, dan kualitas hidup yang lebih baik.

0Komentar