Hasil survei IPO 2025 menunjukkan Presiden RI menjadi lembaga negara paling dipercaya masyarakat dengan tingkat kepercayaan 97,5%, disusul TNI (92,8%) dan Basarnas (86,3%). Lembaga lain seperti KPK dan DPD justru merosot ke posisi bawah. (ADITYA AJI/AFP)

Berdasarkan hasil survei Indonesia Political Opinion (IPO) tahun 2025, tingkat kepercayaan terhadap Presiden mencapai 97,5 persen, menjadikannya lembaga negara paling dipercaya masyarakat saat ini. Di posisi kedua dan ketiga menyusul Tentara Nasional Indonesia (TNI) dengan 92,8 persen, serta Badan SAR Nasional (Basarnas) dengan 86,3 persen.

Tingginya kepercayaan ini menjadi indikator kuat bahwa kepemimpinan nasional masih menjadi jangkar stabilitas di tengah turbulensi sosial dan ekonomi yang belum sepenuhnya pulih sejak pandemi. 

Masyarakat, setidaknya dalam persepsinya, masih melihat Presiden sebagai figur yang mampu menjaga arah kebijakan nasional.

“Presiden dinilai paling responsif dalam penanganan isu-isu strategis, terutama soal ekonomi dan bantuan sosial,” ujar Dedi Kurnia Syah, Direktur Eksekutif IPO, dalam keterangan tertulis. “Ini menunjukkan bahwa legitimasi eksekutif masih sangat kuat, bahkan cenderung meningkat dibanding dua tahun terakhir.”

Militer Masih Jadi Pilar Stabilitas

TNI, seperti pada survei-survei sebelumnya, terus menempati posisi atas dalam daftar lembaga paling dipercaya. Angka 92,8 persen dalam survei IPO kali ini tidak jauh berbeda dengan temuan lembaga survei lainnya seperti Indikator Politik Indonesia dan Lembaga Survei Indonesia.

Tingginya kepercayaan ini berkaitan erat dengan persepsi publik terhadap peran TNI dalam menjaga keamanan nasional, khususnya di wilayah-wilayah konflik dan saat bencana alam. 

Operasi militer selain perang yang dilakukan TNI seperti dalam penanganan gempa, banjir, maupun konflik horizontal mendapat sorotan positif publik.

“Dalam banyak kasus, TNI hadir lebih dulu dibanding lembaga sipil lain,” kata Yunarto Wijaya, analis politik dari Charta Politika. “Itu membentuk persepsi kuat di masyarakat bahwa militer adalah pelindung utama negara, bukan hanya dalam konteks perang, tetapi juga dalam fungsi sosial.”

Basarnas Dikenal karena Aksi, Bukan Wacana

Lembaga yang selama ini jarang masuk perbincangan publik secara politis, justru mendapat kepercayaan sangat tinggi. Basarnas mencatat skor 86,3 persen, menjadikannya lembaga sipil non-pertahanan paling dipercaya.

Ini tidak lepas dari kerja cepat dan nyata Basarnas dalam berbagai operasi pencarian dan penyelamatan, mulai dari musibah kapal tenggelam hingga evakuasi korban gempa. Tidak banyak bicara, tapi bekerja itulah citra yang melekat di benak masyarakat.

“Yang diingat publik bukan jargonnya, tapi kehadirannya di lokasi bencana,” ujar Rina Wulandari, pengamat kebijakan publik dari Universitas Airlangga. “Kehadiran Basarnas di lapangan memberi kesan bahwa negara benar-benar hadir.”

Sebagian Lembaga Harus Evaluasi Diri

Tidak semua lembaga berhasil menjaga atau meningkatkan kepercayaan publik. Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), misalnya, hanya mencatat kepercayaan 55,9 persen, sementara Dewan Perwakilan Daerah (DPD) bahkan lebih rendah, yakni 50,2 persen.

Kondisi ini mengindikasikan adanya penurunan legitimasi dari lembaga-lembaga yang seharusnya menjadi garda depan demokrasi dan pengawasan. 

Dalam kasus KPK, misalnya, revisi Undang-Undang KPK beberapa tahun lalu dinilai publik sebagai faktor melemahnya independensi lembaga antirasuah tersebut.

“Publik menilai KPK sekarang tidak seagresif dulu. Ini sangat memengaruhi persepsi, karena kepercayaan pada lembaga hukum sangat tergantung pada integritas dan aksi nyata,” jelas Dedi Kurnia Syah.

DPD juga menghadapi tantangan serupa. Perannya yang kurang menonjol dalam pengambilan kebijakan nasional membuat publik mempertanyakan efektivitas lembaga tersebut. 

Tanpa reformasi kelembagaan dan penguatan fungsi legislasi, sulit bagi DPD untuk keluar dari zona merah kepercayaan publik.

Data Adalah Cermin, Bukan Sekadar Angka

Survei IPO 2025 ini melibatkan sekitar 1.200 responden dari 34 provinsi, dengan margin of error ±3 persen dan tingkat kepercayaan 95 persen. Ini cukup untuk merepresentasikan arah umum opini publik, meski tentu bukan satu-satunya ukuran mutlak.

Namun jika dibandingkan dengan temuan lembaga lain seperti LSI dan Charta Politika, tren yang muncul nyaris identik: Presiden dan TNI berada di puncak, KPK dan lembaga legislatif ada di bawah.

“Tren ini bukan hanya cermin popularitas, tapi juga cermin legitimasi. Kepercayaan publik adalah modal sosial yang sangat penting dalam menjalankan pemerintahan,” tambah Yunarto.

Survei ini juga jadi pengingat bagi semua lembaga negara. Mereka yang saat ini berada di posisi tinggi tetap harus menjaga konsistensi, karena kepercayaan publik bersifat dinamis. 

Presiden, TNI, dan Basarnas bisa kehilangan legitimasi jika gagal menjawab ekspektasi masyarakat ke depan.

Sebaliknya, lembaga-lembaga yang kini mendapat skor rendah masih punya ruang untuk memperbaiki citra dan kinerja. Reformasi internal, transparansi, serta komunikasi publik yang baik menjadi kunci membangun ulang kepercayaan.

Dalam situasi sosial yang semakin terpolarisasi, publik butuh institusi yang tidak hanya sah secara konstitusional, tapi juga kuat secara moral. Dan seperti ditunjukkan dalam survei IPO ini, kepercayaan bukan sesuatu yang bisa dibentuk lewat slogan melainkan lewat kerja nyata.

Kepercayaan publik bukan soal branding atau pencitraan semata. Publik hari ini lebih kritis dan menilai langsung berdasarkan dampak nyata yang dirasakan. 

Dari survei ini, pesan utamanya jelas: lembaga yang bekerja konkret akan dipercaya, yang banyak retorika akan ditinggal.