Presiden Iran Masoud Pezeshkian menegaskan negaranya siap menghadapi kemungkinan perang baru dengan Israel, meski gencatan senjata yang berlaku sejak 24 Juni 2025 masih berjalan. Dalam wawancara dengan Al Jazeera yang dikutip berbagai media internasional, Pezeshkian menyebut angkatan bersenjata Iran siap melancarkan serangan balasan hingga ke jantung wilayah Israel jika konflik kembali pecah.
“Kami sepenuhnya siap untuk setiap langkah militer baru dari Israel, dan angkatan bersenjata kami siap menyerang jauh ke dalam wilayah Israel kembali,” ujar Pezeshkian, Rabu (23/7).
Ia menambahkan, serangan Israel bulan lalu yang menewaskan lebih dari 900 orang di Iran sebagian besar warga sipil tidak akan membuat Teheran gentar. Sebagai perbandingan, korban di Israel tercatat 28 orang.
Optimisme terhadap gencatan senjata pun tipis. “Kami tidak terlalu optimistis tentang itu. Itulah sebabnya kami telah mempersiapkan diri untuk setiap kemungkinan skenario dan potensi serangan balasan. Israel telah menyakiti kami, dan kami juga telah menyakitinya. Mereka memberi pukulan keras kepada kami, dan kami membalas keras jauh ke dalam wilayah mereka tetapi mereka menyembunyikan kerugiannya,” kata Pezeshkian, menyinggung serangan rudal dan drone Iran ke beberapa kota Israel pertengahan Juni lalu.
Pezeshkian menegaskan program nuklir Iran tidak akan berhenti, meski ia menolak kepemilikan senjata nuklir.
Ia menyebut pengayaan uranium akan terus berlanjut sesuai kerangka hukum internasional, dan membantah klaim Presiden AS Donald Trump yang menilai program nuklir Iran “sudah berakhir”.
“Trump mengatakan bahwa Iran tidak boleh memiliki senjata nuklir dan kami setuju, karena kami menolak senjata nuklir. Itu adalah posisi politik, religius, kemanusiaan, dan strategis kami,” ujarnya.
Namun ia menambahkan, kemampuan nuklir Iran tidak bisa dihentikan hanya karena fasilitas diserang. “Itu hanya ilusi. Kemampuan nuklir kami berada di dalam benak para ilmuwan kami, bukan hanya di fasilitas.”
Serangan gabungan AS dan Israel ke fasilitas nuklir Iran di Natanz, Fordow, dan Isfahan bulan lalu sempat memicu kekhawatiran dunia. Namun laporan Al Jazeera dan Reuters menyebut kerusakan itu hanya menunda program nuklir Iran selama beberapa bulan, bukan menghentikannya.
Pezeshkian menyatakan Iran tetap terbuka untuk negosiasi, tetapi dengan syarat jelas yang berbasis logika saling menguntungkan, tanpa ancaman maupun paksaan.
Iran juga menuding Israel terlibat dalam upaya pembunuhan terhadap Pezeshkian pada 15 Juni, saat ia menghadiri rapat Dewan Keamanan Nasional Tertinggi di Teheran.
Serangan yang menewaskan beberapa pejabat militer senior itu diklaim gagal melumpuhkan kepemimpinan politik Iran. “Mereka ingin menjerumuskan negara ini ke dalam kekacauan agar bisa menggulingkannya sepenuhnya,” tegas Pezeshkian.
Pihak Barat menilai serangan Israel bertujuan memukul hierarki kepemimpinan Iran agar jalur negosiasi dan kemampuan militer negara itu lumpuh.
Namun menurut data yang dikutip The Guardian dan Financial Times, struktur pemerintahan Iran tetap utuh meski beberapa fasilitas militer dan nuklir rusak parah.
Al Udeid Jadi Sasaran, Qatar Tidak
Di tengah memanasnya situasi, serangan rudal Iran ke pangkalan udara Al Udeid di Qatar juga jadi sorotan. Pangkalan itu menampung ribuan personel militer AS dan menjadi titik logistik utama operasi udara di kawasan.
Pezeshkian menegaskan serangan itu tidak ditujukan kepada Qatar, melainkan ke fasilitas militer AS yang disebutnya terlibat dalam serangan ke Iran.
“Kami bahkan tidak pernah membayangkan adanya permusuhan atau persaingan antara kami dan negara Qatar. Saya katakan dengan jelas dan jujur bahwa kami tidak menyerang negara Qatar, tetapi menyerang sebuah pangkalan Amerika yang membombardir negara kami, sementara semua niat kami terhadap Qatar dan rakyatnya adalah positif,” ucapnya.
Menurut laporan CFR dan The Guardian, Iran bahkan berkomunikasi langsung dengan Emir Qatar untuk menjelaskan posisinya agar ketegangan regional tidak melebar.
Meski belum ada tanda eskalasi langsung setelah gencatan senjata 24 Juni, pernyataan Pezeshkian menjadi sinyal kuat bahwa Iran tidak menutup kemungkinan konfrontasi besar jika Israel kembali menyerang.
Dengan 900 korban jiwa di pihak Iran dalam konflik Juni lalu, tekanan publik dalam negeri untuk membalas diperkirakan semakin besar, dan setiap langkah militer berikutnya berpotensi mengguncang stabilitas kawasan.

0Komentar