Amerika Serikat resmi mengenakan tarif 19% untuk impor dari Indonesia, sementara ekspor AS ke RI dibebaskan dari bea. Trump menyebut ini kemenangan besar untuk negaranya. (REUTERS/Nathan Howard)

Amerika Serikat resmi mengenakan tarif baru sebesar 19% untuk seluruh barang impor asal Indonesia. Kebijakan ini diumumkan langsung oleh Presiden Donald Trump dari Gedung Putih. Sebaliknya, barang-barang asal AS yang masuk ke pasar Indonesia justru dibebaskan dari segala bentuk pajak dan bea masuk.

Trump menyebut kesepakatan ini sebagai kemenangan besar bagi AS. “Mereka membayar 19% dan kami tidak membayar apa pun. Kami akan memiliki akses penuh ke Indonesia,” tegasnya di hadapan wartawan. 

Sebelumnya, Indonesia sebenarnya dihadapkan pada ancaman tarif setinggi 32%. Namun, setelah serangkaian negosiasi intensif selama 90 hari sejak April lalu, tarif ditekan turun menjadi 19%.

Sebagai bagian dari kesepakatan, Indonesia juga sepakat untuk membeli produk dari AS dalam jumlah besar. Nilainya tidak main-main: US$15 miliar untuk energi, US$4,5 miliar untuk produk pertanian, serta pembelian 50 unit pesawat Boeing sebagian besar varian Boeing 777. Komitmen jumbo ini disebut sebagai bagian dari perjanjian final yang disampaikan Trump lewat akun Truth Social miliknya.

Negosiasi kesepakatan dipimpin langsung oleh Menko Perekonomian Airlangga Hartarto yang bertemu dengan perwakilan dagang AS seperti Jamieson Greer dan bos Cantor Fitzgerald, Howard Lutnick. Pemerintah Indonesia pun kini tengah merumuskan pernyataan bersama untuk merinci rincian kesepakatan, termasuk aspek non-tarif dan komersial lainnya.

Namun, langkah AS ini tidak sepenuhnya tanpa syarat. Trump mengingatkan bahwa barang-barang yang dikirim ulang atau transhipment misalnya dari Tiongkok lewat Indonesia akan tetap dikenai tarif tinggi, bahkan bisa mencapai 40%. 

Meski begitu, produk tertentu seperti tembaga asal Indonesia yang disebut Trump berkualitas tinggi, berpotensi mendapat pengecualian atau tarif lebih rendah.

Di sisi lain, dampak terhadap industri ekspor Indonesia tak bisa dianggap remeh. Tarif 19% ini memang lebih rendah dari ancaman semula, namun tetap lebih tinggi dari tarif normal sebelumnya di kisaran 10%. 

Komoditas andalan RI seperti tekstil, ban mobil, elektronik, dan udang beku diperkirakan akan kehilangan daya saing di pasar AS. Terlebih, di saat yang sama Indonesia juga baru menerapkan PMK No. 4/2025 yang menurunkan batas bebas bea dari US$75 menjadi hanya US$3 per kiriman, mencerminkan tren proteksionisme global.

Secara perdagangan, AS mencatatkan defisit sebesar US$17,9 miliar dengan Indonesia pada tahun 2024 dari total nilai perdagangan US$38 miliar. Dengan kondisi saat ini, sejumlah analis memperkirakan defisit AS akan turun, namun di sisi lain bisa menekan ekspor Indonesia dalam jangka pendek.

Reaksi dari kalangan pengamat juga beragam. Erin Murphy dari CSIS menilai kesepakatan ini menunjukkan frustrasi banyak negara terhadap pola negosiasi Trump yang agresif. Ia menyebut beberapa negara kini mulai melirik opsi diversifikasi pasar ke Uni Eropa dan kawasan lainnya.

Kesepakatan tarif ini pun bukan yang pertama. Sebelumnya, Trump telah mengumumkan kesepakatan serupa dengan Vietnam dan Inggris, serta mencapai gencatan tarif dengan Tiongkok. Bahkan, sekitar 20 negara telah menerima surat ultimatum tarif dari AS, termasuk Kanada, Jepang, dan Brasil.

Hingga kini, belum ada pernyataan resmi dari pemerintah Indonesia maupun Kedubes RI di Washington. Beberapa sumber menyebut kesepakatan masih dalam tahap finalisasi. Namun jika merujuk pada pola sebelumnya, seperti kasus Vietnam, pengumuman Trump kerap mendahului langkah resmi dari negara mitra.

Yang pasti, dalam jangka pendek, eksportir Indonesia harus bersiap menghadapi tarif baru yang bisa mempengaruhi volume pengiriman ke AS. Sementara itu, pembelian pesawat Boeing dan produk pertanian AS juga menimbulkan pertanyaan tentang dampaknya terhadap industri penerbangan dan sektor pertanian domestik.