Fenomena gagal bayar pinjaman online (pinjol) kian mencuat di tengah maraknya konten galbay (gagal bayar) yang viral di media sosial. Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencatat, per Maret 2025, total pembiayaan pinjol mencapai Rp80,20 triliun, tumbuh 28,72% dibanding tahun lalu. Namun, kredit bermasalah atau TWP90 (tunggakan lebih dari 90 hari) tetap tinggi di angka 2,77%.
Tren ini memicu kekhawatiran. Pasalnya, banyak pengguna—terutama dari kalangan muda—terjebak dalam utang konsumtif tanpa pertimbangan matang soal kemampuan bayar.
Fenomena ini diperparah dengan banyaknya konten media sosial yang menggampangkan gagal bayar pinjol sebagai “opsi darurat”.
“Sekali tercatat galbay, dampaknya panjang. Bukan cuma soal bunga dan denda, tapi skor kredit bisa hancur,” kata Wahyu Trenggono, Chief Marketing Officer IdScore, Jumat (21/6/2025).
Wahyu menekankan bahwa skor kredit buruk bisa menyulitkan akses ke pembiayaan penting, seperti KPR atau kredit kendaraan, hingga memengaruhi peluang kerja.
Konten Galbay di Medsos, Viral Tapi Bahaya
Tak sedikit konten TikTok dan Instagram yang menyebarkan pengalaman “galbay” seolah tanpa konsekuensi.
Narasi seperti “biar debt collector capek” atau “utang ke pinjol kan bukan dosa” menjadi viral dan ditiru banyak orang, terutama usia 18–30 tahun.
Indriyatno Banyumurti, pengamat literasi digital dari ICT Watch, menyebut tren ini sebagai bom waktu. “Banyak yang gagal paham.
Gagal bayar pinjol legal akan tercatat di Sistem Layanan Informasi Keuangan (SLIK) OJK. Ini bukan main-main, dampaknya bisa bertahun-tahun,” ujarnya.
Regulasi Baru OJK: Pinjol Wajib Lapor ke SLIK
Menanggapi maraknya risiko gagal bayar, OJK menerbitkan Peraturan Nomor 11 Tahun 2024 yang mewajibkan penyelenggara pinjol untuk menjadi pelapor aktif dalam Sistem Layanan Informasi Keuangan (SLIK) mulai 31 Juli 2025.
“Ini langkah penting untuk meningkatkan integritas data debitur. Jangan sampai masyarakat menganggap utang pinjol itu tidak akan terdeteksi,” ujar M. Ismail Riyadi, Plt. Kepala Departemen Literasi, Inklusi Keuangan, dan Komunikasi OJK.
Dengan terintegrasinya data pinjol ke dalam SLIK, semua riwayat pembayaran akan tercatat dan dapat diakses oleh lembaga keuangan lain.
Artinya, debitur galbay berisiko besar ditolak saat mengajukan kredit rumah, mobil, bahkan pembukaan rekening baru di bank.
Pilihan Editor:
Risiko Tak Sekadar Finansial, Tapi Juga Psikologis dan Hukum
Dampak gagal bayar pinjol bukan hanya sekadar beban bunga dan denda. Banyak debitur mengalami tekanan psikologis akibat penagihan agresif dari debt collector.
Meskipun penyelenggara legal wajib mematuhi kode etik dan terdaftar di Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI), tekanan tetap dirasakan.
“Penagihan bisa datang tiap hari. Kalau mentalnya tidak siap, bisa stres, tidak produktif, bahkan depresi,” kata Andini, karyawan swasta di Jakarta yang mengaku pernah terlilit tiga aplikasi pinjol.
Dari sisi hukum, memang gagal bayar pinjol bukan tindak pidana, namun bisa berujung ke pengadilan perdata. Bahkan, untuk pinjol ilegal, penyalahgunaan data pribadi seperti kontak keluarga dan sebar data masih marak terjadi.
Apa yang Harus Dilakukan?
OJK terus mendorong masyarakat untuk lebih bijak dalam menggunakan layanan pinjol. Edukasi finansial menjadi kunci. Beberapa langkah pencegahan antara lain:
Cek legalitas pinjol melalui laman resmi OJK atau aplikasi cekfintech.id.
• Pinjam sesuai kebutuhan, bukan gaya hidup.
• Hitung kemampuan bayar dengan jujur.
• Hindari mengakses pinjol untuk menutup utang pinjol lain.
“Kalau skor kredit sudah rusak, memperbaikinya tidak bisa dalam sebulan dua bulan. Bisa bertahun-tahun,” tegas Wahyu.
Dengan regulasi baru OJK yang mulai efektif penuh Juli 2025, industri pinjol diperkirakan akan lebih selektif menyalurkan pembiayaan. Risiko akan lebih diperhitungkan, dan profil debitur akan diverifikasi ketat.
“Ke depan, akses pinjol mungkin tidak akan semudah sekarang. Akan ada mekanisme credit scoring berbasis data SLIK,” ujar Aman Santosa dari OJK dalam forum edukasi keuangan Mei lalu.
Ledakan pinjaman online di tengah kebutuhan cepat dan mudah memang sulit dibendung. Tapi tanpa kehati-hatian, ledakan ini bisa berubah jadi krisis personal. Jangan sampai solusi jangka pendek berakhir jadi beban jangka panjang.
0Komentar