Presiden Prabowo pamerkan dana investasi Rp 295 triliun di SPIEF 2025. Ia tegaskan Indonesia cari mitra strategis, bukan bantuan asing. (Foto: Dok. Sekretariat Presiden)

Presiden Prabowo Subianto bikin gebrakan di Saint Petersburg International Economic Forum (SPIEF) 2025. Di depan Presiden Rusia Vladimir Putin dan para pemimpin bisnis global, Prabowo memamerkan kekuatan investasi Indonesia lewat Badan Pengelola Investasi (BPI) Danantara, yang disebut mengelola aset hingga US$1 triliun—dan siap gelontorkan dana investasi tunai senilai US$18 miliar atau setara Rp295 triliun tahun ini.

“Indonesia tidak datang ke sini untuk meminta bantuan atau sumbangan. Kami mencari mitra strategis,” tegas Prabowo dalam pidatonya di SPIEF, Jumat (20/6/2025), yang disambut tepuk tangan hadirin.

Langkah ini bukan cuma pernyataan simbolik. Di sela forum tersebut, Indonesia dan Russia Direct Investment Fund (RDIF) resmi menandatangani nota kesepahaman (MoU) membentuk platform investasi bersama senilai 2 miliar euro (setara Rp37,7 triliun). 

Platform ini akan fokus pada sektor-sektor strategis seperti infrastruktur, energi, dan pangan.

Kehadiran Prabowo di SPIEF sekaligus menandai lawatan resmi pertamanya ke Rusia sebagai Presiden RI. 

Dalam forum itu, ia memanfaatkan momentum untuk menekankan bahwa Indonesia tidak lagi sekadar pasar berkembang yang pasif menanti investor asing, tapi ingin jadi pemain aktif dalam arena ekonomi global.

“Dengan aset US$1 triliun dan dana investasi Rp295 triliun tahun ini, Indonesia bisa menjadi co-investor, bukan sekadar penerima,” ujar Dr. Fithra Faisal, ekonom dari INDEF.

Menurut Fithra, ini adalah pesan politik sekaligus ekonomi: bahwa Indonesia ingin menyejajarkan diri dengan negara besar dalam hal investasi global, tanpa meninggalkan prinsip netralitas geopolitik.

Dana jumbo yang dikelola BPI Danantara diyakini akan menyasar proyek strategis nasional. Fokus utamanya antara lain pembangunan infrastruktur pangan, energi, dan teknologi. 

Pemerintah menargetkan swasembada pangan dalam empat tahun ke depan, dan menjadikan Indonesia sebagai eksportir beras dan jagung.

Jika strategi ini berjalan mulus, efek dominonya akan besar: dari penguatan ketahanan pangan nasional, peningkatan daya beli petani, hingga mengurangi ketergantungan pada impor pangan.

Namun demikian, pengamat memperingatkan soal tata kelola dan transparansi. “Dengan dana sebesar itu, akuntabilitas menjadi isu krusial. 

Jangan sampai terjadi penyalahgunaan karena tidak ada pengawasan yang memadai,” kata Bhima Yudhistira, Direktur CELIOS.

Selain meneken kerja sama dengan RDIF, Prabowo juga secara terbuka mengundang investor Rusia untuk masuk ke Indonesia, termasuk di sektor pembangkit listrik tenaga nuklir dan modernisasi infrastruktur migas.

Menariknya, hubungan bisnis ini tidak terjadi dalam ruang hampa. Saudaranya, Hashim Djojohadikusumo, diketahui sudah lebih dari dua dekade menjalin kerja sama dengan perusahaan-perusahaan Rusia. Hal ini turut memperkuat kepercayaan antara kedua pihak.

“Ini bukan relasi jangka pendek. Ada fondasi bisnis yang sudah terjalin lama,” kata Anton Nazarov, analis ekonomi dari Rusia yang mengikuti perkembangan SPIEF.

Meski menjalin hubungan erat dengan Rusia, Prabowo menegaskan bahwa Indonesia tidak akan memihak blok mana pun. 

Indonesia tetap menjaga prinsip bebas aktif dan tengah menjajaki keanggotaan dalam CPTPP serta OECD. 

Sikap ini menunjukkan strategi diplomatik seimbang: memperluas jaringan global, tanpa kehilangan kemandirian politik luar negeri.

Pasca pengumuman ini, fokus publik akan tertuju pada langkah konkret BPI Danantara dalam menyalurkan dana investasi jumbo tersebut. 

Pemerintah diharapkan segera mengumumkan sektor prioritas dan mekanisme distribusinya. Selain itu, keterlibatan investor asing dalam RIDNIP akan jadi indikator seberapa besar kepercayaan dunia terhadap arah ekonomi Indonesia di bawah Prabowo.

“Kalau ini berhasil dieksekusi dengan baik, Indonesia bisa masuk ke babak baru dalam peta investasi global,” tutup Fithra.