Renovasi dan penataan infrastruktur 65 sekolah rakyat di daerah 3T ditargetkan selesai Juli 2025. Pemerintah genjot program sekolah rakyat untuk meningkatkan akses pendidikan. (Istimewa)

Pemerintah terus menunjukkan komitmennya dalam meningkatkan kualitas pendidikan nasional, terutama di wilayah tertinggal, terdepan, dan terluar (3T). Melalui Program Sekolah Rakyat Tahap I, Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) resmi memulai renovasi 65 sekolah sebagai bagian dari target 100 sekolah yang akan dibenahi pada 2025.

Program ini merupakan hasil sinergi antara Kementerian PUPR dan Kementerian Sosial (Kemensos), sebagai bentuk kehadiran negara untuk menjawab persoalan infrastruktur pendidikan di sekolah-sekolah yang selama ini luput dari perhatian karena statusnya sebagai sekolah swasta atau berbasis komunitas yang minim anggaran.

Menteri PUPR, Dody Hanggodo, menegaskan bahwa renovasi yang dilakukan menyasar perbaikan non-struktural seperti atap, lantai, dan fasilitas pendukung seperti mebel. 

“Ini bukan sekadar tambal sulam, tapi upaya nyata memperbaiki lingkungan belajar yang lebih layak,” ujar Dody.



Sebanyak 65 sekolah yang sedang direnovasi tersebar di berbagai wilayah:

Pulau Jawa: 34 sekolah

Sumatera: 13 sekolah

Sulawesi: 8 sekolah

Kalimantan, Bali/Nusa Tenggara: masing-masing 3 sekolah

Maluku Utara dan Papua: masing-masing 2 sekolah

Renovasi ini ditargetkan rampung awal Juli 2025, sejalan dengan persiapan tahun ajaran baru. Sementara 35 sekolah sisanya masih dalam tahap survei, dengan target selesai September. Namun, pemerintah tengah mengupayakan percepatan agar bisa rampung paling lambat Agustus.

Fokus pada Sekolah Swasta dan Komunitas

Dengan anggaran sebesar Rp 500 miliar yang bersumber dari APBN 2025, program ini menyasar sekolah-sekolah yang selama ini luput dari bantuan reguler. 

Kriterianya cukup spesifik: sekolah swasta atau komunitas yang telah memiliki izin operasional, namun tidak memiliki cukup dana untuk perawatan, dan berada di wilayah dengan tingkat putus sekolah tinggi.

Kebijakan ini bisa dibilang cukup progresif. Selama ini, pembenahan infrastruktur pendidikan kerap terfokus pada sekolah negeri atau kawasan urban, sementara sekolah komunitas di pelosok terpaksa bertahan dengan bangunan seadanya.

Tahap II: Pembangunan Sekolah Baru

Tak berhenti pada renovasi, pemerintah sudah menyiapkan Tahap II pada 2026 yang akan memfokuskan pada pembangunan sekolah baru. Dari 219 lokasi yang diusulkan oleh berbagai daerah, baru 35 yang disetujui. 

Sisanya terkendala masalah administrasi, seperti ketiadaan sertifikat tanah (69 lokasi), dan ketidaksesuaian lahan (115 lokasi).

Menteri Sosial Saifullah Yusuf menekankan pentingnya penyelesaian renovasi tepat waktu agar pembangunan sekolah baru bisa dimulai lebih awal. 

“Kami ingin agar anak-anak di daerah 3T bisa mulai tahun ajaran 2026 di sekolah yang baru, bukan sekadar direnovasi,” katanya.

Beberapa daerah, terutama di NTT dan Papua, menunjukkan antusiasme tinggi dengan banyaknya proposal yang diajukan. Namun, semangat tersebut harus diimbangi dengan kesiapan teknis. 

Banyak proposal yang gagal karena tidak dilengkapi data kebutuhan atau tidak memenuhi standar perencanaan. Masalah legalitas lahan juga menjadi kendala klasik, terutama untuk sekolah yang berdiri di atas lahan adat atau milik komunitas.

Ini menunjukkan bahwa perbaikan pendidikan di daerah 3T bukan semata soal pembangunan fisik, tetapi juga soal tata kelola yang rapi dan dukungan administratif yang kuat.

Visi Jangka Panjang: 1.000 Sekolah Hingga 2029

Program Sekolah Rakyat dirancang dalam empat tahap hingga 2029, dengan target total 1.000 sekolah yang akan direnovasi atau dibangun. Tahun depan, 200 sekolah baru ditargetkan berdiri di wilayah 3T, membawa angin segar bagi ribuan anak yang selama ini belajar dalam kondisi minim fasilitas.

Berbeda dari program reguler Kemendikbud, inisiatif ini memberikan perhatian khusus pada sekolah-sekolah swasta dan komunitas yang kerap luput dari radar bantuan negara. 

Kemensos juga akan memberikan dukungan tambahan berupa perabot dan perlengkapan sekolah setelah renovasi selesai.

Apa yang dilakukan pemerintah lewat Program Sekolah Rakyat bukan hanya soal membangun gedung, tapi mengikis ketimpangan yang sudah lama ada dalam dunia pendidikan Indonesia. 

Sebuah sekolah yang layak, bahkan jika hanya swasta kecil di pelosok desa, bisa menjadi penentu masa depan anak-anak Indonesia.

Dengan semangat kolaborasi lintas kementerian, didukung oleh anggaran yang memadai dan perencanaan jangka panjang, harapan untuk pemerataan akses pendidikan bukan lagi impian kosong. 

Tantangannya masih banyak, tapi langkah awal ini layak diapresiasi sebagai upaya konkret menuju keadilan pendidikan yang lebih menyeluruh.