Seorang konsumen menggugat Telkomsel atas sengketa nomor cantik yang ternyata sudah digunakan pihak lain. (Telkomsel)

Pengadilan Negeri Makassar mengabulkan sebagian gugatan perdata yang diajukan oleh seorang konsumen bernama Sucianto terhadap PT Telekomunikasi Seluler (Telkomsel), perusahaan operator seluler milik negara. Gugatan ini terkait sengketa kepemilikan dan penggunaan nomor cantik yang sebelumnya dibeli oleh Sucianto, namun ternyata telah digunakan oleh pihak lain.

Majelis hakim dalam perkara bernomor 10/Pdt.G.S/2025/PN Mks menyatakan bahwa Telkomsel terbukti melakukan perbuatan melawan hukum dan oleh karena itu diwajibkan membayar ganti rugi kepada penggugat.

Putusan yang diunggah pada laman resmi PN Makassar pada Rabu, 14 Mei 2025 itu menyebutkan bahwa Telkomsel harus membayar kerugian operasional sebesar Rp 140 juta kepada Sucianto.

Selain itu, Telkomsel juga diminta mengembalikan nomor cantik milik penggugat, yaitu nomor dengan awalan 0812222***, yang sebelumnya dibeli seharga Rp 10 juta lebih. Nomor tersebut harus dikembalikan dengan jaminan keamanan serta privasi pengguna.

Tak hanya itu, sebagai bentuk pertanggungjawaban atas layanan yang dianggap buruk, Telkomsel juga dihukum untuk memberikan satu kartu perdana level golden secara cuma-cuma kepada Sucianto. Ini sebagai kompensasi tambahan atas ketidakmampuan perusahaan menyelesaikan keluhan konsumen dalam waktu yang semestinya.

Adapun biaya perkara sebesar Rp 258.000 juga dibebankan kepada Telkomsel.


Awal Mula Kasus

Kasus ini bermula ketika Sucianto membeli nomor cantik melalui PT Finnet Indonesia, yang merupakan anak usaha dari PT Telkom Indonesia. Nomor tersebut dibeli dengan harga Rp 10.670.000, yang tergolong mahal dan biasanya dikaitkan dengan status atau kemudahan dalam mengingat angka.

Namun masalah muncul ketika Sucianto mencoba mengaktifkan nomor tersebut. Alih-alih bisa digunakan, ia mendapati bahwa nomor tersebut ternyata sudah aktif digunakan oleh orang lain sejak dua tahun sebelumnya. 

Upaya untuk menghubungi nomor tersebut pun tidak membuahkan hasil, walaupun pesan WhatsApp yang ia kirim menunjukkan status terkirim.

Kekecewaan memuncak ketika Sucianto berkali-kali melayangkan keluhan kepada Telkomsel disertai bukti pembayaran, namun tidak ada penyelesaian yang ditawarkan. Bahkan permintaannya untuk mengganti nomor dengan kombinasi angka yang sesuai tanggal lahir anaknya tidak ditanggapi serius.

“Saya sudah sabar menunggu berbulan-bulan. Tapi tidak ada kejelasan maupun niat dari pihak Telkomsel untuk mengganti nomor itu,” ungkap Sucianto.

Karena tidak ada titik terang, ia akhirnya mengajukan gugatan ke Pengadilan Negeri Makassar dengan didampingi kuasa hukum, ST Fatiha.

Telkomsel Akan Ajukan Banding

Menanggapi putusan ini, pihak Telkomsel menyatakan keberatan. GM Consumer Business Telkomsel Region Sulawesi, Kuntum Wahyudi, menyampaikan bahwa pihaknya masih mempelajari isi putusan dan mempertimbangkan langkah hukum lanjutan.

“Telkomsel akan menempuh jalur hukum sesuai mekanisme yang berlaku. Kami sedang mengkaji seluruh pertimbangan majelis hakim dalam putusan tersebut,” kata Kuntum.

Ia menegaskan bahwa Telkomsel tetap berkomitmen untuk menjaga kepercayaan pelanggan dan akan terus melakukan perbaikan pada sistem pelayanan agar kasus serupa tidak terulang.

Kasus ini membuka mata banyak pihak bahwa transparansi dan akurasi dalam penjualan produk digital, seperti nomor cantik, sangat penting. Terlebih lagi ketika produk tersebut diperjualbelikan dengan harga tinggi, ekspektasi konsumen terhadap layanan menjadi jauh lebih besar.

Di sisi lain, kemenangan Sucianto menjadi angin segar bagi konsumen yang kerap kali merasa tidak berdaya menghadapi perusahaan besar. Putusan pengadilan ini bisa menjadi preseden penting dalam perlindungan hak konsumen di era digital.

Telkomsel sebagai salah satu perusahaan besar di Indonesia tentu perlu memandang kasus ini bukan hanya dari sisi hukum semata, tetapi juga sebagai bahan evaluasi internal. Konsumen kini semakin sadar akan haknya dan tak segan menempuh jalur hukum jika tidak mendapat perlakuan yang adil.

Sengketa nomor cantik antara Sucianto dan Telkomsel menjadi pengingat bahwa layanan pelanggan yang baik bukan sekadar formalitas, tetapi tanggung jawab nyata. 

Ketika konsumen merasa dirugikan, mereka berhak menuntut keadilan. Dan ketika pengadilan memutuskan untuk mengabulkan gugatan tersebut, itu menunjukkan bahwa hukum berpihak pada konsumen yang dirugikan.

Sementara Telkomsel bersiap mengajukan banding, masyarakat akan terus mengamati bagaimana kasus ini berkembang dan sejauh mana perusahaan besar bersedia bertanggung jawab atas kesalahan dalam layanan mereka.