Tiga jet Rafale milik India jatuh usai ditembak pesawat tempur buatan China milik Pakistan. Insiden ini membuat saham Dassault Aviation turun drastis. (Dok. Dassault Aviation)

Pada Rabu, 7 Mei 2025, pasar saham internasional mengalami gejolak akibat pecahnya konflik udara serius antara India dan Pakistan. Insiden ini dipicu oleh serangan udara India terhadap sejumlah target di wilayah Pakistan, termasuk Kotli, Bahawalpur, Muridke, Bagh, dan Muzaffarabad. Serangan tersebut dilaporkan menewaskan sedikitnya 26 warga sipil dan melukai puluhan lainnya.

Menanggapi agresi tersebut, militer Pakistan mengklaim telah berhasil menembak jatuh lima pesawat tempur India, termasuk tiga unit Rafale—jet tempur generasi 4.5 buatan perusahaan pertahanan asal Prancis, Dassault Aviation. 

Jet-jet ini diketahui merupakan bagian dari kekuatan utama Angkatan Udara India dalam serangan malam tersebut.

Letnan Jenderal Ahmed Sharif Chaudhry, juru bicara utama militer Pakistan, menyatakan bahwa pihaknya telah merespons dengan kekuatan penuh dan menghancurkan beberapa infrastruktur militer penting milik India di sepanjang Garis Kontrol (LoC). Ia juga menekankan bahwa Pakistan akan menanggapi provokasi ini dengan pendekatan strategis yang ditentukan sendiri.

Akibat jatuhnya pesawat Rafale dalam konflik tersebut, harga saham Dassault Aviation tercatat turun drastis hingga 6%. Sebaliknya, China Aerospace Corporation (CAC)—pabrikan jet tempur JF-17 dan J-10 yang digunakan oleh Angkatan Udara Pakistan—mencatatkan lonjakan harga saham sebesar 11,85%. 

Hal ini mencerminkan dinamika tajam dalam persepsi investor terhadap kekuatan teknologi militer yang sedang diuji dalam konflik bersenjata.

Ketegangan antara dua kekuatan nuklir Asia Selatan ini kembali memanas setelah insiden tragis di Pahalgam, Jammu dan Kashmir, pada 22 April lalu, yang menewaskan 26 wisatawan India. 

Pemerintah India menuding keterlibatan kelompok bersenjata yang berbasis di Pakistan, meski belum mengajukan bukti konkret ke forum internasional.

Perdana Menteri Pakistan, Shehbaz Sharif, dalam pernyataannya menegaskan bahwa negaranya siap dan mampu membalas setiap bentuk agresi. 

Ia menyebutkan bahwa konflik udara semalam menjadi bukti nyata keunggulan dan kesiapsiagaan angkatan bersenjata Pakistan dalam mempertahankan kedaulatan negara.

Insiden ini menegaskan betapa rentannya kawasan Asia Selatan terhadap eskalasi militer yang dapat berimbas besar, tidak hanya secara geopolitik tetapi juga terhadap ekonomi global. 

Fakta bahwa pasar saham langsung bereaksi—dengan merosotnya saham produsen jet Rafale dan naiknya saham perusahaan pesaing dari China—menunjukkan bahwa dunia bisnis sangat memperhatikan performa produk militer dalam konflik nyata.

Dalam pandangan analis pertahanan, kerugian India dalam bentuk jatuhnya jet-jet tempur Rafale dapat memunculkan pertanyaan serius terkait strategi dan efektivitas pengelolaan armada tempurnya. 

Di sisi lain, keberhasilan sistem pertahanan udara Pakistan dalam menghadapi serangan ini akan memperkuat posisi Islamabad baik secara internal maupun di mata negara-negara sahabatnya.

Namun, konflik terbuka antara dua negara bersenjata nuklir jelas menimbulkan kekhawatiran luas. Komunitas internasional diharapkan segera turun tangan untuk mencegah eskalasi lebih lanjut yang dapat menggiring kawasan ini ke dalam ketidakstabilan jangka panjang.