![]() |
Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir Kudankulam (KNPP) di Kudankulam, India. (Bloomberg-Prashanth Vishwanathan) |
Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) mengungkapkan terdapat 28 lokasi yang memiliki potensi untuk dijadikan tapak Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN) di Indonesia.
Pelaksana Tugas Deputi Bidang Kebijakan Pembangunan BRIN, Anugerah Widiyanto, menyampaikan bahwa hingga kini Indonesia telah melakukan tiga kali kajian mengenai tapak pembangunan PLTN.
Ia menjelaskan, kajian pertama dilakukan di wilayah Gunung Muria, Jepara, pada periode 1991 hingga 1996. Kajian kedua dilakukan di Pulau Bangka antara tahun 2010 sampai 2012.
“Yang terakhir dilakukan pada 2020, meski datanya masih belum lengkap, namun telah teridentifikasi sebanyak 28 lokasi tapak potensial,” ujar Anugerah dalam rapat dengan Komisi XII DPR RI pada pekan ini.
Saat ini, hanya satu lokasi yang telah memiliki izin, yakni di wilayah Serpong, Banten. Selain itu, terdapat tiga lokasi yang telah melalui proses evaluasi serta dua tapak yang telah ditetapkan sebagai pilihan utama.
“Tapak yang telah dievaluasi antara lain di Bangka Barat, Bangka Selatan, dan Muria, Jepara. Sedangkan dua tapak pilihan terletak di Kalimantan Barat dan Banten. Lokasi potensial lainnya mencakup wilayah seperti Batam, Pulau Gelasa, Madura, Lombok, dan Kalimantan Timur,” tambahnya.
Menurut Anugerah, tapak yang paling siap sejauh ini adalah di wilayah Bangka dan Muria, Jepara.
Sementara itu, Badan Pengawas Tenaga Nuklir (Bapeten) menyatakan bahwa baru PT Thorcon Power Indonesia yang secara resmi mengajukan permohonan evaluasi tapak untuk pembangunan PLTN di Indonesia.
“Baru Thorcon yang mengajukan permohonan evaluasi tapak, pihak lainnya belum. Secara formal, belum ada yang mengajukan, meskipun sudah ada penjajakan dengan pihak Kementerian ESDM, BRIN, dan PLN,” kata Sugeng Sumbarjo, Plt Kepala Bapeten.
Namun, Bapeten mengembalikan dokumen evaluasi yang diajukan oleh Thorcon karena belum memenuhi persyaratan kelengkapan data, khususnya terkait aspek geologi dan potensi tsunami.
Sugeng menjelaskan bahwa perusahaan yang ingin membangun PLTN wajib melalui proses evaluasi tapak yang mencakup pengumpulan data dan pengukuran parameter seperti geologi, vulkanologi, potensi dispersi, risiko tsunami, banjir, topan, gempa bumi, hingga potensi ancaman dari faktor manusia.
Thorcon sendiri mengusulkan pembangunan PLTN di Pulau Gelasa, Bangka Belitung.
Direktur Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi (EBTKE) Kementerian ESDM, Eniya Listiani Dewi, menambahkan bahwa pemerintah masih membuka semua opsi jenis PLTN untuk mendukung target pengoperasian pada 2030.
Dalam draft Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL), berbagai tipe PLTN telah dicantumkan, seperti PLTN tapak skala besar, reaktor modular kecil (Small Modular Reactor atau SMR), reaktor terapung, hingga mikro reaktor.
“Semua jenis masih dianalisis oleh Ditjen Ketenagalistrikan, nanti akan diputuskan jenis PLTN mana yang cocok masuk ke sistem kelistrikan. Kapasitas yang disiapkan antara lain 500 MW dan 1.200 MW,” jelas Eniya di kompleks DPR.
Sebelumnya, Menteri ESDM Bahlil Lahadalia juga menyatakan bahwa target operasional PLTN di Indonesia ditetapkan pada tahun 2030, lebih cepat dari target komersialisasi awal pada 2032, dan lebih dini dari rencana awal tahun 2039.
Daftar 28 Lokasi Tapak Potensial PLTN:
Bangka Selatan, Bangka Belitung – 4 GW
Bangka Barat, Bangka Belitung – 6 GW
Ujung Lemahabang, Jepara, Jawa Tengah – 7 GW
Kramatwatu-Bojanegara, Banten – 4 GW
Pangkalan Susu, Langkat, Sumatera Utara – 4 GW
Tanjung Balau, Asahan, Sumatera Utara – 4 GW
Bintan, Riau – 0,1 GW
Air Hitam, Ketapang, Kalimantan Barat – 4 GW
Kuala Jelai, Kalimantan Barat – 4 GW
Morowali, Sulawesi Tengah – 3 GW
Muna, Sulawesi Tengah – 3 GW
Toari, Kolaka, Sulawesi Tenggara – 4 GW
Tanjung Kobul, Halmahera, Maluku – 0,2 GW
Merauke, Papua – 0,2 GW
Timika, Papua – 0,2 GW
Teluk Bintuni, Papua Barat – 0,2 GW
Gerokgak, Buleleng, Bali – 0,1 GW
Batam, Kepulauan Riau – 0,5 GW
Pulau Semesa, Kalimantan Barat – 1 GW
Pantai Gosong, Kalimantan Barat – 1 GW
Sambas, Kalimantan Barat – 1 GW
Kramatjaya, Ketapang, Kalimantan Barat – 4 GW
Muara Pawan, Ketapang, Kalimantan Barat – 4 GW
Pagar Mentimun, Ketapang, Kalimantan Barat – 4 GW
Kendawangan, Ketapang, Kalimantan Barat – 4 GW
Sangata, Kalimantan Timur – 1 GW
PPU Babulu Laut, Kalimantan Timur – 1 GW
Samboja, Kalimantan Timur – 1 GW
Ujung Lemahabang, Jepara, Jawa Tengah – 7 GW
Kramatwatu-Bojanegara, Banten – 4 GW
Pangkalan Susu, Langkat, Sumatera Utara – 4 GW
Tanjung Balau, Asahan, Sumatera Utara – 4 GW
Bintan, Riau – 0,1 GW
Air Hitam, Ketapang, Kalimantan Barat – 4 GW
Kuala Jelai, Kalimantan Barat – 4 GW
Morowali, Sulawesi Tengah – 3 GW
Muna, Sulawesi Tengah – 3 GW
Toari, Kolaka, Sulawesi Tenggara – 4 GW
Tanjung Kobul, Halmahera, Maluku – 0,2 GW
Merauke, Papua – 0,2 GW
Timika, Papua – 0,2 GW
Teluk Bintuni, Papua Barat – 0,2 GW
Gerokgak, Buleleng, Bali – 0,1 GW
Batam, Kepulauan Riau – 0,5 GW
Pulau Semesa, Kalimantan Barat – 1 GW
Pantai Gosong, Kalimantan Barat – 1 GW
Sambas, Kalimantan Barat – 1 GW
Kramatjaya, Ketapang, Kalimantan Barat – 4 GW
Muara Pawan, Ketapang, Kalimantan Barat – 4 GW
Pagar Mentimun, Ketapang, Kalimantan Barat – 4 GW
Kendawangan, Ketapang, Kalimantan Barat – 4 GW
Sangata, Kalimantan Timur – 1 GW
PPU Babulu Laut, Kalimantan Timur – 1 GW
Samboja, Kalimantan Timur – 1 GW
0Komentar