![]() |
Pesawat C919 buatan China belum bisa terbang ke pasar global karena belum mengantongi sertifikasi EASA. Sementara itu, Comac mulai menjajaki peluang kerja sama dengan Garuda Indonesia. (COMAC/Xinhua) |
Pesawat jet lorong tunggal C919 buatan perusahaan China, Commercial Aircraft Corporation of China (Comac), diperkirakan masih membutuhkan waktu antara tiga hingga enam tahun untuk memperoleh sertifikasi dari Badan Keselamatan Penerbangan Uni Eropa (EASA).
Hal tersebut disampaikan oleh Direktur Eksekutif EASA, Florian Guillermet, yang menyatakan bahwa sertifikasi untuk pesawat C919 tidak akan dapat diberikan dalam waktu dekat, termasuk pada tahun 2025.
Menurutnya, proses ini mencakup verifikasi desain dan komponen pesawat, serta pengujian penerbangan sebagai bagian dari prosedur standar regulator Eropa.
Pesawat C919 sendiri telah mendapatkan izin keselamatan domestik di China sejak tahun 2022 dan mulai beroperasi secara komersial pada 2023. Namun, hingga kini operasionalnya masih terbatas di wilayah Tiongkok dan Hong Kong.
Comac berharap dapat memperoleh pengakuan dari regulator internasional seperti EASA agar dapat memperluas penjualan ke pasar global.
Sertifikasi dari otoritas seperti EASA atau Federal Aviation Administration (FAA) dari Amerika Serikat sangat penting karena banyak negara dan maskapai penerbangan hanya mengoperasikan pesawat yang telah mendapat persetujuan dari regulator tersebut.
Perusahaan penyewa pesawat dan maskapai di luar China juga menyatakan bahwa validasi dari EASA merupakan syarat utama sebelum mempertimbangkan penggunaan C919.
Sementara itu, Comac dilaporkan sedang menjajaki kerja sama dengan sejumlah maskapai di luar negeri, termasuk PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk. Beberapa petinggi Comac disebut telah berdiskusi langsung dengan Direktur Utama Garuda Indonesia, Wamildan Tsani Panjaitan, terkait potensi pemasaran pesawat C919 di Indonesia.