Google bersiap membangun tiga pembangkit listrik tenaga nuklir untuk mendukung pusat data AI yang makin haus energi. (Getty Images/Futurism)

Bukan rahasia lagi bahwa kecerdasan buatan (AI) sangat haus energi, Satu gambar yang dihasilkan oleh AI bisa menghabiskan energi setara dengan mengisi daya ponsel. Sekali dua kali mungkin tak terasa, tapi dalam skala global, konsumsi energinya melonjak drastis.

Di Amerika Utara, penggunaan daya untuk pusat data meningkat dari sekitar 2.600 megawatt pada 2022 menjadi lebih dari 5.300 megawatt pada 2023. Ini menjadikan pusat data sebagai konsumen listrik ke-11 terbesar di dunia—hanya satu tingkat di bawah Prancis.

Jika tren ini terus berlanjut, pusat data AI bisa jadi menjadi pengguna energi terbesar kelima di dunia pada 2026. Angka yang mencengangkan.

Tak heran jika Google memutuskan untuk berinvestasi besar-besaran dalam energi nuklir.

Perusahaan itu baru saja menandatangani kesepakatan dengan Elementl Power untuk mengembangkan tiga proyek pembangkit listrik tenaga nuklir canggih. Meskipun lokasi pastinya belum diumumkan, Google sudah berkomitmen memberikan pendanaan tahap awal untuk mengurus izin dan kontraktor.

Menariknya, Google juga pernah bekerja sama dengan Kairos Power untuk proyek serupa, dengan target menghasilkan 500 megawatt listrik bersih pada 2035. Penerapan pertamanya dijadwalkan pada 2030.

Namun di balik investasi hijau ini, ada ironi besar. Emisi gas rumah kaca Google naik 48% dalam lima tahun terakhir. Konsumsi air mereka juga meningkat 17% hanya dalam satu tahun akibat pendinginan pusat data AI. Ini bukan angka kecil—dan ini bukan tren yang menurun.

Pertanyaannya, apakah semua ini sepadan?

Meski Google ingin publik percaya bahwa AI adalah langkah maju yang tak terhindarkan, bukti nyata manfaatnya masih samar. Sementara itu, kita sudah melihat sisi gelapnya: AI yang menghasilkan gambar kacau, chatbot yang mengancam pengguna, dan pencarian yang semakin tidak relevan.

Lebih parah lagi, adopsi AI ini bukannya alami—melainkan dipaksakan. Google diketahui mengaktifkan AI Gemini secara default dalam layanannya, sambil merusak kualitas pencarian organik.

Sekarang, mereka akan membangun pusat data bertenaga nuklir, sementara pesaingnya, Microsoft, justru membatalkan banyak proyek serupa.

Apakah ini solusi masa depan atau hanya cara lain memperpanjang masalah?

Yang jelas, dunia sedang bergerak menuju masa depan digital yang semakin boros energi. Dan pilihan ada di tangan kita: apakah akan mengikutinya, atau mulai mempertanyakan jalur ini.