Taiwan menggelar latihan militer paling intens dan realistis sepanjang sejarahnya lewat Han Kuang 2025. Selama 10 hari 9 malam tanpa jeda, militer Taiwan menjalani serangkaian simulasi skenario invasi penuh oleh Tiongkok tanpa skenario tetap.
Tidak ada skrip, tidak ada hasil akhir yang ditentukan sebelumnya. Semua keputusan diambil real time oleh komandan lapangan, seolah perang benar-benar sedang berlangsung.
Skema ini disebut no-spoiler approach, dan baru pertama kali digunakan secara menyeluruh dalam sejarah Han Kuang. Setiap unit, dari angkatan darat, laut, udara, hingga pasukan cadangan, tidak diberi informasi skenario sebelumnya.
Mereka dipaksa berimprovisasi dalam tekanan, menanggapi serangan kejutan, gangguan komunikasi, dan simulasi runtuhnya rantai logistik. Tujuannya: membentuk refleks tempur yang otentik.
“Kalau semuanya sudah tahu skenarionya dari awal, itu bukan latihan, tapi drama militer. Han Kuang 2025 menghilangkan semua kenyamanan itu,” tulis analis pertahanan nasional Taiwan, Kolonel (Purn) Yu Jui-shan, dalam kolom opini yang dikutip SCMP.
Latihan tahun ini dimulai dari fase eskalasi non-konvensional, mencakup simulasi serangan siber, sabotase jaringan listrik, serta disinformasi digital elemen gray zone warfare yang kini jadi bagian penting dari konflik modern.
Setelah itu, skenario meningkat ke simulasi bombardir sistem komando pusat dan lumpuhnya komunikasi militer. Semua dijalankan seperti situasi nyata.
Prajurit menghadapi kondisi medan tempur tanpa GPS, tanpa koordinat tetap, bahkan dalam beberapa misi, tanpa sinyal radio. Mereka harus mengandalkan perintah langsung di lapangan, peta fisik, dan navigasi manual. Satu kesalahan bisa membuat misi batal total.
Salah satu simulasi paling ekstrem adalah pertempuran kota di lingkungan padat penduduk. Tentara diminta bertahan dalam skenario pemadaman total, kepungan musuh, serta tekanan gangguan logistik dari luar kota.
MRT Taipei disimulasikan jadi jalur evakuasi sekaligus logistik darurat, mencerminkan kemungkinan penggunaan infrastruktur sipil dalam perang sesungguhnya.
Uniknya, latihan ini juga meniru pola konflik Ukraina. Taiwan menggunakan simulasi serangan rudal jarak jauh HIMARS, manuver taktis pasukan kecil, dan penggunaan sistem pertahanan udara jarak pendek dalam skenario bombardir massal.
Semua taktik ini disesuaikan dengan kekuatan dan keterbatasan Taiwan jika benar-benar harus menghadapi PLA (Tentara Pembebasan Rakyat China) yang lebih unggul secara kuantitas.
Simulasi juga melibatkan 22.000 pasukan cadangan yang dipanggil ulang dan ditempatkan dalam berbagai posisi strategis, dari penjagaan pelabuhan hingga pertahanan perbatasan kota.
Tidak ketinggalan, warga sipil juga ikut dalam latihan evakuasi massal dan penanganan logistik sipil dalam keadaan darurat.
Reuters mencatat bahwa tahun ini menjadi pertama kalinya Taiwan secara terbuka menyimulasikan serangan ke pusat kendali militer utama dan pengalihan sistem komando ke fasilitas alternatif.
Ini mencerminkan prediksi bahwa serangan awal Tiongkok akan menyasar sistem kendali dan pengambilan keputusan pusat.
Dengan simulasi yang lebih panjang, tanpa skrip, penuh ketidakpastian, dan multi-dimensional, Han Kuang 2025 membuktikan bahwa Taiwan tak lagi sekadar berlatih. Mereka sedang benar-benar menguji kemungkinan terburuk yang bisa terjadi kapan saja dan bagaimana bertahan di tengahnya.
0Komentar