Presiden Prabowo Subianto dikabarkan memberi tugas khusus kepada Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka untuk menangani isu Papua. (Facebook/Gibran Rakabuming)

Pemerintah pusat tampaknya bersiap ambil langkah tak biasa dalam menyikapi persoalan Papua. Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka disebut akan mendapat mandat khusus dari Presiden Prabowo Subianto untuk mengurus percepatan pembangunan hingga penanganan hak asasi manusia (HAM) di wilayah tersebut. 

Tak tanggung-tanggung, Gibran bahkan disebut kemungkinan akan membuka kantor kerja di Papua demi menunjang operasional tugasnya.

Isu ini mengemuka usai pernyataan Menko Hukum, HAM, Imigrasi, dan Pemasyarakatan, Yusril Ihza Mahendra, dalam peluncuran Laporan Tahunan Komnas HAM 2024. 

Yusril menyebut penugasan kepada Gibran sedang dalam proses finalisasi dan akan diformalkan melalui Keputusan Presiden (Keppres). 

"Bahkan mungkin ada juga kantornya Wakil Presiden untuk bekerja dari Papua menangani masalah ini," ujar Yusril, dikutip Selasa (8/7/2025).

Jika terealisasi, ini akan menjadi pertama kalinya seorang wakil presiden berkantor tetap di luar ibu kota untuk menangani isu domestik secara langsung. 

Langkah ini juga jauh lebih progresif dibanding pendekatan era Presiden Jokowi yang sebelumnya menunjuk Wapres Ma’ruf Amin lewat Keppres Nomor 20 Tahun 2020 sebagai Ketua Tim Koordinasi Pembangunan Papua dan Papua Barat, tapi tanpa kehadiran fisik langsung di lapangan.

Ruang lingkup tugas yang akan diemban Gibran pun tak main-main. Yusril menyebut tiga fokus utama: percepatan pembangunan fisik dan infrastruktur, penanganan kasus-kasus HAM, serta pengelolaan aparat keamanan di wilayah konflik. 

Ketiga aspek ini selama bertahun-tahun menjadi sorotan publik dan sumber ketegangan antara pemerintah pusat dengan masyarakat Papua.

Menurut data Komnas HAM, dari Januari hingga Juni 2025 tercatat 22 kasus pelanggaran HAM terjadi di Papua. Mulai dari konflik agraria, pencemaran lingkungan akibat aktivitas tambang, hingga kelaparan dan kurangnya akses kesehatan. 

Kasus-kasus ini paling banyak terjadi di wilayah Raja Ampat dan Merauke, dua kawasan strategis yang masuk dalam proyek nasional.

Yusril menilai, Gibran bisa menjadi figur sentral dalam mengonsolidasikan upaya lintas kementerian untuk menangani kompleksitas masalah Papua. 

"Presiden tentu tidak bisa bekerja sendiri, maka perlu didelegasikan. Wakil Presiden dipilih karena dianggap bisa menjalankan mandat ini secara langsung di lapangan," ujarnya.

Belum ada konfirmasi resmi dari Istana Negara hingga Selasa malam, namun sejumlah media nasional seperti Kompas, Tempo, dan SINDOnews telah mengonfirmasi hal ini dari sumber internal. Gibran sendiri belum memberikan pernyataan terbuka terkait kemungkinan berkantor di Papua.

Langkah ini juga dinilai sinkron dengan penunjukan Natalius Pigai sebagai Menteri HAM dalam kabinet Prabowo-Gibran. Pigai, aktivis HAM kelahiran Papua, dinilai punya pemahaman kontekstual atas sensitivitas sosial dan budaya di Bumi Cenderawasih.

Politisi PDI-P, Deddy Sitorus, turut mengomentari wacana ini. Ia berharap Gibran benar-benar fokus pada isu-isu substansial di Papua, ketimbang hanya tampil simbolik. 

“Kalau benar berkantor di sana, ini harus jadi momentum nyata, bukan sekadar pencitraan," tegas Deddy.

Sejauh ini, belum ada informasi teknis soal di mana kantor Wakil Presiden di Papua akan didirikan, berapa besar anggaran yang dialokasikan, serta bagaimana struktur koordinasi lintas instansi akan dibentuk. 

Namun, arah kebijakan ini menandai fase baru pendekatan pemerintah terhadap Papua: dari sentralistik ke model desentralisasi operasional.

Dengan latar belakang konflik panjang dan ketimpangan pembangunan di Papua, kehadiran langsung seorang Wapres tentu akan mengubah lanskap penanganan isu kawasan timur Indonesia ini. Tinggal menunggu waktu, apakah janji ini hanya wacana atau benar-benar jadi lompatan kebijakan.