![]() |
Laporan terbaru menyebut Presiden AS Donald Trump mungkin akan mengakui Negara Palestina dalam pertemuan puncak Teluk-AS di Arab Saudi. (Via X) |
Laporan diplomatik baru-baru ini mengindikasikan bahwa Presiden Amerika Serikat Donald Trump mungkin akan mengumumkan pengakuan resmi terhadap Negara Palestina dalam pertemuan puncak antara negara-negara Teluk dan AS yang akan datang di Arab Saudi. Klaim ini disampaikan oleh Media Line, yang mengutip pernyataan dari sumber diplomatik anonim.
Sebagai informasi, Palestina telah diakui secara resmi oleh 147 negara, termasuk Rusia, serta mayoritas negara di kawasan Timur Tengah, Asia, dan Afrika. Namun, AS, Israel, dan banyak negara Eropa Barat masih belum memberikan pengakuan penuh terhadap status kenegaraan Palestina. Selama ini, pengakuan tersebut dianggap sebagai salah satu prasyarat penting untuk mengakhiri konflik panjang antara Israel dan Palestina.
Konflik ini memuncak kembali pada 2023, ketika Israel meluncurkan operasi militer besar-besaran di Gaza menyusul serangan mendadak dari kelompok Hamas yang menewaskan sekitar 1.200 warga Israel dan menyandera ratusan lainnya. Menurut sumber Teluk yang dikutip Media Line, Trump akan menyatakan dukungan terhadap pendirian negara Palestina — namun, penting dicatat bahwa pembentukan tersebut akan dilakukan tanpa kehadiran atau peran Hamas.
Sumber yang sama menggambarkan deklarasi tersebut sebagai pengumuman strategis yang bisa mengubah peta kekuatan politik di Timur Tengah. Bahkan disebutkan bahwa lebih banyak negara kemungkinan akan bergabung dengan Abraham Accords — sebuah perjanjian normalisasi hubungan antara Israel dan beberapa negara Arab yang diprakarsai pada masa jabatan pertama Trump.
Di balik kabar ini, terdapat pula indikasi kuat akan adanya kesepakatan ekonomi besar yang sedang dirancang. Disebutkan bahwa negara-negara Teluk kemungkinan akan memperoleh pembebasan tarif sebagai bagian dari perjanjian tersebut.
Namun, beberapa pengamat skeptis terhadap narasi ini, terutama karena absennya Presiden Mesir Abdel Fattah el-Sisi dan Raja Yordania Abdullah II dari pertemuan mendatang, padahal kedua negara tersebut dikenal sebagai pendukung kuat perjuangan Palestina.
Ahmed Al-Ibrahim, mantan diplomat Teluk, mengungkapkan bahwa pertemuan ini tampaknya lebih berfokus pada kesepakatan ekonomi dibanding isu Palestina. Ia membandingkannya dengan KTT Teluk-AS tahun 2017, ketika Arab Saudi menandatangani kesepakatan senilai lebih dari USD 400 miliar, serta pengumuman investasi raksasa oleh UEA dan Saudi ke Amerika Serikat.
Menariknya, Trump beberapa hari lalu sempat membuat pernyataan yang memicu spekulasi, menyarankan warga AS untuk membeli saham menjelang pengumuman besar yang akan ia lakukan dalam dua hari ke depan. Hal ini diperkuat oleh analis politik Saudi Ahmed Boushouki, yang mengisyaratkan bahwa pengumuman tersebut berkaitan dengan proyek ekonomi berskala besar yang sedang disiapkan di Kerajaan Arab Saudi.
Di sisi lain, juga beredar kabar bahwa AS dan Saudi tengah membahas kerja sama nuklir untuk tujuan damai. Rencana ini sebenarnya sudah diumumkan sejak tahun 2010, dan saat ini tengah berlangsung kompetisi antar perusahaan internasional untuk membangun reaktor nuklir pertama Saudi. Sementara itu, tetangga mereka, UEA, telah lebih dahulu memiliki reaktor nuklir Barakah dengan empat unit reaktor yang telah aktif beroperasi.
Sinyal kuat atas kemungkinan besar adanya kesepakatan penting ini juga muncul ketika Trump bertemu dengan mantan Perdana Menteri Kanada Mark Carney awal bulan ini. Dalam pertemuan tersebut, ia menggoda publik dengan menyebut akan segera mengumumkan sesuatu yang “sangat positif dan besar” tanpa menjelaskan secara rinci isinya.
Meski begitu, tidak semua pihak percaya pada kabar pengakuan Palestina oleh Trump. Duta Besar AS untuk Israel, Mike Huckabee, secara terbuka membantah klaim tersebut dan mengecam media yang menyebarkan laporan dari sumber anonim. Ia menegaskan bahwa Presiden Trump adalah sekutu kuat Israel dan tidak mungkin mengambil langkah seperti itu tanpa koordinasi lebih luas.
Patut dicatat bahwa selama masa jabatannya yang pertama, Trump secara resmi mengakui Yerusalem sebagai ibu kota Israel — sebuah langkah yang bertolak belakang dengan posisi Palestina yang mengklaim Yerusalem Timur sebagai ibu kota masa depan mereka. Meski demikian, Trump kini terlihat lebih aktif dalam upaya mediasi, termasuk kemungkinan gencatan senjata baru di Gaza yang tengah dibahas.
Melihat keseluruhan situasi ini, tampaknya pengumuman besar yang dijanjikan Trump kemungkinan besar berkaitan dengan kesepakatan ekonomi dan strategi regional yang lebih luas, ketimbang pengakuan terhadap negara Palestina. Namun, jika benar pengakuan tersebut diumumkan, dampaknya akan sangat signifikan dalam dinamika geopolitik Timur Tengah.
0Komentar