Presiden AS Donald Trump kembali memicu ketegangan perdagangan dengan menyebut Uni Eropa lebih sulit dari Cina. Trump menyoroti ketimpangan dalam sektor otomotif dan pertanian serta mengancam tindakan tarif baru. (Adobe)

Presiden Amerika Serikat saat itu, Donald Trump, kembali melontarkan kritik tajam terhadap mitra dagangnya. Kali ini, Uni Eropa menjadi sasaran utama. Dalam sebuah pernyataan kepada media pada Senin (12/5), Trump menyebut bahwa Uni Eropa justru lebih sulit diajak bekerja sama dibanding Tiongkok, terutama dalam urusan perdagangan. 

"Dalam banyak hal, Uni Eropa jauh lebih menyulitkan daripada Cina," ucap Trump dengan nada tegas. Ia menegaskan bahwa hubungan dagang dengan Uni Eropa sedang berada pada fase awal konfrontasi yang lebih serius.

Trump menilai bahwa Amerika Serikat selama ini diperlakukan secara tidak adil oleh blok Eropa tersebut, terutama dalam sektor otomotif dan pertanian. Ia menyoroti ketimpangan besar dalam ekspor-impor kendaraan: 

"Mereka menjual 13 juta mobil ke kami, tapi kami hampir tidak menjual satu pun ke mereka," katanya. 

Ketimpangan serupa, lanjutnya, juga terjadi dalam perdagangan hasil pertanian, di mana produk Eropa membanjiri pasar Amerika, sementara produk Amerika sulit masuk ke pasar Uni Eropa.

Menurut Trump, ketidakseimbangan ini membuat AS berada dalam posisi yang lebih kuat. Ia menilai bahwa karena Eropa sangat bergantung pada pasar Amerika, maka pihaknya memegang "semua kartu". 

Trump juga mengaitkan isu perdagangan ini dengan beban biaya kesehatan di Amerika, menyebut bahwa perubahan tarif seharusnya bisa memberikan keuntungan ekonomi yang lebih besar bagi warga AS.

Sementara itu, ketegangan dagang antara AS dan Cina menunjukkan tanda-tanda mereda. Kedua negara sepakat untuk menurunkan tarif masing-masing sebesar 115 poin persentase selama 90 hari sebagai langkah awal menuju perundingan lebih lanjut. 

Tarif impor dari Cina ke AS akan diturunkan dari 145 persen menjadi 30 persen, sedangkan tarif Cina terhadap barang-barang Amerika akan berkurang dari 125 persen menjadi 10 persen. Kesepakatan ini dijadwalkan mulai berlaku pada 14 Mei mendatang.

Langkah ini menunjukkan bahwa meskipun Trump dikenal keras terhadap Tiongkok, pendekatannya terhadap Uni Eropa justru bisa menjadi lebih konfrontatif. 

Ada yang menilai ini sebagai strategi negosiasi ala Trump—mendorong tekanan maksimal untuk mendapatkan konsesi terbaik. Namun, tidak sedikit pula yang mengkhawatirkan bahwa retorika seperti ini bisa merusak hubungan jangka panjang antara AS dan sekutunya di Eropa.

Dalam konteks global, perang tarif bukan hanya soal angka, tetapi juga tentang kepercayaan antarnegara. Jika tidak dikelola dengan baik, ketegangan ini bisa menjalar ke sektor-sektor lain dan memicu ketidakstabilan ekonomi yang lebih luas.