![]() |
Pipa gas antara Bulgaria dan Yunani (Foto: NIKOLAY DOYCHINOV/AFP/Getty Images) |
Setelah penundaan berbulan-bulan dan kritik luas terhadap peningkatan impor gas alam cair (LNG) dari Rusia, Komisi Eropa akhirnya merilis langkah konkret. Brussels kini menetapkan target penghapusan total bahan bakar fosil asal Rusia dari sistem energi Uni Eropa (UE) pada tahun 2027.
Langkah ini diumumkan Selasa, 6 Mei 2025, oleh Komisaris Energi Dan Jørgensen di Strasbourg. Ia menyatakan bahwa UE telah menyusun paket legislatif untuk memastikan berhentinya ketergantungan pada gas Rusia. Ini bukan lagi sekadar janji politik, tetapi upaya mengikat secara hukum.
Rencana tersebut terbagi dua tahap. Pertama, larangan kontrak baru gas dari Rusia mulai akhir 2025. Kedua, penghentian seluruh impor gas Rusia pada 2027. Namun, mengingat ketergantungan energi masih tinggi dan solidaritas antarnegara anggota yang rapuh, banyak pihak mempertanyakan efektivitasnya.
Lonjakan Impor LNG dari Rusia
Ironisnya, pengumuman ini datang saat impor LNG Rusia justru melonjak. Menurut Eurostat, pada 2024 UE mengimpor gas senilai €23 miliar dari Rusia — naik 18% dibanding tahun sebelumnya. Dana ini secara tidak langsung mendukung mesin perang Kremlin.
Pawel Czyzak dari lembaga riset Ember menyebut rencana ini sebagai respons terhadap melambatnya semangat politik untuk mandiri energi. Ia menilai UE masih sangat tergantung pada gas, yang menyumbang 17,5–19% dari total campuran energi.
Dilema yang dihadapi cukup pelik. Di satu sisi, invasi Rusia ke Ukraina memicu desakan untuk memutus hubungan energi. Di sisi lain, UE masih harus menanggung efek dari krisis harga yang dipicu oleh Rusia sejak 2021.
Kebijakan Energi yang Tumpang Tindih
Hingga kini, LNG Rusia belum masuk dalam daftar sanksi energi UE. Maret 2025, Komisi melarang pengiriman ulang LNG Rusia dari pelabuhan Eropa ke luar negeri, tapi konsumsi domestik tetap dibiarkan.
Data dari IEEFA menunjukkan LNG Rusia paling banyak masuk lewat Prancis, Belgia, dan Spanyol. Prancis bahkan meningkatkan impor sebesar 81% tahun lalu. Lebih dari €2,6 miliar mengalir ke Rusia dari negara tersebut.
Ana Maria Jaller-Makarewicz dari IEEFA menyebut praktik Prancis yang meregasifikasi LNG dan mengekspornya kembali ke negara tetangga membuat pelacakan gas asal Rusia menjadi mustahil. Ini memungkinkan gas Rusia ‘berubah nama’ menjadi gas Eropa.
Arah Baru Tapi Belum Tegas
Inisiatif REPowerEU yang diluncurkan pada 2022 sebenarnya bertujuan mengurangi ketergantungan pada bahan bakar fosil Rusia. Namun, banyak pihak menilai arah kebijakan energi UE belum konsisten.
Czyzak menyoroti fakta bahwa kini UE justru bergantung pada LNG dari Amerika Serikat, yang juga berisiko secara geopolitik. Ia meragukan apakah AS masih bisa dianggap mitra energi yang stabil, terutama sejak Donald Trump kembali menjabat.
UE, katanya, hanya berpindah dari satu pemasok berisiko ke yang lain — bukan mengatasi akar masalah.
Harga Energi Masih Tinggi
Meskipun pasokan bergeser, harga gas tetap membebani Eropa. Pada 2024, harga TTF naik dari €30 ke €48 per MWh — lonjakan 59%. Meski kini menurun, harga tetap jauh lebih tinggi dibanding masa sebelum perang.
Kondisi ini membuat industri Eropa kurang kompetitif dibandingkan AS dan China. Beban biaya hidup juga terus meningkat, menciptakan ketidakpuasan di kalangan masyarakat.
Solusi Jangka Panjang: Kurangi Konsumsi
Daripada hanya mengganti sumber impor, para pakar sepakat bahwa solusi jangka panjang adalah mengurangi konsumsi gas secara keseluruhan. Sektor rumah tangga dipandang sebagai titik awal paling realistis.
Jaller-Makarewicz menyarankan percepatan pembangunan rumah hemat energi serta promosi panel surya. Pemanasan rumah menjadi salah satu sumber konsumsi gas terbesar — dan itu bisa ditekan.
Namun, dukungan publik tetap menjadi kunci. Seperti yang terlihat di Jerman, reformasi hijau bisa memicu penolakan jika tidak disertai komunikasi yang baik.
Rencana Komisi kini akan dibahas di tingkat negara anggota. Meskipun secara teknis hanya butuh suara mayoritas, kenyataannya tidak sesederhana itu. Negara-negara seperti Hungaria, Austria, dan Slovakia masih bergantung pada pipa gas Rusia dan berpotensi menghambat proses ini.
Di luar itu, dinamika geopolitik juga rumit. Isu pelonggaran sanksi dalam negosiasi gencatan senjata Ukraina bisa melemahkan tekad Eropa.
Langkah UE untuk menghapus gas Rusia adalah simbol komitmen politik, tetapi masih jauh dari jaminan sukses. Tanpa kerja sama nyata antarnegara dan dukungan publik, transisi energi ini akan mudah tergelincir ke arah kompromi.
Untuk menjadi mandiri energi, Eropa tak cukup hanya berganti pemasok — ia harus benar-benar berubah cara mengelola dan mengonsumsi energinya.
0Komentar