![]() |
Presiden Donald Trump memberi isyarat setelah berpidato di sebuah resepsi perayaan Bulan Sejarah Perempuan di Ruang Timur Gedung Putih, Rabu, 26 Maret 2025, di Washington. (AP/Mark Schiefelbein) |
Presiden Amerika Serikat saat itu, Donald Trump, akhirnya memberikan tanggapan terkait meningkatnya tensi antara India dan Pakistan usai serangan militer yang dilakukan oleh India pada Rabu, 7 Mei 2025. Pernyataan ini ia sampaikan langsung dari Ruang Oval, Gedung Putih, Washington DC.
Trump mengaku baru mendapatkan informasi mengenai insiden tersebut sesaat sebelum menghadiri acara di ruang kerjanya. Ia menyebut serangan tersebut sebagai kejadian yang menyedihkan.
"Ini benar-benar memalukan. Kami baru saja mendengarnya, saat hendak masuk ke Ruang Oval. Saya rasa banyak orang telah memperkirakan ini akan terjadi, mengingat sejarah panjang konflik antara kedua negara tersebut," ujarnya, seperti dikutip dari CNN International. Trump juga menambahkan harapannya agar ketegangan ini tidak berlarut-larut dan segera berakhir.
Dalam pernyataan resmi, pemerintah India menyebut bahwa mereka telah meluncurkan operasi militer terhadap wilayah yang berada di bawah kontrol Pakistan, termasuk bagian dari Kashmir.
Target serangan disebut sebagai fasilitas milik kelompok teroris. Sebanyak sembilan titik disasar dalam operasi tersebut, yang disebut sebagai bentuk balasan atas serangan teror sebelumnya.
Sementara itu, Departemen Luar Negeri Amerika Serikat menyatakan bahwa mereka masih mencermati situasi secara saksama. Seorang juru bicara menyebut bahwa belum ada kesimpulan pasti yang bisa diambil.
“Kami menyadari adanya laporan tersebut, namun belum bisa memberikan penilaian lebih lanjut karena situasi masih berkembang,” ujar juru bicara tersebut.
Ketegangan kedua negara memuncak setelah terjadi serangan pada 22 April 2025 di kawasan wisata Pahalgam, Kashmir yang dikelola India. Serangan tersebut menewaskan 26 turis dan dianggap sebagai serangan paling mematikan terhadap wisatawan di wilayah itu dalam dua dekade terakhir. Pemerintah India menuding kelompok bersenjata yang berbasis di Pakistan sebagai pelaku.
Sebuah pernyataan awal dari Front Perlawanan (The Resistance Front/TRF), yang diduga berafiliasi dengan Lashkar-e-Taiba, sempat mengklaim bertanggung jawab atas aksi teror itu, namun kemudian menarik klaim tersebut. Pemerintah Pakistan sendiri membantah keterlibatan dengan kelompok itu dan menyerukan investigasi internasional yang netral dan transparan.
Menanggapi situasi ini, Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres turut menyuarakan keprihatinannya. Ia menyerukan kepada kedua negara untuk menahan diri dan tidak melanjutkan eskalasi.
“Penting, terutama di masa kritis seperti ini, untuk menghindari konfrontasi militer yang dapat membawa dampak tidak terkendali,” ujarnya dalam pernyataan resminya.
Melihat kronologi dan reaksi berbagai pihak, insiden ini memperlihatkan betapa rapuhnya stabilitas di kawasan Asia Selatan, khususnya antara India dan Pakistan yang memiliki sejarah panjang konflik bersenjata, politik, dan ideologis.
Dalam konteks global yang semakin tidak pasti, keberadaan dua negara berkekuatan nuklir dengan relasi yang penuh ketegangan menjadi perhatian serius masyarakat internasional.
Respons yang disampaikan oleh Trump menunjukkan sikap pasif yang cenderung reaktif daripada proaktif, sementara PBB masih terus menyerukan jalur diplomasi sebagai solusi utama.
Sayangnya, selama tudingan saling dilontarkan dan kelompok bersenjata tetap aktif, perdamaian akan sulit tercapai tanpa komitmen politik yang nyata dari kedua pihak.
0Komentar