Presiden Prancis Emmanuel Macron mendesak pengakuan negara Palestina dalam pidato di Parlemen Inggris pada 8 Juli 2025, menyerukan gencatan senjata di Gaza dan solusi dua negara untuk perdamaian Timur Tengah. (Darko Vojinovic/AP Photo via Al Jazeera)

Presiden Prancis Emmanuel Macron mencuri perhatian dunia saat berpidato di hadapan Parlemen Inggris pada Selasa (8/7/2025). Dalam kunjungan negara pertamanya ke Inggris sejak 2008, Macron dengan tegas mendesak pengakuan kemerdekaan Palestina sebagai satu-satunya jalan menuju perdamaian di Timur Tengah. 

Pidatonya yang berlangsung di Royal Gallery, Westminster, ini menjadi sorotan utama, terutama di tengah ketegangan geopolitik yang kian memanas antara Israel dan Palestina.

Macron menegaskan bahwa solusi dua negara adalah kunci untuk membawa stabilitas di kawasan. 

"Kami menyadari bahwa jalan keluar politik sangat penting. Saya percaya pada masa depan solusi dua negara sebagai dasar bagi arsitektur keamanan regional yang akan memungkinkan Israel hidup dalam damai dan aman bersama negara-negara tetangganya," ujarnya, seperti dikutip dari The Guardian. 

Ia juga menyerukan gencatan senjata segera di Gaza tanpa syarat, menyebutnya sebagai kebutuhan mendesak untuk menghentikan eskalasi konflik yang telah menewaskan ribuan jiwa.

Pernyataan Macron ini bukan tanpa alasan. Data dari PBB menunjukkan bahwa sejak eskalasi konflik di Gaza pada Oktober 2023, lebih dari 40.000 warga sipil telah kehilangan nyawa, dengan 60% di antaranya adalah perempuan dan anak-anak. 

"Menyerukan gencatan senjata di Gaza hari ini tanpa syarat apa pun sama saja dengan memberi tahu dunia bahwa bagi kami, sebagai orang Eropa, tidak ada standar ganda," tegas Macron. 

Ia menambahkan bahwa pengakuan negara Palestina akan memicu momentum politik untuk perdamaian jangka panjang, sebuah langkah yang menurutnya didukung oleh 80% negara anggota PBB yang telah mengakui Palestina sebagai negara.

Reaksi dari tuan rumah, Inggris, juga tak kalah menarik. Perdana Menteri Inggris Keir Starmer, yang hadir dalam pidato tersebut, tampak memberikan dukungan dengan bertepuk tangan saat Macron menyampaikan poin tentang Palestina, sebagaimana dilaporkan oleh akun X terverifikasi @PolitlcsUK. 

Sementara itu, Menteri Luar Negeri Inggris David Lammy menyebut bahwa London tengah mempertimbangkan pengakuan kemerdekaan Palestina, meski tanpa batas waktu pasti. 

"Saya tidak akan menetapkan batas waktu, karena situasinya terus berkembang," ujar Lammy, seperti dikutip dari The Independent. 

Ia menambahkan bahwa diskusi dengan Prancis dan Arab Saudi sedang berlangsung, namun kekhawatiran muncul akibat aneksasi lebih lanjut di Tepi Barat oleh Israel, yang dinilai menghambat proses perdamaian.

Aneksasi di Tepi Barat menjadi salah satu isu krusial. Menurut laporan Amnesty International, sejak 2023, lebih dari 700.000 pemukim Israel tinggal di wilayah tersebut, dengan 30% permukiman baru dibangun dalam dua tahun terakhir. 

Lammy menegaskan bahwa tindakan ini justru menjauhkan dunia dari solusi dua negara. "Kami menyaksikan aneksasi lebih lanjut di Tepi Barat, dan ini tidak membawa kami lebih dekat ke perdamaian," katanya.

Pidato Macron ini bukan hanya sekadar pernyataan politik, tetapi juga menjadi sinyal kuat bagi komunitas internasional. 

Dengan 3.500 perusahaan Prancis menjadi pemberi kerja asing terbesar kedua di Inggris dan perdagangan bilateral yang telah pulih ke level pra-Brexit, hubungan Prancis-Inggris memiliki bobot strategis. 

Namun, sorotan utama tetap pada desakan Macron untuk pengakuan Palestina, yang ia yakini dapat mengubah dinamika konflik yang telah berlangsung selama puluhan tahun.

Di tengah negosiasi gencatan senjata yang rumit, dunia kini menanti langkah nyata dari Inggris dan negara-negara Eropa lainnya.