Pemerintah Indonesia melalui Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) tengah mendorong pengembangan energi baru dan terbarukan (EBT) sebagai langkah nyata menurunkan emisi gas rumah kaca (GRK). Dalam dokumen Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) 2025–2034, sejumlah proyek besar telah disiapkan. Energi nuklir, hidrogen, dan amonia menjadi bagian dari strategi nasional menuju sistem energi yang lebih bersih.
Direktur Jenderal EBTKE, Eniya Listiani Dewi, mengungkapkan bahwa program energi terbarukan dan efisiensi energi berpotensi menurunkan emisi hingga 51%. Khusus dari efisiensi energi saja, penurunan bisa mencapai lebih dari 37%.
Target besar Indonesia adalah memangkas emisi sebesar 358 juta ton CO2 pada tahun 2030. Untuk mencapainya, pemerintah mengajak semua pihak—baik swasta, akademisi, maupun masyarakat—berperan aktif dalam transisi energi ini.
Langkah ini dinilai penting karena data terakhir menunjukkan emisi Indonesia masih meningkat hingga tahun 2022. Lima tahun ke depan disebut Eniya sebagai masa paling menentukan untuk membalikkan tren tersebut.
Di sisi lain, Indonesia dikenal memiliki kekayaan energi yang lengkap—mulai dari batu bara, gas, hingga sumber EBT. Tantangannya kini adalah bagaimana mengelola semuanya secara terpadu agar tidak merusak lingkungan.
Tak hanya itu, pemerintah juga sedang mengkaji penggunaan bioetanol dan bioavtur setelah berhasil menjalankan program biodiesel B40. Ini menunjukkan keseriusan dalam diversifikasi sumber energi rendah karbon.
Langkah memasukkan energi nuklir ke dalam sistem kelistrikan nasional juga menjadi sorotan. Banyak negara maju mulai kembali melirik nuklir karena dianggap stabil dan rendah emisi. Indonesia pun tak ingin tertinggal.
Konsep “free carbon energy” menjadi fokus baru, terutama dengan masuknya hidrogen dan amonia ke dalam peta jalan transisi energi nasional. Meski teknologinya masih mahal, potensinya sangat besar.
Melihat arah kebijakan ini, bisa dikatakan Indonesia sedang menyiapkan fondasi untuk masa depan energi yang lebih berkelanjutan. Ini bukan hanya soal pengurangan emisi, tetapi juga kemandirian energi jangka panjang.
Transisi energi bukan perkara mudah, apalagi bagi negara berkembang seperti Indonesia. Tapi langkah ambisius ini menunjukkan niat kuat pemerintah untuk keluar dari ketergantungan energi fosil. Keterlibatan masyarakat dan industri sangat penting agar program ini tidak hanya berhenti di atas kertas.
0Komentar