![]() |
FIFA resmi menjatuhkan dua sanksi kepada Indonesia akibat insiden diskriminatif suporter saat laga lawan Bahrain. (Flickr) |
FIFA resmi menjatuhkan dua sanksi kepada Indonesia akibat insiden yang terjadi saat pertandingan Timnas Indonesia melawan Bahrain pada 25 Maret 2025 lalu. Melalui surat yang diterima PSSI pada Sabtu (10/5), FIFA menyatakan bahwa sebagian suporter Indonesia melakukan tindakan diskriminatif.
Federasi Sepak Bola Dunia (FIFA) resmi memberikan dua sanksi kepada Indonesia akibat insiden yang terjadi dalam laga Kualifikasi Piala Dunia 2026 melawan Bahrain, yang berlangsung pada 25 Maret lalu.
Surat resmi dari FIFA diterima oleh PSSI pada Sabtu, 10 Mei 2025. Dalam surat tersebut, FIFA menyatakan bahwa Indonesia terbukti melakukan pelanggaran berupa tindakan diskriminatif dari sebagian pendukungnya.
Insiden tersebut terjadi pada menit ke-80 pertandingan. Sekitar 200 hingga 300 suporter Indonesia disebut meneriakkan yel-yel bernada kebencian yang mengandung unsur xenofobia terhadap tim Bahrain.
Sebagai akibat dari kejadian tersebut, FIFA menjatuhkan dua hukuman kepada PSSI.
Pertama, PSSI dijatuhi denda sebesar lebih dari Rp400 juta. Hukuman finansial ini menjadi bentuk peringatan keras dari FIFA atas tindakan diskriminatif yang terjadi di tribun stadion.
Kedua, Indonesia diwajibkan mengurangi kapasitas penonton sebanyak 15 persen pada laga kandang berikutnya. Pertandingan yang dimaksud adalah saat Timnas Indonesia menjamu China pada 5 Juni 2025 di Stadion Gelora Bung Karno (GBK), Jakarta.
Pengurangan penonton ini akan diberlakukan khusus di area tribun belakang gawang, yaitu di sektor utara dan selatan stadion. Langkah ini diambil sebagai bentuk pengendalian risiko atas potensi gangguan serupa.
Namun, FIFA masih memberikan kelonggaran. Jika Indonesia mampu mengatur ulang distribusi penonton, maka kuota 15 persen tersebut dapat dialihkan kepada komunitas khusus, seperti keluarga, atau komunitas yang aktif memerangi diskriminasi.
Sebagai syarat tambahan, PSSI diminta menyampaikan rencana penempatan penonton tersebut kepada FIFA paling lambat 10 hari sebelum pertandingan. Selain itu, komunitas yang hadir di zona khusus itu juga diwajibkan membawa dan memasang spanduk bertema anti-diskriminasi.
Langkah ini bisa dilihat sebagai upaya FIFA mendorong pesan edukatif di tengah sanksi. Bukan hanya menghukum, FIFA juga membuka ruang pembelajaran dan perbaikan.
Peristiwa ini menjadi peringatan serius bahwa sepak bola bukan hanya soal hasil di lapangan, tetapi juga soal perilaku suporter di tribun. Dalam era modern, sepak bola tidak bisa lagi ditoleransi jika menjadi wadah penyebaran ujaran kebencian.
PSSI pun harus mulai bergerak lebih aktif dalam membangun kesadaran dan edukasi bagi suporter. Kampanye anti-diskriminasi harus dihidupkan kembali, bukan hanya untuk memenuhi sanksi FIFA, tetapi demi masa depan sepak bola Indonesia yang lebih dewasa dan inklusif.
0Komentar