Petugas menunjukkan uang pecahan dolar AS dan rupiah di gerai penukaran mata uang asing di Jakarta, Rabu 6 November 2024. (ANTARA FOTO/Rivan Awal Lingga)

Nilai tukar rupiah kembali mengalami tekanan terhadap dolar Amerika Serikat (AS) di tengah kondisi global yang semakin tidak menentu. Pada perdagangan Rabu (7/5/2025), rupiah tercatat melemah ke level Rp 16.535 per dolar AS, mengalami penurunan sekitar 0,55% dibandingkan penutupan hari sebelumnya yang berada di kisaran Rp 16.445.

Bank Indonesia melalui Kepala Departemen Pengelolaan Moneter dan Aset Sekuritas, Erwin Gunawan Hutapea, menyampaikan bahwa tekanan terhadap rupiah sebagian besar berasal dari faktor eksternal. Ia menjelaskan bahwa konflik global, yang sebelumnya didominasi isu perdagangan internasional, kini diperburuk oleh meningkatnya eskalasi militer antara India dan Pakistan.

Menurutnya, “Level di bawah Rp 16.400 tampaknya menjadi titik support yang cukup kuat, karena setiap kali mendekati angka tersebut, rupiah kerap menguat kembali. Namun dengan kondisi hari ini, tekanan cukup besar hingga menembus ke kisaran Rp 16.500.”

Menariknya, pelemahan ini terjadi meski data ekonomi Indonesia masih menunjukkan kinerja yang cukup positif. Pertumbuhan ekonomi kuartal pertama 2025 tercatat sebesar 4,87% secara tahunan. 

Walaupun sedikit di bawah ekspektasi pasar yang memproyeksikan 4,92%, angka ini tetap menunjukkan ketahanan ekonomi domestik di tengah tekanan global. Dari sudut pandang investor jangka panjang, fundamental ini seharusnya bisa menjadi daya tarik tersendiri.

Namun sayangnya, persepsi pasar keuangan sering kali lebih dipengaruhi oleh sentimen ketimbang data fundamental. Ketegangan antara India dan Pakistan menjadi salah satu pemicu utama terganggunya stabilitas kawasan. 

Serangan militer yang dilancarkan India ke sejumlah titik di wilayah Pakistan, termasuk Kashmir, disebut sebagai aksi balasan atas insiden di Pahalgam beberapa hari sebelumnya.

Pemerintah India mengklaim bahwa sasaran mereka adalah kamp-kamp kelompok teroris, namun pemerintah Pakistan membantahnya. Mereka menyebut serangan tersebut telah menewaskan warga sipil, termasuk perempuan dan anak-anak. 

Pernyataan dari Menteri Pertahanan Pakistan menyebutkan bahwa lokasi yang diserang dapat diperiksa oleh media internasional sebagai bukti bahwa korban adalah masyarakat sipil, bukan kelompok militan.

Dari sudut pandang ekonomi, kondisi geopolitik yang memanas seperti ini sering kali menciptakan ketidakpastian yang berujung pada pelarian modal dari negara berkembang menuju aset yang dianggap lebih aman. Hal ini tentu menjadi tantangan tersendiri bagi stabilitas nilai tukar rupiah, terlepas dari performa ekonomi domestik yang cukup solid.

Melihat perkembangan ini, bisa disimpulkan bahwa investor perlu lebih berhati-hati dalam merespons situasi global, karena sentimen bisa dengan cepat mengubah arah pasar. 

Sementara itu, penguatan koordinasi antara otoritas moneter dan fiskal dalam menjaga stabilitas menjadi sangat krusial untuk mengurangi dampak eksternal terhadap perekonomian nasional.