![]() |
Momen pertemuan Biden dan Trump di Gedung Putih pada November tahun lalu, sebelum terjadi pergantian Presiden AS (dok. Reuters/Kevin Lamarque) |
Mantan Presiden Amerika Serikat, Joe Biden, melontarkan kritik tajam terhadap penggantinya, Presiden Donald Trump, terkait pendekatannya terhadap Rusia dan Ukraina. Dalam wawancara eksklusif dengan BBC — yang menjadi wawancara publik pertamanya sejak meninggalkan Gedung Putih pada Januari lalu — Biden menilai kebijakan Trump memberi angin segar bagi Moskow, terutama dalam konteks perang di Ukraina.
Biden menyampaikan keprihatinannya atas saran dari pemerintahan Trump yang mendorong Kyiv agar menyerahkan sebagian wilayahnya kepada Rusia demi mencapai perdamaian. Menurut Biden, gagasan seperti itu justru menjadi bentuk “penjilatan modern” terhadap Kremlin, bukan langkah diplomatis yang menghormati prinsip-prinsip demokrasi dan kedaulatan negara.
“Siapa pun yang berpikir Vladimir Putin akan berhenti setelah Ukraina menyerahkan wilayahnya, sungguh tidak memahami situasi sebenarnya. Itu pemikiran yang sangat naif,” ujar Biden, menggarisbawahi bahwa Putin selama ini melihat Ukraina sebagai bagian dari Rusia — pandangan yang menurut Biden sangat berbahaya bagi stabilitas Eropa.
Komentar tajam ini muncul bertepatan dengan momentum 100 hari masa pemerintahan Trump yang kedua, yang penuh dengan langkah kontroversial baik dalam maupun luar negeri.
Biden secara khusus menyoroti kekhawatirannya bahwa sekutu-sekutu lama AS di Eropa mungkin mulai meragukan komitmen dan konsistensi Amerika dalam menjaga stabilitas global. Kekhawatiran ini semakin relevan karena wawancara tersebut juga bertepatan dengan peringatan 80 tahun berakhirnya Perang Dunia II di kawasan Eropa.
Dalam beberapa hari terakhir, Trump juga menuai kritik karena pernyataannya yang membingungkan terkait Konstitusi AS. Ia bahkan tampak ragu untuk menegaskan dukungannya terhadap dokumen fundamental negara tersebut.
Hal ini menambah daftar panjang kebijakan dan pernyataan Trump yang dinilai merongrong prinsip hukum dan demokrasi, termasuk usulan deportasi massal dan keinginan mencalonkan diri untuk masa jabatan ketiga — langkah yang jelas bertentangan dengan konstitusi.
Ketika ditanya apakah Trump kini lebih berperilaku seperti seorang raja ketimbang seorang presiden yang tunduk pada hukum, Biden menjawab bahwa Trump tidak mencerminkan nilai-nilai Partai Republik yang sesungguhnya. Meski demikian, ia menyatakan ada secercah harapan bahwa tokoh-tokoh Partai Republik mulai menyadari dampak dari tindakan Trump.
Dari perspektif politik internasional, sikap Biden mencerminkan kekhawatiran yang lebih luas bahwa kebijakan luar negeri AS di bawah Trump bisa melemahkan posisi Amerika sebagai pemimpin global dalam mempertahankan demokrasi dan hukum internasional.
Hal ini tentu membawa pertanyaan besar tentang masa depan kebijakan luar negeri Amerika Serikat dan sejauh mana sekutu-sekutunya dapat tetap mempercayai kepemimpinan Washington di tengah dinamika geopolitik yang terus berubah.
0Komentar