Indonesia resmi menjadi anggota penuh BRICS, membuka peluang kerja sama internasional dengan mata uang lokal dan mengurangi ketergantungan pada dolar AS. (The Conversation)

Pemerintah Brasil secara resmi mengumumkan bahwa Indonesia kini telah bergabung sebagai anggota penuh dalam aliansi ekonomi BRICS, yang kini diperluas menjadi BRICS+. Dengan bergabungnya Indonesia, jumlah anggota blok ekonomi ini bertambah menjadi sebelas negara, mencakup sejumlah negara berkembang besar dengan pengaruh yang kian menguat di kancah global.

Keanggotaan Indonesia ini merupakan tindak lanjut dari keputusan strategis dalam Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) BRICS tahun 2023 yang digelar di Johannesburg, Afrika Selatan. Dalam pertemuan tersebut, para anggota BRICS sepakat untuk membuka pintu bagi negara-negara berkembang lainnya yang memiliki potensi besar sebagai mitra strategis. Indonesia termasuk di antara negara yang diundang secara khusus, bersama dengan Iran, Mesir, Ethiopia, dan Uni Emirat Arab.

Masuknya Indonesia dalam BRICS+ menandai langkah signifikan dalam upaya memperluas pengaruh global, khususnya dalam agenda reformasi tata kelola internasional dan penguatan kolaborasi ekonomi di kawasan Global South. Aliansi ini bukan hanya forum kerja sama ekonomi, tetapi juga platform politik yang memiliki tujuan membentuk tatanan dunia yang lebih adil dan seimbang.

Dengan ekspansi keanggotaan ini, BRICS+ kini mewakili sekitar 29% dari total Produk Domestik Bruto (PDB) global. Dari sisi perdagangan, aliansi ini menyumbang hampir 20% dari perdagangan barang dunia. Tak hanya itu, hampir setengah populasi dunia—lebih dari 3 miliar orang—berada di bawah payung negara-negara BRICS+.

Potensi ekonomi yang sangat besar ini membuat BRICS+ semakin diperhitungkan sebagai kekuatan tandingan terhadap blok ekonomi Barat yang lebih dulu mapan, seperti G7. Terlebih lagi, BRICS+ juga mendorong penggunaan mata uang lokal dalam transaksi perdagangan, yang dianggap sebagai langkah strategis untuk mengurangi ketergantungan pada dolar AS.

Ekonom senior sekaligus mantan Gubernur Bank Indonesia, Soedradjad Djiwandono, menyambut baik bergabungnya Indonesia dalam BRICS. Ia menyebut langkah ini sebagai strategi yang sangat tepat dalam menghadapi dinamika ekonomi global yang semakin kompleks dan multipolar.

Menurutnya, keanggotaan ini membuka peluang besar bagi Indonesia untuk menjalin kerja sama strategis dengan sesama anggota BRICS, salah satunya dalam hal perdagangan energi. Sebagai contoh, pembelian minyak dari Rusia dengan menggunakan mata uang rupiah dapat menjadi alternatif yang efisien di tengah fluktuasi dolar dan ketegangan geopolitik.

"Dalam BRICS ada Rusia, yang merupakan salah satu sumber energi terbesar dunia, bahkan melampaui Arab Saudi dalam beberapa aspek. Jadi pendekatan kita kepada BRICS saya kira sudah sangat positif untuk kehidupan ekonomi bangsa," ujarnya dalam forum Kagama Leaders, Rabu (14 Mei 2025).

Salah satu keunggulan utama dari keanggotaan BRICS adalah peluang untuk menggunakan mata uang lokal dalam transaksi internasional. Soedradjad menilai hal ini sebagai inovasi penting yang dapat memperkuat ketahanan ekonomi nasional. Dengan mengurangi penggunaan dolar AS, Indonesia dapat menghemat cadangan devisa yang selama ini banyak dialokasikan untuk pembayaran perdagangan luar negeri.

Ia juga menegaskan bahwa bila diperlukan tambahan likuiditas dalam bentuk rupiah untuk mendukung transaksi internasional, hal tersebut dapat dikonsultasikan dengan Bank Indonesia. "Kalau urusan rupiah, ya hanya Gubernur BI yang bisa menangani. Kalau perlu uang, mintalah pada Gubernur BI," selorohnya sambil menekankan pentingnya sinergi antara kebijakan fiskal dan moneter.

Bergabungnya Indonesia dalam BRICS bukan hanya soal prestise internasional, melainkan juga sebuah pijakan strategis menuju kemandirian ekonomi dan diplomasi yang lebih aktif. Di tengah ketidakpastian geopolitik dan dominasi mata uang tunggal seperti dolar AS, keberadaan BRICS sebagai alternatif menjadi semakin relevan.

Langkah ini seolah mengukuhkan posisi Indonesia sebagai negara dengan visi global yang progresif, berupaya tidak hanya menjadi "pasar", tetapi juga pemain aktif dalam perumusan arsitektur ekonomi dunia. Meski tantangan tetap ada, seperti harmonisasi kebijakan antaranggota BRICS atau perbedaan kepentingan nasional, peluang yang terbuka jauh lebih besar.

Dengan pengaruh yang semakin kuat, BRICS+ berpotensi menjadi kekuatan penyeimbang yang menawarkan model kerja sama yang lebih inklusif dan berbasis kesetaraan. Dan kini, Indonesia berada di tengah-tengah panggung itu—siap memainkan peran lebih besar dalam sejarah dunia baru yang tengah dibentuk.